PPN Kertas Dihapus, Akankah Jadi Katalis Positif Pulp & Paper?

PPN Kertas Dihapus, Akankah Jadi Katalis Positif Pulp & Paper?

Pemerintah akhirnya membebaskan PPN kertas! Tapi, mengapa rasanya berita ini tidak membawa sentiment positif industry pulp & paper ya?

Simak ulasan selengkapnya di artikel berikut ini.

 

Artikel ini dipersembahkan oleh:

 

Latar Belakang Pembebasan PPN Kertas

Tuntutan pembebasan PPN kertas yang baru-baru ini kembali mencuat ke publik, tidak lepas dari adanya dorongan untuk mempertahankan industri media cetak.

Mengingat saat ini industri media cetak bergerak ditengah era digital yang serba canggih, di mana para pembaca bisa dengan mudah mendapatkan informasi dan beragam berita hanya melalui media online.

Tentu hal itu mengancam keberlangsungan industri media cetak, khususnya koran dan majalah. Perkembangan era digital saat ini membuat media cetak semakin kehilangan alurnya.

Sebagai tambahan informasi yang Penulis peroleh dari The Seattle Times, jika media cetak buku dan koran menghilang maka akan memunculkan efek domino yang berdampak luas.

Bahkan bukan hanya para jurnalis koran saja yang kehilangan pekerjaan, namun matinya bisnis media cetak.

Dari sisi psikologis, akan berdampak pada pelanggannya karena tidak semua orang nyaman membaca melalui layar komputer maupun smartphone, dan tidak semua pembaca mudah beralih menjadi pembaca digital.

Tidak bisa dipungkiri, koran memiliki pondasi yang cukup kuat karena adanya pers melalui koran.

[Baca Juga: Bernilai Tinggi, Apa Barang Koleksi Termasuk Instrumen Investasi?]

 

Pers sendiri menjadi pengawas pemerintah baik lokal maupun nasional. Peran koran sangat mumpuni dalam memberikan validasi data. Tak heran jika di negara lain, masih mempertahankan media cetak.

Nah, berangkat dari kondisi itulah akhirnya beberapa tahun kebelakang ini pembebasan PPN kertas menjadi salah satu tuntutan yang mendesak untuk direalisasikan.

 

PPN Kertas Resmi Dihapus

Akhirnya pada pertengahan Agustus 2019 kemarin, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pembelian kertas koran dan produk media cetak telah dihapuskan.

Sedikit flashback, tuntutan pembebasan PPN kertas ini sudah naik ke publik sejak tahun 2002 yang lalu namun masih selalu gagal untuk direalisasikan.

Di mana Serikat Perusahaan Pers (SPS), yang merupakan satu-satunya asosiasi penerbit media cetak di Indonesia, berupaya keras untuk mendapatkan keringanan terhadap pajak pembelian kertas dan penjualan produknya.

Lantaran PPN kertas dinilai sudah membebani industri surat kabar dalam negeri, dengan PPN kertas yang diberlakukan oleh Indonesia rata-rata adalah sebesar 10% meliputi pembelian kertas, percetakan, dan juga penjualan.

Sehingga tuntutan mereka ini sebagai perusahaan media cetak, hanya terbatas pada PPN 10% atas pembelian kertas koran dan atas penjualan produk media cetak.

Baik dari koran, tabloid, hingga ke majalah. Dengan adanya pembebasan PPN kertas tersebut, industri media cetak merasa sangat terbantu.

Lantaran selama ini biaya pembelian bahan baku kertas memang memiliki kontribusi yang cukup besar hingga berkisar 40% dari ongkos produksi media cetak. Itu artinya beban perusahaan media cetak lebih didominasi oleh beban pokok dari pembelian bahan baku.

Perusahaan media cetak sendiri sebenarnya tidak meminta pembebasan PPN kertas sepenuhnya dan sama sekali tidak mengajukan tuntutan pada PPN untuk iklan, pajak percetakan, dan juga tinta, maupun mesin percetakan.

[Baca Juga: Masih Awam, Gimana Sih Cara Main Saham Untuk Pemula?]

 

Tentu dengan begitu, tidak lantas akan membuat keuangan negara tergerus. Justru sebaliknya akan menumbuhkan minat baca yang semakin tinggi terhadap media cetak.

Nah terkait dengan pembebasan PPN kertas, Penulis ingin memberikan gambaran pembebasan PPN kertas yang sudah lebih dulu dilakukan oleh negara lain.

Sebut saja untuk beberapa negara di Eropa, yang sudah lama menghapuskan PPN kertas atas pembelian dan penjualan media cetak.

Eropa yang dikenal dengan kemampuan dan keahlian yang cukup tinggi, memiliki PPN kertas yang relatif kecil, bahkan di sebagian negaranya ada yang menerapkan PPN 0%.

Demikian pula di Belgia dan Inggris, PPN untuk koran harian hanya sebesar 0%. Dan untuk di Swedia yang memiliki kemampuan dan keahlian yang relatif tinggi, PPN nya rata-rata hanya 6%.

Nah dengan adanya pembebasan PPN kertas, maka seharusnya bisa menjadi angin segar bagi emiten Pulp & Paper di Indonesia.

Namun, sayangnya hingga saat ini Penulis tidak menangkap sinyal pembebasan PPN kertas menjadi sentimen positif bagi kinerja industri pulp and paper, mengingat kontribusinya yang sangat minim.

 

Kira-kira Apa Pengaruhnya?

Meskipun akhirnya PPN kertas berhasil dihapuskan oleh pemerintah, nampaknya tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan bagi kinerja emiten pulp & paper di Indonesia.

Melainkan hanya sebagai angin segar saja, yang berpotensi memberikan multiplier effect yang positif bagi industri-industri yang berkaitan. Lho apa alasannya?

Pertama, sederhananya karena PPN kertas berlaku untuk perusahaan media cetak seperti halnya koran, majalah, dan juga tabloid, atau tepatnya industri media cetak.

Tentu berbeda konteksnya dengan INKP dan TKIM yang merupakan salah satu perusahaan yang berasal dari industri pulp & paper sebagai produsen bubur kertas dan kertas.

Pabrik INKP. Source: Laporan Tahunan INKP 2018

 

Sehingga dengan begitu, beban pokok yang mungkin terjadi lebih didominasi oleh perusahaan media cetak. Bukan terhadap perusahaan produsen bahan baku pembuatan kertas seperti INKP dan TKIM.

Kedua, PPN kertas yang dihapuskan tidak akan berpengaruh banyak bagi media cetak dewasa ini.

Lantaran akan mengalami pergeseran dan penyesuaian segmentasi kembali, mengingat belakangan ini hampir seluruh media cetak mulai beralih ke media online.

Seperti halnya sindonews.com, femina.com, kompas.com, tabloid nova (nova.grid.id), dan masih banyak situs media online lainnya.

Ketiga, mungkin tidak banyak orang yang sadar bahwa langkah SPS dalam memperjuangkan pembebasan PPN kertas adalah salah satu upaya untuk mempertahankan keberadaan media cetak.

Hal inilah yang Penulis tangkap, bercermin dari industri media cetak di India yang sempat lesu akibat meningkatnya media online dan berhasil mengalihkan pembaca media cetak ke online.

Di tahun 2019 ini, pertumbuhan iklan media cetak di India sudah berangsur pulih. Menyadur Economic Times, pendapatan iklan media cetak tahun 2018 tumbuh 5.6% dan terus meningkat di tahun ini.

Salah satu langkah yang ditempuh pemerintah India adalah dengan memberikan kebijakan berupa insentif pajak.

 

Kalau Bukan PPN Kertas, Lalu Apa Katalis Positif Bagi INKP dan TKIM Ke Depannya?

Source RTI Business

 

Sejak pertengahan tahun 2018 kemarin harga saham INKP berada dalam trend bearish, padahal sebelumnya berada di 20.000-an dan saat ini berada di kisaran 7100-an.

Artinya harga saham INKP harus terkoreksi sekitar -64% dalam 1 tahun terakhir.

Demikian juga dengan harga saham TKIM yang masih berada dalam tren bearish, padahal sebelumnya di kisaran 18.000-an dan kini berada di kisaran 10.000-an. Itu artinya harga saham TKIM terkoreksi sekitar -44%.

Performa saham INKP dan TKIM yang menurun itu, lebih dikarenakan oleh pergerakan harga bubur kertas (pulp) yang masih menurun hingga saat ini.

Maka tidak heran jika kinerja INKP dan TKIM masih tertekan hingga kini, yang terefleksi dengan harga sahamnya yang masih terus turun.

Penulis memperkirakan kondisi itu belum akan banyak berubah di semester II-2019 ini. Jadi, katalis positif bagi INKP dan TKIM ke depannya adalah jika harga bubur kertas (pulp) bisa kembali normal.

Pulp Price 2014-2019. Perhatikan penurunan harga Pulp di awal 2019. Source: ycharts

 

Penurunan harga kertas dan bubur kertas sendiri sudah terjadi sejak awal tahun 2019 ini.

Harga kertas yang masih lesu itu, diperburuk lagi dengan adanya penurunan nilai ekspor pulp & paper yang ditengarai oleh adanya fluktuasi harga pulp yang mengikuti pergerakan harga di pasar global.

Sebagai gambarannya: Harga pulp periode Januari-April 2019 adalah sebesar US$579.37 per ton, angka yang rendah jika dibandingkan dengan harga pulp periode Januari-April 2018 yang sebesar US$ 666.84 (sekitar Rp 9,4 juta) per ton.

Meskipun kinerja masih akan tertekan oleh pergerakan harga kertas dan penurunan nilai ekspor, namun industri pulp & paper Indonesia masih memiliki prospek yang cukup positif dalam jangka panjang.

Lantaran industri pulp & paper masih akan bertumbuh mengingat potensi konsumsi kertas yang terbilang masih rendah di Indonesia.

Di mana konsumsi kertas dalam negeri masih memiliki porsi sebesar 30 kg per kapita.

Angka konsumsi kertas Indonesia masih tertinggal jauh bila dibandingkan dengan China yang konsumsi kertasnya sudah mencapai 76 kg per kapita.

Begitu pula dengan AS yang konsumsi kertasnya justru lebih tinggi hingga 219 kg per kapita.

Prospek positif industri pulp & paper berpeluang tumbuh, seiring dengan adanya tren penjualan dan pembelian online yang membutuhkan pengemasan dari kertas. 

 

Kesimpulan

Pembebasan PPN kertas yang rata-rata sebesar 10% tersebut, nampaknya tidak terlalu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja emiten INKP dan TKIM, karena dampaknya tidak terlalu besar bagi kinerja keuangan nya.

Jadi sebaiknya para sebagai pelaku pasar tidak berharap banyak dengan adanya sentimen positif dari pembebasan PPN kertas pada Agustus 2019 kemarin

Merosotnya harga saham INKP dan TKIM, memang lebih dominan dipengaruhi oleh merosotnya pergerakan harga bubur kertas (pulp) yang masih menurun hingga saat ini, ditambah dengan menurunnya jumlah ekspor karena perlambatan ekonomi global.

Jadi jika Anda ingin masuk INKP atau TKIM, tunggu dulu sampai indikator yang sudah disebutkan di atas sudah membaik, supaya tingkat risikonya lebih kecil.

 

Bagaimana pendapat Anda mengenai artikel di atas? Anda bisa mengungkapkan apa yang Anda pikirkan berkaitan dengan artikel ini pada kolom komentar.

Bagikan artikel ini pada rekan sesama investor!

 

Sumber Referensi:

 

Sumber Gambar:

  • PulpnPaper 01 – https://bit.ly/2XOHNuA
  • PulpnPaper 02 – https://bit.ly/2MMzrgE

dilema besar