Covid-19 bawa Indonesia ke jurang resesi, namun resesi ekonomi bukanlah yang terburuk. Setelah resesi, Indonesia masih terancam depresi ekonomi.
Apa itu depresi ekonomi? Cari tahu di bertita Finansialku berikut ini.
Rubrik Finansialku
Ekonomi Indonesia Dipastikan Masuk Zona Resesi
Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksikan ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga kembali negatif, setelah minus 5,32 persen pada kuartal kedua. Jika prediksi tersebut benar maka ekonomi Indonesia resmi masuk jurang resesi.
Kondisi resesi telah dikhawatirkan oleh banyak kalangan ekonom sebagai dampak dari pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia. Bahkan beberapa negara maju telah terperosok ke dalam jurang resesi ekonomi terlebih dahulu.
Lalu pada umumnya risiko setelah terjadi resesi, ancaman selanjutnya adalah depresi ekonomi.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal menerangkan, depresi adalah kondisi di mana suatu negara mengalami kontraksi pada pertumbuhan ekonominya yang berkepanjangan dan semakin dalam.
“Kalau dia sampai dua kuartal berturut-turut, misalnya year on year dia negatif, dia masuk resesi. Nah tapi kalau berkepanjangan, sampai bertahun-tahun kontraksinya, itu yang disebut depresi,” jelas Faisal dikutip dari Detikcom.
Lalu, apa perbedaan antara resesi ekonomi dan depresi ekonomi?
[Baca Juga: Daftar Stimulus Ekonomi Selama Pandemi Yang Bisa Dimanfaatkan]
Secara teknikal, resesi ekonomi adalah saat pertumbuhan ekonomi dalam dua kuartal berturut-turut mengalami pertumbuhan negatif secara tahunan.
Mengutip dari Kompas dari The Balance, resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung dalam beberapa bulan, umumnya dalam tiga bulan lebih.
Sejumlah indikator yang bisa digunakan suatu negara dalam keadaan resesi antara lain terjadi penurunan pada PDB, merosotnya pendapatan riil, jumlah lapangan kerja, penjualan ritel, dan terpuruknya industri manufaktur.
Saat resesi artinya, pertumbuhan ekonomi bisa sampai nol persen, bahkan minus dalam kondisi terburuknya. Pertumbuhan ekonomi selama ini jadi indikator utama dalam mengukur perkembangan dan kemajuan suatu negara.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diwakili oleh naiknya PDB. Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Beberapa variabel tersebut berupa faktor eksternal yang berada di luar kendali, seperti gejolak ekonomi global dan mekanisme pasar.
Sebagian kalangan menyebut negara bisa dikatakan mengalami resesi ketika pertumbuhan PDB sudah negatif dalam dua kuartal berturut-turut atau lebih. Namun resesi bisa saja terjadi terjadi sebelum laporan PDB triwulan dirilis.
Download Sekarang! Ebook PERENCANAAN KEUANGAN Untuk USIA 30-an, GRATIS!
Perbedaan Resesi dan Depresi Ekonomi
Bisa dikatakan tidak ada definisi standar terkait perbedaan resesi dengan depresi ekonomi.
Tetapi, depresi ekonomi biasanya digambarkan sebagai kondisi lebih parah anjloknya perekonomian dan berlangsung dalam waktu yang sangat lama atau berbulan-bulan lamanya.
Merangkum dari Kompas, perbedaan resesi dan depresi ekonomi bisa dilihat dari level penurunan PDB dan jangka waktunya. Depresi artinya memburuknya kondisi ekonomi yang lebih parah daripada resesi.
Resesi artinya terjadi saat PDB turun di kisaran minus 0,3 sampai 5,1 persen. Sementara depresi penurunan PDB berada di level minus 14,7 persen hingga 38,1 persen.
[Baca Juga: Ayo Menabung Demi Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia]
Jika dilihat dari jangka waktunya, lamanya resesi berlangsung selama minimal dua kuartal berturut-turut hingga 18 bulan lamanya. Sementara depresi ekonomi bisa berlangsung lebih dari 18 bulan.
Secara riil di lapangan, depresi bisa dilihat saat angka pengangguran meningkat karena pertumbuhan ekonomi yang minus dalam waktu yang panjang. Dilihat dari skalanya, resesi dan depresi ekonomi juga berbeda.
Resesi seringkali terbatas pada satu negara. Sedangkan depresi biasanya cukup parah dan bisa berdampak secara global.
Depresi Ekonomi Pernah Melanda Amerika Serikat
Amerika Serikat pernah mengalami masa depresi ekonomi pada tahun 1930 yang disebut dengan Great Depression atau Depresi Hebat.
Depresi Hebat adalah salah satu kemerosotan ekonomi paling parah dalam sejarah yang berlangsung dari 1929-1939.
Depresi Hebat dimulai di Amerika pada tahun 1929 sebagai resesi sebelum meluas secara global, terutama di Eropa.
Seperti halnya krisis ekonomi jangka panjang, tidak hanya ada satu peristiwa yang menyebabkan Great Depression.
Melainkan ada serangkaian peristiwa termasuk jatuhnya pasar saham pada tahun 1929 dan kekeringan yang parah di Dust Bowl pada tahun 1930-an.
Ekonomi AS sendiri sudah mengalami tren menurun selama musim panas sebelum kehancuran, dengan pengangguran meningkat dan manufaktur menurun, yang akhirnya membuat saham dinilai terlalu tinggi.
Kemudian pada 24 Oktober 1929, yang dikenal sebagai “Kamis Hitam,” investor menjual hampir 13 juta saham, memberi sinyal melemahnya kepercayaan.
Tak sampai situ, pengeluaran terhenti, utang bertambah, rumah disita, dan bank mulai bangkrut.
Kejatuhan pasar saham tersebut memicu kepanikan yang mengakibatkan penurunan tajam dalam belanja dan investasi konsumen, menyebabkan penurunan dalam industri manufaktur, dan meningkatkan pengangguran.
Bagaimana Sobat Finansialku tentang artikel di atas? Kamu bisa berbagi pandangan tentang masa sulit ekonomi akibat virus corona lewat kolom komentar di bawah inI!
Oh iya, sebarluaskan informasi ini kepada kawan dan sanak-saudara lewat platform yang tersedia di bawah ini.
Semoga bermanfaat, ya.
Sumber Referensi:
- Muhammad Idris. 22 September 2020. Mengenal Apa Itu Resesi dan Bedanya dengan Depresi Ekonomi. Kompas.com – https://bit.ly/2RQ8fQG
- Vadhia Lidyana. 24 September 2020. Beda Depresi dengan Resesi, dan Imbasnya Jika Terjadi ke RI. Finance.detik.com – https://bit.ly/3iZPFBk
- Admin. 20 September 2020. Arti Depresi Ekonomi, Ancaman Setelah Resesi. Cnnindonesia.com – https://bit.ly/3hXO8e2
- Tim Portal Majalengka. 23 September 2020. Cari Tahu Yuk, Perbedaan Istilah Resesi, Krisisi Ekonomi dan Depresi Ekonomi. Pikiran-rakyat.com – https://bit.ly/3cnZXcc
Sumber Gambar:
- Depresi Ekonomi – https://bit.ly/2RU9nTg
dilema besar