Emiten RMBA resmi angkat kaki dari BEI, apa alasan kemundurannya? Simak informasi lengkapnya dalam artikel berikut ini.
Summary
- PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA) yang sudah melantai di BEI sejak tahun 1990 akhirnya memutuskan untuk angkat kaki dari BEI.
- Rencana go private perusahaan dan akan dilakukan melalui penghapusan pencatatan secara sukarela atau voluntary delisting menjadi alasan kuat RMBA mundur dari BEI.
- Beberapa alasan RMBA go private berdasarkan keterbukaan informasi adalah perusahaan mencatat kerugian, right issue, hingga saham yang tidak likuid.
Artikel ini dipersembahkan oleh
Sampai 2021 berjalan ini, saham emiten rokok masih menghadapi kondisi yang cukup berat akibat pandemi Covid-19. Termasuk adanya kenaikan tarif cukai rokok sebesar 12,5% per Februari 2021.
Namun kabar tak kalah mengejutkan baru-baru ini, adalah keputusan RMBA yang berencana go private dalam waktu dekat. Lantas kenapa RMBA memilih jalan tersebut?
RMBA Go Private
Salah satu perusahaan produsen rokok tembakau, PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA) yang sudah melantai di BEI sejak tahun 1990 akhirnya memutuskan untuk angkat kaki dari BEI.
Keputusan tersebut terungkap, setelah BEI menghentikan perdagangan sahamnya pada 6 Agustus 2021.
Latar belakang penghentian perdagangan saham RMBA ini adalah adanya rencana go private perusahaan dan akan dilakukan melalui penghapusan pencatatan secara sukarela atau voluntary delisting.
Artinya, jika pihak terkait akhirnya memuluskan rencana tersebut, maka status perusahaan RMBA yang tadinya ‘Perusahaan Terbuka’, akan berubah menjadi ‘Perusahaan Tertutup’ atau go private.
[Baca Juga: CITA: Emiten Tambang Bauksit dengan Penjualan Ekspor Terbesar]
Lebih jauh lagi, mengenai alasan RMBA go private berdasarkan keterbukaan informasi yang disampaikan antara lain:
RMBA Catat Kerugian
Pertama, kinerja keuangan RMBA yang mencatatkan kerugian hingga berdampak pada kinerja harga sahamnya.
Mengacu pada Laporan Keuangan kuartal II-2021, RMBA mencatatkan penurunan penjualan cukup besar -36,2% menjadi Rp 4,84 triliun, dari sebesar Rp 7,59 triliun pada kuartal II-2020.
Akibatnya beban pokok penjualan kuartal II-2021 pun turun -32,4% menjadi Rp 4,38 triliun, dari Rp 6,8 triliun pada kuartal II-2020.
Sayangnya, beban pokok penjualan yang turun tadi tidak menjamin RMBA meraih laba positif. Tercatat laba kotor RMBA kuartal II-2021 turun -59,4% menjadi Rp 451,5 miliar, dari Rp 1,11 triliun di kuartal II-2020.
Tak heran, apabila RMBA kembali mencatatkan rugi tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada Pemilik Entitas Induk kuartal II-2021 lebih rendah lagi –Rp 28,9 miliar, dari sebelumnya -Rp 165,4 miliar pada kuartal II-2020.
[Baca Juga: Diam-diam Unggul, Ini Dia Kinerja Emiten MTLA]
Dan apabila ditarik secara historikal, pertumbuhan laba bersih RMBA cenderung merugi. Sebagai gambarannya, kita lihat dari Cheat Sheet kuartal II-2021, di mana pertumbuhan laba RMBA secara Annualized 2021 adalah sebesar – Rp 58 miliar.
Dari historikal pertumbuhan laba bersih di atas, kita juga bisa melihat sebab RMBA tidak dapat membayarkan dividen ke pemegang saham setelah tahun buku 2010.
Ini terjadi lantaran posisi laba ditahan perusahaan tercatat negatif. Bahkan buruknya, kondisi tersebut turut mempengaruhi kinerja harga saham RMBA yang terus turun.
Rights Issue
Kedua, RMBA tidak pernah lagi melaksanakan aktivitas peningkatan modal di pasar modal, setelah rights issue di tahun 2016.
Jika diulik menggunakan Laporan Tahunan 2019, maka kita akan menemui ringkasan rights issue yang dilakukan oleh RMBA: Rights Issue pertama RMBA di tahun 2000, Rights Issue kedua RMBA di tahun 2002, dan Rights Issue ketiga RMBA di tahun 2016. Bahkan RMBA tidak mempunyai rencana penambahan permodalan di masa mendatang.
Saham Tidak Likuid
Ketiga, perdagangan saham RMBA di BEI tergolong tidak likuid. Bahkan pada perdagangan terakhir saham RMBA ini tergolong tidak aktif yang menyulitkan pemegang saham bertransaksi.
Ya, untuk saat ini tercatat jumlah saham RMBA yang dimiliki pemegang saham publik tercatat kurang dari 7,52% dari modal ditempatkan dan disetor perusahaan sebanyak 36,4 miliar lembar.
Jumlah tersebut, terdiri dari 7,29% saham dimiliki oleh satu pihak dan 0,23%-nya dimiliki oleh pemegang saham publik lainnya dengan jumlah ±2.385 pemegang saham.
Nah dengan adanya go private ini, maka secara tidak langsung sudah memberikan peluang kepada pemegang saham publik untuk menjual saham RMBA.
Lantaran, untuk bisa melakukan go private dan voluntary delisting, RMBA perlu melaksanakan tender offer terlebih dulu, di mana RMBA harus membeli sisa saham publik yang ada di pasar saham.
[Baca Juga: BSDE Rambah Bisnis Data Center, Apakah Ini Jadi Peluang?]
Oleh karena itu, British American Tobacco – pengendali Bentoel Group akan membeli sisa saham publik di harga Rp 1.000 per saham.
Mengingat tidak cukup mudah bagi pemegang saham minoritas menjual sahamnya di BEI lantaran saham RMBA tergolong tidak likuid, seperti yang sudah saya sebutkan tadi.
Adapun untuk pernyataan efektif dari OJK untuk tender offer sudah didapatkan pada 20 Oktober 2021 kemarin. Dan untuk periode tender offer telah berlangsung dari 22 Oktober – 22 November 2021, dengan waktu pembayaran pada 3 Desember 2021.
Setelah itu selesai, jika tidak ada aral melintang permintaan delisting RMBA ke BEI bisa diserahkan pada 16 Desember 2021. Dilanjutkan dengan penghapusan pencatatan oleh BEI yang diprediksi dilaksanakan pada 24 Januari 2022 nanti.
[Baca juga: KBLI vs SCCO: Lebih Unggul Mana Penjualannya?]
Pelajaran Penting dari RMBA
Para pemegang saham khawatir dengan adanya Rencana go private dan voluntary delisting RMBA. Namun dari sini, kita sebagai investor dapat memetik pelajaran penting dari RMBA.
Terutamanya bagi investor yang sudah terlanjur membeli saham-saham berpotensi delisting. Salah satu langkah yang bisa dilakukan untuk meminimalkan kerugian adalah menjual saham berpotensi delisting ke pasar negosiasi.
Sementara, untuk bisa terhindar dari saham-saham berpotensi delisting, kembali lagi investor saya ingatkan untuk menganalisis kondisi fundamental perusahaan sebelum membeli sahamnya.
Mulai dari memahami situasi dan siklus bisnis perusahaan, risiko yang dihadapi perusahaan, hingga prospek dan keberlangsungan bisnis perusahaan.
Sehingga, investor bisa memutuskan untuk membeli saham perusahaan yang memiliki likuiditas baik. Perhatikan pula bagaimana perusahaan mengelola dan merencanakan prospek bisnisnya ke depan.
[Baca Juga: Catat Performa Ciamik, Laba MTDL Naik 55,6%]
Oleh karena itu, saya mau mengajak Sobat Finansialku untuk bergabung di Grup Komunitas Belajar Saham Finansialku.
Komunitas ini akan ada webinar bulanan yang akan dipandu oleh saya sebagai pakar Value Investing dan Melvin Mumpuni, CFP® sebagai CEO dan Founder Finansialku. Dapatkan cheatsheet yang bisa jadi referensi Anda dalam memilih saham terbaik.
Dalam grup ini Sobat Finansialku bisa sharing dan berdiskusi dengan ratusan investor saham lainnya.
Gabung Sekarang! Komunitas BELAJAR SAHAM Finansialku
Bagaimana pendapat Anda mengenai delisting saham RMBA? Tulis komentar Anda pada kolom di bawah ini. Jangan lupa untuk membagikan informasi ini pada rekan-rekan investor lainnya. Terima kasih.
Editor: Ratna SH
dilema besar