Quiet quitting, tren kultur kerja yang menyaingi hustle culture. Kamu tim yang mana, nih? Sebelum itu, cari tahu dulu pengertian kultur kerja satu ini di sini, ya!
Apa Itu Quiet Quitting?
Baru-baru ini, muncul istilah quiet quitting, yang ramai jadi perbincangan di dunia maya. Istilah ini merujuk pada budaya kerja baru, yang sekarang ini banyak generasi muda terapkan di tempat mereka bekerja.
Melansir laman tirto.id, Quiet Quitting secara harfiah memiliki arti ‘berhenti diam-diam’. Meski begitu, kata ini mengandung makna yang cukup berbeda dari arti harfiahnya.
Quiet Quitting adalah sebuah aksi untuk tetap bertahan di pekerjaan saat ini dan bekerja seadanya.
Istilah ini disinyalir pertama kali muncul lewat akun Tiktok @zaidleppelin pada Juli 2022 lalu.
Dia berkata bahwa istilah ini digunakan untuk menunjukkan bahwa kita tidak keluar dari pekerjaan, tapi keluar dari gagasan untuk menjadi tak terbatas di tempat kerja.
“Kamu tidak keluar dari pekerjaanmu, kamu keluar dari gagasan untuk going above and beyond at work. Kamu tetap menjalankan kewajibanmu (dalam bekerja). Tetapi kamu tidak lagi menganut hustle culture.” Katanya, mengutip laman Kompas.com, Rabu (31/08).
Sebagai informasi, hustle culture adalah salah satu budaya kerja yang menempatkan para pekerja untuk bekerja melampaui batas.
Tidak ada batasan antara kehidupan dan pekerjaan. Kapan pun dan di mana pun, pekerja dituntut untuk terus bekerja.
Bertolak belakang dengan kultur yang orang-orang anggap toksik ini, quite quitting justru menggaungkan kita untuk menganut prinsip work-life balance.
Kerja seadanya, sesuai batas, sesuai bayaran, dan sesuai dengan batas waktu kerja saja.
Selepas itu, kamu punya hak untuk melakukan hal lain di luar pekerjaan, seperti menghabiskan waktu dengan keluarga, atau hal menyenangkan lainnya.
Quiet quitting juga memberikan orang keyakinan untuk bekerja seadanya, sesuai job desk, tanpa punya rasa ambisius terhadap pekerjaan yang mereka lakukan.
Sejarah Quiet Quitting
Melansir beberapa sumber, gerakan ini pertama kali muncul saat pandemi, dan kewajiban Work From Home diresmikan.
Saat Work From Home, seseorang cenderung bekerja dalam waktu yang tidak teratur dan berantakan. Tidak jarang, jam kerja menjadi lebih lama dari jam kerja seharusnya, yaitu 8 jam.
Sementara itu, kerja ekstra ini tidak sebanding dengan apresiasi yang perusahaan berikan kepada karyawan. Alih-alih, hanya cacian yang mereka dapatkan.
Akhirnya, ketimbang resign dan beradu dengan segala ketidakpastian di luar sana, muncullah opsi Quiet Quitting ini.
Direktur pelaksana perusahaan HRD di Singapura, Randstad menilai bahwa ini adalah bentuk pekerja yang merasa lebih berdaya untuk mengendalikan aspek hidupnya.
Dalam hal ini adalah pekerjaan dan kehidupan pribadinya.
“Apa yang dulunya merupakan tantangan pasif agresif dari work-life balance, sekarang menjadi permintaan yang sangat langsung. Itu bukan permintaan lagi. Ini adalah tuntutan.” Katanya, mengutip laman lifestyle.kompas.com, Rabu (01/09).
Apakah Benar-benar Bisa Menyehatkan Mental?
‘Gerakan’ yang masif tergaungkan di media sosial ini membuat kita bertanya-tanya, apakah benar membuat kita lebih sehat secara mental?
Melansir laman health.detik.com, Lee Chamber, seorang psikolog mengatakan bahwa gerakan ini bisa jadi coping mechanism untuk mengatasi burnout.
“Quiet quitting punya potensi meningkatkan batasan, sebagaimana juga membantu orang menjauhi produktivitas yang toksik.” Katanya kepada Healthline, melalui health.detik.com, Kamis (01/08).
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa gerakan ini membantu pekerja untuk punya kendali atas hal-hal dalam dirinya sendiri. Adalah kendali untuk istirahat, berkembang, dan menciptakan ruang untuk refleksi.
Selain itu, gerakan ini memungkinkan pekerja untuk mampu melekatkan kesejahteraan dalam hidupnya.
Tania Taylow, seorang psikoterapis juga mengamini gerakan ini. Dia menganggap bahwa sudah seharusnya rumah dan pekerjaan tidak berada dalam lingkup yang sama.
Dengan menciptakan batas antara kehidupan pribadi dan pekerjaan, memungkinkan seseorang untuk bisa memperkaya hal lain dalam hidupnya.
Salah satu yang menjadi contoh adalah dengan bersosialisasi dengan orang lain, yang otomatis akan meningkatkan produktivitas.
“Menghabiskan quality time secara positif dengan teman dan keluarga adalah kunci untuk meningkatkan kesejahteraan mental.” Katanya, mengutip laman yang sama.
Apa Dampak Quiet Quitting untuk Perusahaan dan Karyawan?
Sementara itu, jika kita telisik melalui sudut pandang perusahaan, ini tidak selamanya menguntungkan. Perusahaan akan cenderung merasa frustasi melihat kinerja pekerja yang seadanya.
Hal ini tentu karena memberikan potensi buruk untuk kemajuan perusahaan. Enggak cuma itu, Quiet Quitting juga memiliki dampak buruk untuk para pekerja.
Ini akan jadi bumerang buat kita, menjadikan kita kehilangan rasa terlibat, kehilangan tujuan, dan kepuasan dalam bekerja.
Padahal, ketiga hal ini tentu punya andil yang juga cukup besar untuk kesehatan mental kita.
“Penelitian menunjukkan bahwa kurang termotivasi dan kurang terlibat dalam pekerjaan dapat meningkatkan level depresi pada karyawan.” Kata Lee Chamber, seorang psikolog.
[Baca Juga: Startup Bubble Burst! Karyawan Kena PHK, Siap Penyesuaian Gaji?]
Jika pekerja melakukannya dalam kadar yang berlebihan, ini juga akan berpengaruh pada kemajuan karir serta kenaikan gaji karyawan.
Pakar perilaku di tempat kerja, Pattie Ehsaei, melalui laman lifestyle.kompas.com, menjelaskan soal ini.
“Kemajuan dan kenaikan gaji akan diberikan kepada mereka yang tingkat usahanya menjamin kemajuan, dan (mereka) yang melakukan secara minimum, tentu saja tidak (akan terjadi).” Katanya.
Pada kesempatan lain, Kelsey Wat, salah satu career coach juga menambahkan lewat sudut pandang lain.
Jika kita lakukan secara berlebihan, perilaku ini bisa secara bertahap menghilangkan investasi emosional yang kita miliki terhadap pekerjaan.
“Sebagian besar dari kita ingin bangga dengan pekerjaan yang kita lakukan dan kontribusi yang kita buat. Kita ingin melihat dampak kita dan berasa senang akan hal itu, Quiet quitting tidak memungkinkan kita untuk itu.” Katanya, mengutip laman yang sama.
Bagaimana Menerapkan Quiet Quitting yang Benar?
Bertolak belakang dengan manfaat buat para pekerja, ini juga tentu menjadi ancaman buat keberlangsungan kariernya.
Lantas, adakah cara atau strategi yang benar untuk menerapkan gaya hidup ini tanpa takut harus menghadapi risiko yang muncul karenanya?
Melansir beberapa sumber, berikut ini adalah langkah-langkah yang bisa kamu terapkan, agar tetap mendapatkan keseimbangan dalam mengejar karier tanpa meninggalkan kehidupan pribadi:
#1 Bekerja Sesuai Job Desc
Hal pertama yang wajib kamu lakukan adalah dengan tidak terlalu banyak mengambil inisiatif untuk bekerja di luar job desc.
Sesekali mungkin bisa kamu maklumi, apalagi kalau alasan di baliknya adalah untuk membantu kelancaran alur kerjamu juga.
Tapi jangan sampai kamu menjadi sasaran empuk di mana rekan kantormu banyak memanfaatkannya.
Fokuslah pada pekerjaan yang menjadi tanggung jawabmu, jangan biarkan orang lain mengeksploitasi kamu, ya!
#2 Membatasi Diri
Membatasi diri dalam hal ini adalah dengan tidak terlalu melibatkan diri pada drama atau gosip di kantor. Dalam beberapa budaya perusahaan, kantor adalah tempat paling tidak aman untuk memercayai satu orang.
Lagipula, kantor bukanlah tempat untuk mencari teman, tapi untuk menukar kinerjamu dengan uang. Oleh karena itu, usahakan untuk tidak terjerumus terlalu dalam pada drama perkantoran, ya!
#3 Mengerjakan Sesuai Porsi
Tips terakhir untuk bisa menerapkan quiet quitting dengan benar adalah dengan mengerjakan semua tanggung jawabmu sampai selesai.
Tidak perlu berkoar-koar tentang work life balance kalau pekerjaanmu saja masih berantakan. Pastikan kamu memperjuangkan hakmu setelah memenuhi semua kewajibanmu di kantor.
Bekerja sesuai porsi juga bicara tentang bagaimana kamu harus membatasi diri untuk tidak bekerja di luar jam kantor.
Jika jam kantor sudah selesai, segeralah pulang, jangan memberikan respon pada segala perintah yang datang di luar jam kantor.
Alih-alih, lakukan perintah tersebut keesokan harinya. Ini akan membuat orang lain sadar bahwa menghubungimu terkait pekerjaan di luar jam kantor adalah hal yang tidak bisa ia lakukan.
Kamu Tim Mana?
Baik itu quiet quitting atau hustle culture, adalah budaya hasil konstruksi manusia.
Tidak ada keharusan untuk mengikuti kedua prinsipnya, kalau kamu merasa tidak cocok dengan prinsip yang kamu bawa dalam hidup.
Karena faktanya, melakukan segala hal secara moderat adalah bagian terpenting yang kadang terabaikan oleh kita.
Apapun gerakan yang kamu lakukan, hal penting lainnya bagi seorang karyawan adalah bagaimana mengatur gaji supaya kebutuhan tetap bisa terpenuhi.
Untuk mengatur gaji dengan baik nyatanya tidaklah sulit, hanya saja kamu perlu merencanakannya dengan matang.
Kamu bisa dengan mudah mengikuti cara mengatur keuangan bagi karyawan dari ebook Finansialku berikut ini.
Ebook Panduan Sukses Atur Gaji Ala KARYAWAN
Download Sekarang, GRATISSS!!!
Jika kamu memiliki masalah keuangan, kamu bisa berdiskusi langsung dengan perencana keuangan Finansialku.
Hubungi perencana keuangan Finansialku untuk mendapat solusi terbaik permasalahanmu melalui aplikasi Finansialku atau WhatsApp di nomor 0851 5698 8473.
Bagaimana pendapatmu terkait ‘gerakan’ ini? Mari kita diskusikan di kolom komentar!
Editor: Ratna Sri H
Sumber Referensi:
- dr. Rizal Fadli. 30 Agustus 2022. Manfaat Quiet Quitting untuk Kesehatan Mental Karyawan. Halodoc.com – https://bit.ly/3cyBaqu
- AN Uyung Pramudiarja. 01 September 2022. Tren Baru ‘Quiet Quitting’ Tandingi ‘Hustle Culture’, Benarkah Lebih Sehat?. Health.detik.com – https://bit.ly/3cEJgO3
- Widya Islamiati. 29 Agustus 2022. Kenali Fenomena Quiet Quitting di Dunia Kerja yang Sedang Tren, dan Dampaknya. Lifestyle.bisnis.com – https://bit.ly/3wK411S
- Sekar Langit Nariswari. 01 September 2022. Quiet Quitting: Fenomena Kerja Seperlunya yang Melanda Anak Muda. Lifestyle.kompas.com – https://bit.ly/3pZTsUt
- Alinda Hardiantoro. 31 Agustus 2022. Mengenal Fenomena Quiet Quitting yang Sedang Tren di Dunia Kerja. Kompas.com – https://bit.ly/3Twhmoc
- R.A. Benjamin. 27 Agustus 2022. Quiet Quitting: Kami Tak Berhenti, tapi Bekerja Secukupnya. Tirto.id – https://bit.ly/3cCjVVc
dilema besar