Bagaimana perhitungan pajak bagi dokter yang memiliki klinik? Apa saja yang harus diperhatikan oleh pemilik usaha klinik?
Di saat pandemi seperti sekarang, tenaga kesehatan merupakan pionir dalam mengatasi situasi ini. Karena tenaga medis yang berjuang menyembuhkan dan berkontak langsung dengan pasien pasien COVID-19, salah satunya adalah dokter.
Definisi
Dokter dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah lulusan pendidikan kedokteran yang ahli dalam hal penyakit dan pengobatan.
Sedangkan, dalam Wikipedia Bahasa Indonesia Dokter (dari bahasa Latin yang berarti “guru”) adalah seseorang yang karena keilmuannya berusaha menyembuhkan orang-orang yang sakit.
Tidak semua orang yang menyembuhkan penyakit bisa disebut dokter. Untuk menjadi dokter biasanya diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus dan mempunyai gelar dalam bidang kedokteran.
Dasar Hukum Perpajakan
- UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaiamana telah diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
- Pasal 4 UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
- Pasal 21 ayat (1) dan 25 UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
- PP 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki peredaran bruto tertentu
- PER-4/PJ/2009 tentang petunjuk pelaksanaan pencatatan bagi WP OP
- PER-17/PJ/2015 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto
[Baca Juga: MUDAH! Gini Cara Perhitungan Pajak Penghasilan untuk Dokter]
Hak Perpajakan
Dalam melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya Dokter juga mempunyai hak-hak di bidang perpajakan seperti Wajib Pajak (WP) lainnya, di antaranya:
- Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pengarahan dari Petugas Pajak
- Hak untuk menyampaikan dan membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT)
- Hak untuk memperpanjang waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
- Hak pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
- Hak dalam hal ketika dilakukan pemeriksaan pajak
- Hak atas kelebihan pembayaran pajak
- Hak untuk mengajukan Keberatan, Banding, dan Peninjauan Kembali
- Hak kerahasiaan bagi WP
- Hak untuk Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran
- Hak untuk menggunakan norma penghitungan penghasilan neto
Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
Besaran persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk Dokter dapat dilihat di Lampiran I PER-17/PJ/2015 yaitu sebesar 50%.
Kewajiban
Selain hak, tentunya ada kewajiban di bidang perpajakan yang menyertai seperti WP lainnya, di antaranya:
Daftar Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
NPWP diberikan kepada WP Dokter yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
[Baca juga: 5 Cara Cek NPWP Masih Aktif atau Tidak]
Kewajiban Menghitung, Membayar, Memotong dan/atau Menyetor Pajak
Kewajiban WP untuk menghitung pajak yang terutang berdasarkan pembukuan atau pencatatan dan disesuaikan dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.
Setelah itu, WP memiliki kewajiban membayar atau menyetor pajak yang terutang ke kas negara melalui kantor pos dan/atau bank Badan Usaha Milik Negara atau bank Badan Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Dokter yang melakukan pekerjaan bebas wajib membayar angsuran PPh Pasal 25 setiap bulannya.
Apabila Dokter dalam melakukan pekerjaan bebas mempunyai karyawan, maka Wajib melakukan pemotongan PPh pasal 21 atas karyawan tersebut dan menyetorkan serta melaporkan PPh pasal 21 yang telah dipotong tersebut.
Kewajiban Mengisi dan Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)
Setiap WP yang telah terdaftar wajib mengisi dan menyampaikan SPT.
[Baca juga: DJP Pajak: Cara Mudah Lapor Pajak Tahunan Online]
Kewajiban Membuat Pembukuan atau Pencatatan Bagi WP
Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan WP Badan di Indonesia diwajibkan membuat pembukuan, sesuai ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU KUP.
Sementara itu, pencatatan dilakukan oleh WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dan WP Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Contoh Perhitungan Pajak
Berikut ini adalah contoh perhitungan pajak Dokter, sebut saja dr. Ali dengan ilustrasi sebagai berikut:
Ali adalah seorang dokter (belum menikah dan tidak memiliki tanggungan) yang bekerja di suatu rumah sakit swasta sebagai pegawai tetap dan membuka klinik pribadi di rumahnya.
Selain itu dr. Ali juga memiliki apotek di Jakarta. Pada tahun 2020, dr. Ali menerima gaji dari rumah sakit sebesar Rp 360.000.000, penghasilan dari klinik pribadi sebesar Rp 500.000.000, dan omzet usaha dari apotek pada tahun yang sama sebesar Rp 300.000.000.
[Baca Juga: Para Dokter, Inilah Strategi Mengelola Keuangan yang Tepat]
Bulan lalu, dr. Ali menerima form bukti potong 1721-A1 atas penghasilannya di rumah sakit swasta dengan nilai sebesar Rp 45.000.000.
Sesuai Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2009, penghasilan dr. Ali dari praktik dokter di rumah sakit, klinik pribadi dan penghasilan dari apotek merupakan objek pajak yang harus dihitung pajaknya dan dilaporkan dalam SPT Tahunan.
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-34/PJ/2010 tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan Beserta Petunjuk Pengisiannya sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2017 (PER 30/2017), dikenal adanya tiga bentuk formulir SPT Tahunan orang pribadi yaitu formulir SPT 1770, formulir SPT 1770 S dan formulir SPT 1770 SS.
Sesuai Pasal 1 PER 30/2017, dr. Ali diwajibkan menggunakan formulir SPT 1770 karena mempunyai penghasilan dari pekerjaan bebas, yaitu penghasilan dari klinik pribadi. Adapun untuk perhitungan pajaknya, berikut langkah-langkah yang dapat dilakukan.
Pertama, yaitu menentukan total penghasilan neto tidak final.
Penghasilan dari rumah sakit swasta bruto (gaji) Rp 360.000.000. Dikurangi biaya jabatan (5% x Rp 360.000.000, maks. Rp 6.000.000). Penghasilan neto dari gaji di rumah sakit swasta adalah Rp 354.000.000.
Perhitungan penghasilan neto dari klinik pribadi berbeda dengan perhitungan sebelumnya. dr. Ali telah menyampaikan pemberitahuan penggunaan norma ke KPP tempat terdaftar pada tanggal 27 Maret 2020 dan berdasarkan pencatatannya diketahui bahwa peredaran bruto selama tahun 2017 kurang dari Rp 4.800.000.000.
Sehingga, memenuhi syarat untuk menghitung penghasilan neto atas pekerjaan bebasnya menggunakan norma (besarnya norma untuk profesi dokter yang melakukan pekerjaan bebas di wilayah Jakarta berdasarkan PER-17/PJ/2015 adalah 50%).
Penghasilan neto = 50% x penghasilan bruto
Penghasilan neto = 50% x Rp 500.000.000
Penghasilan neto = Rp 250.000.000
Total penghasilan neto dr. Ali adalah Rp 354.000.000 + Rp 250.000.000 = Rp 604.000.000. Dikurangi dengan PTKP TK sebesar Rp 54.000.000 karena dr. Ali belum menikah dan tidak memiliki tanggungan.
Total penghasilan kena pajak dr. Ali adalah Rp 550.000.000. PPh terutang tarif pasal 17 UU PPh adalah sebagai berikut:
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp 250.000.000 = Rp 62.500.000
30% x Rp 50.000.000 = Rp 15.000.000
Total PPh = Rp 110.000.000
Dikurangi dengan bukti potong dari rumah sakit swasta Rp 45.000.000
Total PPh terutang pasal 29 dr. Ali adalah Rp 65.000.000
Sedangkan untuk angsuran PPh pasal 25 per bulan yaitu Rp 65.000.000 : 12 = Rp 5.417.000
Untuk penghasilan yang diperoleh dr. Ali dari apotek pengenaan pajaknya mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (selanjutnya disebut PP 23/2018) karena peredaran bruto apotek tersebut tidak melebihi Rp 4.800.000.000.
[Baca juga: Pelaporan SPT Pribadi Formulir 1770, 1770S, 1770SS]
Adapun pengenaan pajaknya dihitung dengan tarif sesuai Pasal 2 ayat (2) PP 23/2018 yang bersifat final sebesar 0,5% dengan perhitungan sebagai berikut:
PPh terutang = 0,5% x peredaran bruto
PPh terutang = 0,5% x Rp 300.000.000
PPh terutang = Rp 1.500.000
Dengan catatan PPh terutang ini dibayarkan sesuai dengan total omzet setiap bulannya maksimal tanggal 15 bulan berikutnya.
Kesimpulan
PPh terutang pasal 29 tahun 2020 yang harus dibayar oleh dr. Ali adalah Rp 65.000.000 beserta angsuran PPh pasal 25 untuk bulan-bulan selanjutnya sebesar Rp 5.417.000 setiap bulannya, angsuran ini nantinya dapat digunakan sebagai pengurang pajak dr. Ali di tahun pajak berikutnya.
Penghitungan pajak atas dokter disesuaikan dengan penghasilan apa dan bersumber dari mana saja yang diterima oleh dokter tersebut.
Seperti ilustrasi di atas yang menunjukkan terdapat 3 cara penghitungan pajak dokter dengan 3 sumber penghasilan yang berbeda.
[Baca Juga: Investasi untuk Dokter: Ketahui Hal Ini Sebelum Terjun Berinvestasi]
Sebagai langkah awal, setelah Anda membaca artikel dari Finansialku tentang cara menghitung pajak untuk dokter, Anda sudah mulai ikut berpartisipasi menjadi warga negara yang taat kepada pajak.
Anda perlu maju melangkah ke tahap selanjutnya untuk memulai mempraktikkan yaitu dengan cara menghitung, membayar dan melaporkan pajak. Orang jujur akan membayar pajak. Mulailah dari diri Anda dengan melakukan perubahan.
Apakah Sobat Finansialku ada masalah seputar pajak yang belum terselesaikan? Yuk, diskusikan keuangan Anda bersama Perencana Keuangan Finansialku untuk dapat solusinya.
Hubungi Perencana Keuangan Finansialku lewat aplikasi Finansialku atau bisa juga melalui link ini konsultasi.finansialku.com
Yuk, jadwalkan konsultasi sekarang untuk raih rencana keuangan Anda yang lebih baik lagi.
Nah, Sobat Finansialku itulah penjelasan mengenai pajak dokter yang memiliki klinik. Jika Anda memiliki pertanyaan atau komentar, silakan tulis di kolom di bawah ini.
Jangan lupa bagikan informasi ini pada rekan-rekan dokter lainnya. Terima kasih.
Editor: Ratna Sri H
dilema besar