Perubahan itu penting dalam sebuah perusahaan, namun sering kali perbedaan bos dan karyawan terhadap perubahan membuatnya tidak lancar.
Ketahui apa saja yang menjadi perbedaan cara pandang bos dan karyawan agar Anda dapat mengubah penolakan karyawan menjadi kesempatan dan kebutuhan mereka berikut ini.
Rubrik Finansialku
7 Perbedaan Bos dan Karyawan Memandang Perubahan
Agar usaha semakin maju, maka sering kali Anda harus melakukan beberapa perubahan yang diperlukan di lingkungan kerja.
Hanya saja, hal ini terkadang menjadi sulit dilakukan karena ternyata karyawan kurang mendukung hal ini.
Memahami beberapa penyebab penolakan ini mungkin akan membantu Anda mendapatkan kunci untuk mengatasi dan membalikkan keadaan.
Ada beberapa aspek psikologis dan reaksi yang mengindikasikan penolakan akan mengasah kemampuan proaktif Anda untuk mengatasinya.
[Baca Juga: Ini Cara Hebat Servant Leadership Dapat Meningkatkan Corporate Culture]
Beberapa reaksi psikologis terhadap adanya perubahan meliputi penolakan, kemarahan, tawar menawar (bargaining), reaksi depresi, dan pada akhirnya penerimaan.
Akhirnya, yang harus dilakukan adalah penolakan dan melakukan “validasi” terhadap emosi negatif yang membuahkan perilaku penolakan tersebut.
Berikut ini adalah perbedaan bos dan karyawan dalam memandang perubahan yang bisa Anda pelajari untuk mengubah penolakan tersebut menjadi penerimaan dan pada akhirnya kebutuhan.
Perbedaan Bos dan Karyawan #1 Kebutuhan Akan Perubahan
Karyawan kemungkinan akan menolak perubahan atau setidaknya tidak menunjukkan antusiasme yang diharapkan dalam menjalani perubahan ketika mereka gagal memahami alasan yang melatarbelakangi perubahan tersebut.
Terlebih lagi jika mereka selama ini merasa tidak masalah dengan cara kerja yang lama, yang bahkan sudah dilakukan selama bertahun-tahun.
Dalam bukunya Thomas C Corley “Change your habits, Change Your Life” mengupas kebiasaan sehari-hari para miliarder. Di mana ia mengatakan bahwa para pengusaha sukses kerap memiliki rasa ingin tahu tinggi ketimbang para karyawan.
Mereka terus berpikir untuk melakukan sebuah perbaikan dan inovasi konstan dalam hidupnya. Para miliarder memiliki sifat untuk terus berpikir, sedangkan karyawan cenderung untuk tidak menunjukkan antusiasme terhadap perubahan.
Perbedaan Bos dan Karyawan #2 Sesuatu yang Asing
Kecuali karyawan tahu benar bahwa bertahan dengan cara yang lama memiliki risiko yang lebih besar daripada melakukan sesuatu dengan cara yang baru, maka kemungkinan besar mereka tidak akan terlalu bersemangat dalam mendukung dan menjalankan perubahan, yang notabene adalah sesuatu yang asing dan sama sekali baru bagi mereka.
Pengusaha sukses menyarankan siapa pun yang ingin sukses, harus berani mengambil sebuah langkah menantang. Para karyawan yang mulai frustrasi bekerja, tentu jangan sampai terjebak terus menerus di dalamnya.
Mereka mungkin akan merasa takut untuk mulai mengambil risiko. Tetapi, di mata seorang Marissa Mayer (Mantan CEO Yahoo), ketakutan akan risiko itulah yang nantinya memaksa seseorang untuk membuat terobosan.
Ia berkata,
“Saya selalu melakukan sesuatu yang belum siap ia lakukan. Saya pikir itu adalah cara bagaimana Anda tumbuh. Saat ada momen yang mengatakan “Wow, saya tidak yakin bisa melakukan ini” dan Anda memaksa untuk melewati momen tersebut, itu adalah saat di mana Anda punya terbosan.”
Perbedaan Bos dan Karyawan #3 Kompetensi Terhadap Perubahan
Tak jarang, perubahan dalam organisasi akan juga menuntut perubahan skill. Karena alasan inilah beberapa karyawan mungkin menolak perubahan yang ada.
Beberapa dari mereka merasa tidak mampu mengemban tugas yang baru atau melakukan sesuatu dengan cara yang baru.
Pengadaan training mungkin perlu diberikan sebagai jaminan mereka dapat cepat beradaptasi dengan perubahan yang ada.
Para pengusaha terbiasa mempelajari, menampung, hingga meneliti banyak hal lantaran merasa perlu memiliki banyak wawasan untuk mengembangkan bisnis mereka.
Sebuah studi di Swiss dan Jerman mengungkapkan fakta bahwa para pengusaha dan karyawan memang sangat berbeda dari sisi kemampuan. Tepatnya, “kelengkapan” kemampuan.
Para pengusaha, cenderung merasa harus sangat fasih dalam seluruh keterampilan kewirausahaan demi mencapai tujuan mereka.
[Baca Juga: Leaders, Sudah Memiliki 9 Karakteristik Pemimpin yang Baik Ini?]
Miliarder asal Cina, Jack Ma memberi saran penting untuk setiap pemuda yang ingin menjadi pebisnis sukses di masa depan. Ternyata, dia tak “mengharamkan” seseorang andai berniat bekerja di perusahaan orang lain, alih-alih langsung membangun bisnis.
Hanya saja, kata Jack Ma, jadikanlah bekerja itu sebagai proses belajar atau proses mengumpulkan wawasan dan pengalaman sebanyak mungkin.
Satu hal yang penting, Jack Ma menasihati, jangan bekerja di perusahaan yang besar. Karena kamu hanya akan menjadi mesin.
Tetapi ketika kamu bekerja di perusahaan kecil, kamu akan belajar tentang mimpi, ambisi, passion, dan belajar tentang banyak hal sekaligus.
Ketika sudah cukup kenyang pengalaman bekerja di perusahaan kecil dan usia sudah mencapai 30-40 tahun, maka mulailah berpikir membangun bisnis.
“Bangunlah sebuah perusahaan dengan ide cemerlangmu. Bentuk sebuah tim yang solid. Kamu kini tak lagi bekerja untuk orang lain, tetapi kamu harus memiliki usahamu sendiri.”
“Tapi, ketika kamu sudah berumur 40-50 tahun, kamu harus tahu apa yang bisa kamu lakukan dengan baik. Tanyakan pada dirimu sendiri, “Kamu jago dalam bidang apa? Jangan melompat pada pekerjaan di bidang lain.”
Jack Ma menilai, mungkin saja seseorang bisa sukses meski terlalu sering berganti usaha. Tetapi, angka kematian cukup tinggi pada usia ini.
Sedangkan, ketika berumur antara 50-60 tahun, kamu harus membiarkan anak muda bekerja untukmu. Kenapa? Karena anak muda bisa melakukan hal apa pun yang lebih baik darimu.
#4 Kepercayaan dan Tanggung Jawab
Hal lain yang menjadi perbedaan mendasar antara pengusaha dan karyawan adalah kebiasaan memikul tanggung jawab. Para pengusaha merasa bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi pada lini bisnis mereka.
Sementara para karyawan, mungkin sudah banyak mendengar mereka berkata ,”itu di luar tanggung jawab saya!”
Para karyawan melihat tanggung jawab sebagai segala sesuatu yang terjadi di divisi mereka.
Artinya, ketika seorang karyawan bertugas di divisi purchasing, maka dia tak akan peduli dengan apa yang terjadi di divisi promosi. Mereka cenderung menghindari untuk mengambil terlalu banyak tanggung jawab di tempat mereka bekerja.
Orang yang menempati peringkat terkaya dunia tahun 2010-2013, Carlos Slim Helu bahkan menempatkan tanggung jawab sebagai faktor terpenting bagi setiap orang yang ingin sukses di bidang apa pun.
Menurut dia, setiap orang yang istimewa di satu bidang tertentu, maka otomatis dia akan mendapatkan sebuah tanggung jawab yang istimewa pula. Artinya, jangan harap menjadi seorang yang hebat tanpa mau memikul tanggung jawab yang besar.
Carlos berpendapat bahwa kompromi dan tanggung jawab tidak hanya untuk ia dan keluarga ia, tetapi juga tim manajemen harus memiliki tanggung jawab untuk mengetahui pentingnya apa yang kita lakukan dan tetap mengelola bisnis dengan rasa tanggung jawab.
Tanggung jawab tentu berkaitan erat dengan komitmen, serta kompetisi diri untuk meraih prestasi. Hal ini dibuktikan sendiri oleh seorang Carlos Slim Helu. Ia butuh waktu perjuangan selama 45 tahun untuk bisa mencapai posisinya saat ini.
#5 Saran dan Perubahan
Para karyawan sangat ingin fokus bekerja. Saking seriusnya, mereka jarang “mendengarkan”. Mereka selalu ingin melakukan. Ketika ada sebuah saran di luar apa yang mereka kerjakan, maka hanya jadi angin lalu.
Fakta bahwa saran di luar bidang kerja yang mereka geluti itu bakal bermanfaat di masa mendatang, luput dari perhatian.
Maka ketika menemui sebuah masalah baru yang tak familier di mata mereka, yang terjadi adalah kesalahan dalam menyikapi dan menyelesaikannya.
Di sinilah, penting seorang mentor yang bisa memberi saran terbaik bagi seorang pelaku usaha baru dalam mengakali setiap problem.
[Baca Juga: Para Karyawan, Ini Caranya Memperlihatkan Potensi Kepemimpinan di Kantor]
Para miliarder kerap tak ragu untuk mengeluarkan sejumlah uang demi mendapatkan saran terbaik dari para ahli di bidangnya masing-masing.
Misal, untuk urusan pengelolaan keuangan, mereka mau menyewa seorang konsultan dengan bayaran tinggi. Hal ini memang membutuhkan pengorbanan finansial yang tak sedikit.
Para miliarder kerap tak ragu untuk mengeluarkan sejumlah uang demi mendapatkan saran terbaik dari para ahli di bidangnya masing-masing.
Misal, untuk urusan pengelolaan keuangan, mereka mau menyewa seorang konsultan dengan bayaran tinggi. Hal ini memang membutuhkan pengorbanan finansial yang tak sedikit.
Miliarder sekelas Richard Branson mengaku pernah memiliki mentor bernama Freddie Laker. Laker adalah pemilik dari Laker Airways. Ia sudah memiliki pengalaman lebih banyak ketimbang Branson dalam membangun sebuah perusahaan.
Branson banyak mendapat nasihat berharga dari mentornya tersebut. Hingga pada akhirnya, dia dapat mendirikan sebuah maskapai penerbangan yang sukses, British Airways.
Laker tentu merupakan mentor yang tepat bagi Branson, sebab Laker menggeluti bisnis yang sama dengan Branson, yaitu bisnis maskapai penerbangan.
Di samping itu, Laker pun tak pernah sungkan untuk menegur Branson ketika ia melakukan kesalahan.
Menurut Laker, yang penting dan dapat dipetik dari melakukan kesalahan adalah bagaimana belajar dari pengalaman itu. Branson menyarankan siapa pun untuk menjadi pendengar yang baik.
#6 Berpikir Positif
Kecemasan, keraguan, kekesalan, hingga ketidakpuasan kerap ada di dalam benak banyak karyawan.
Pemicunya banyak hal, dari mulai persaingan ketat dengan rekan kerja, hingga perubahan dalam perusahaan. Intinya, mereka selalu berusaha berpikir positif, tetapi hanya sebatas “berusaha” tanpa benar-benar melakukannya.
Para pengusaha sukses selalu yakin, berpikir positif adalah kunci untuk meraih kesuksesan di masa mendatang.
Mereka memang menerapkan keberhasilan jangka panjang. Dan ketika banyak hal negatif menghampiri mereka, maka pemikiran positif adalah senjata untuk tetap bertahan.
CEO Y Combinator, Vibhu Norby pernah merasakan hal itu. Dia bahkan dipecat dari perusahaannya. Tetapi, dia malah merasa pemecatan adalah titik balik menuju impiannya. Baginya, dipecat telah menjadi cara terbaik untuk menemukan arah hidup yang tepat.
Dilansir Business Insider, tak hanya dipecat, tetapi memecat karyawan ketika bisnis Anda jalan di tempat, juga merupakan langkah yang harus diambil.
Di mata Norby, cara terbaik yang bisa dilakukan pada karyawan dengan kinerja yang rendah adalah memecatnya sesegera mungkin.
#7 Perubahan Status Quo
Penolakan bisa muncul dari persepsi karyawan akan perubahan.
Misalnya, beberapa dari mereka merasa bahwa keadaan mereka akan memburuk jika perubahan itu terjadi, dan yang lain merasa bahwa perubahan tersebut hanya akan menguntungkan pihak/departemen/karyawan lainnya.
Mereka mungkin memang tidak mengutarakan alasan yang satu ini secara terang-terangan, tapi sikap mereka jelas tidak menunjukkan dukungan mereka terhadap perubahan.
Sedangkan para pengusaha selalu berusaha untuk keluar dari zona nyaman mereka. Mereka memang hidup dengan risiko. Para pengusaha sukses harus berani mengambil sebuah langkah menantang.
Menurut penelitian Kavanagh dan Askanasy pada tahun 2006 mengatakan bawah selama masa perubahan, penting bagi para pemimpin organisasi untuk menciptakan suasana keamanan psikologis guna mendorong karyawan untuk terlibat dan memverifikasi diri mereka sendiri, memvalidasi keyakinan dan nilai-nilai baru, serta mengeksplorasi tentang bagaimana mereka secara pribadi dapat berkontribusi pada upaya perubahan.
Simak kisah sukses pemimpin pengganti Jack Ma di Alibaba yang rendah hati melalui video berikut ini.
Bagaimana dengan Anda, sudahkah memandang perubahan seperti pemimpin atau karyawan? Bagikan pengalaman maupun komentar Anda dalam kolom di bawah ini.
Jangan lupa terus bagikan artikel-artikel inspiratif dan bermanfaat karena Anda adalah agen pembawa berita positif!
Sumber Referensi:
- Edhy Aruman. 29 April 2015. Mengapa Orang Menolak Melakukan Perubahan?. Mix.co.id – https://bit.ly/2yl1jUY
- Dian Basuki. 27 April 2019. Tujuh Alasan Menolak Perubahan. Indonesiana.id – https://bit.ly/3epXVZO
- Redaksi. 15 Mei 2013. 12 Alasan Karyawan Menolak Inisiatif Improvement. Shiftindonesia.com – https://bit.ly/2xzk5YH
- Budi Safa’at. 2016. 99 Perbedaan Kebiasaan Pengusaha vs Karyawan. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia
dilema besar