Penerapan Akad Murabahah dan Mudharabah Dalam Keseharian

Penerapan Akad Murabahah dan Mudharabah Dalam Keseharian

Akad menjadi bagian penting yang tak terpisahkan dalam setiap produk-produk keuangan syariah. Jika tidak ada akad, maka sebuah produk atau transaksi tidak bisa disebut sebagai syariah.

Namun, sayangnya masih banyak dari kita yang belum paham tentang cara kerja dan berbagai macam konsep akad itu sendiri. Salah satu yang sering membuat bingung masyarakat adalah penerapan akad murabahah dan akad mudharabah.

Nah, di artikel kali ini, saya akan membahas pengertian sederhana dari akad Murabahah dan akad mudharabah serta contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, agar Sobat Finansialku nggak kebalik-balik lagi atau bingung untuk mempraktikkannya.

 

Summary

  • Akad murabahah masuk ke dalam kategori akad pertukaran karena ada pertukaran antara uang dan barang. Murabahah adalah aktivitas jual beli baik secara tunai ataupun secara angsuran di mana aktivitas jual beli tersebut akan menghasilkan keuntungan bagi pihak penjual dalam bentuk margin.
  • Akad murabahah sering digunakan sebagai akad untuk pembiayaan KPR Syariah.
  • Akad mudharabah adalah akad yang masuk ke kategori percampuran karena mengandung unsur kerja sama atau syirkah. Mudharabah adalah aktivitas kerjasama antara pengelola usaha atau pebisnis/mudharib dan pemilik modal/shahibul maal.

 

Akad Murabahah dan Penerapannya

Yang pertama kita harus pahami dulu adalah penggolongan akadnya. Akad murabahah masuk ke dalam kategori akad pertukaran karena ada pertukaran antara uang dan barang.

Secara pengertian, akad murabahah diambil dari kata rabahah yang berarti keuntungan.

Lebih jelasnya, murabahah adalah aktivitas jual beli baik secara tunai ataupun secara angsuran di mana aktivitas jual beli tersebut akan menghasilkan keuntungan bagi pihak penjual dalam bentuk margin.

Margin ini sebaiknya diketahui oleh pembeli. Secara sederhana, segala macam transaksi jual beli yang mengandung keuntungan maka biasanya menggunakan akad murabahah ini.

 

Contoh Akad Murabahah Dalam Traksaksi Sehari-Hari

Saya sebagai penjual di pasar memiliki barang dagangan beberapa kemeja. Kemeja ini saya dapatkan dari pabrik seharga Rp 50.000 per potong. Di kios saya, kemeja ini saya jual seharga Rp 65.000 per potong.

Dari sana saya mengambil margin Rp 15.000 sebagai dasar keuntungan dan biaya operasional karena saya telah membawa kemeja tersebut dari pabrik ke kios di pasar.

Nah, apabila ada pembeli yang ingin mendapatkan kemeja tadi, mereka harus membayar Rp 65.000 sebagai harga jual dan berhak mendapatkan informasi tentang harga aslinya.

Nah, akad yang saya gunakan untuk bertransaksi dengan calon pembeli yang menginginkan kemeja tadi disebut dengan akad murabahah. Margin Rp 15.000 saya dapatkan sebagai keuntungan usaha yang telah disepakati oleh kedua belah pihak tanpa paksaan atau ancaman.

[Baca Juga: Mengenal SCF Syariah Sebagai Instrumen Baru Investasi Syariah]

 

Contoh Lainnya Dalam Produk Perbankan Syariah

Akad murabahah sering digunakan sebagai akad untuk pembiayaan KPR Syariah. Apabila ada calon nasabah ingin membeli rumah namun dengan cara KPR, maka yang terjadi adalah sebagai berikut.

Yang pertama, pihak Bank Syariah selaku Lembaga Keuangan akan membeli terlebih dahulu secara tunai rumah yang ingin nasabah miliki dari developer atau pengembangnya.

Sehingga yang terjadi kemudian adalah, pihak Bank Syariah akan menjual kembali rumah yang telah dibeli tadi kepada calon nasabah dengan margin tertentu yang telah disepakati.

Untuk KPR, maka pembayaran akan dilakukan dengan sistem cicil atau mengangsur sekian tahun sesuai kemampuan nasabah dan dengan margin yang sudah diketahuinya dari awal cicilan sampai dengan periode terakhirnya.

Keuntungannya, besarnya cicilan nasabah sudah dapat diketahui besar kecilnya sedari awal. Jadi sama sekali tidak terpengaruh dengan naik atau turunnya suku bunga kredit dari Bank Indonesia.

Ilustrasi Akad Murabahah dalam KPR Syariah. Sumber: Unsplash

 

Sebagai contoh:

Bapak Ahmad hendak membeli rumah dari Developer XY seharga Rp 500 juta. Karena kondisi ekonomi yang kurang memungkinkan, maka Bapak Ahmad mengajukan pembelian rumah melalui program KPR syariah di Bank Syariah BB.

Langkah selanjutnya, apabila segala persyaratan administrasi Bapak Ahmad terpenuhi, maka Bank Syariah BB akan segera membeli secara tunai rumah dari Developer XY seharga Rp 500 juta.

Lalu Bank Syariah BB akan mengambil margin keuntungan untuk dijual kembali ke Bapak Ahmad sebanyak Rp 300 juta selama 15 tahun karena Bapak Ahmad memiliki kesanggupan mengangsur dalam periode itu.

Sehingga, bapak Ahmad akan memiliki pinjaman syariah dengan akad murabahah kepada Bank Syariah BB sebanyak Rp 800 juta dan akan diangsur selama 15 tahun dengan besarnya angsuran yang sudah diketahui mulai bulan pertama sampai bulan terakhir.

Di sini terjadi proses pertukaran antara barang dan uang, serta transparansi besarnya angsuran yang harus dibayarkan Bapak Ahmad.

Sehingga, bapak Ahmad tidak perlu khawatir terhadap naik atau turunnya suku bunga kredit acuan dan bisa mengusahakan kenaikan penghasilannya di tahun-tahun mendatang agar tetap bisa sehat cashflow dalam mengangsurnya sampai selesai.

 

Akad Mudharabah dan Penerapannya

Akad mudharabah adalah akad yang masuk ke kategori percampuran karena mengandung unsur kerja sama atau syirkah. Secara pengertian, mudharabah diambil dari kata dharabah yang artinya saling memukul.

Pengertian secara umumnya adalah aktivitas kerjasama antara pengelola usaha atau pebisnis/mudharib dan pemilik modal/shahibul maal.

Mekanismenya, pemilik modal atau shahibul maal nantinya akan memberikan modal 100% kepada pengelola bisnis atau mudharib untuk menjalankan usahanya.

Setelah itu, akan terdapat bagi hasil antara pemilik modal dan pengelola bisnis apabila terjadi keuntungan maupun kerugian.

Yang pertama. Apabila terjadi keuntungan usaha, maka keuntungan akan dibagi menjadi dua sesuai dengan kesepakatan awal antara pemilik modal dan pengelola usaha.

Misalnya 40:60. Maksudnya apabila dalam sebuah usaha terjadi keuntungan dalam satu tahun, maka 40% dari total keuntungan akan diberikan kepada pemilik modal dan 60% keuntungan diberikan kepada pengelola usaha.

Yang Kedua. Apabila terjadi kerugian, maka kerugian pun akan dipikul berdua antara pemilik modal dengan pengelola usaha. Namun bedanya, pemilik modal akan menanggung seluruhnya terkait kerugian finansial yang timbul karena usaha tidak berjalan dengan baik.

Sedangkan, pengelola usaha atau pebisnis akan mendapatkan kerugian waktu, usaha, dan pikiran karena selama ini dia yang menjalankan usahanya sehari-hari.

Sebelum mengetahui penerapannya dalam sehari-hari, yuk tonton dulu video berikut ini tentang prinsip keuangan syariah.

 

Contoh Mudharabah dalam Kehidupan Sehari-Hari

Bapak Juan ingin menjalankan usaha warung mie ayam namun, ia tidak memiliki cukup modal. Oleh karena itu ia mengajak Pak Joddy sebagai pemilik modal untuk bisa membiayai segala kebutuhannya.

Pak Joddy akhirnya sepakat menjadi pemodal dan tertarik bekerjasama dengan Pak Juan menggunakan akad mudharabah. Pak Joddy memberikan Rp 20 juta kepada Pak Juan agar dapat menjalankan operasional usaha warung mie ayamnya.

Tidak terasa sudah satu tahun berjalan. Misalnya kesepakatan awal ada pembagian keuntungan 40:60.

Maka, Pak Juan terlebih dahulu harus mengembalikan modal Rp 20 juta kepada Pak Joddy dan membagi keuntungan yang didapatkan selama kurun satu tahun tersebut sesuai besaran persentase di awal.

Misal selama setahun untungnya Rp 10 juta, maka Pak Joddy akan mendapatkan bagian 40% dari 10 juta sementara Pak Juan mendapatkan bagian 60% dari 10 jutanya.

[Baca Juga: Mengenal Apa Itu Akad Mudharabah Pada Perbankan Syariah]

 

Nah, di sinilah indahnya akad mudharabah bagi pemilik modal dan pengelola usaha. Sebagai pemilik modal, tentu tidak akan berdiam diri karena telah berinvestasi.

Pemilik modal yang baik akan terus mendoakan usahanya berjalan lancar dan memberikan stimulus-stimulus baik itu motivasi, nasihat, strategi, maupun pelatihan kepada pengelola usaha agar mampu menjalankan usahanya dengan baik.

Ada timbal balik juga dari pebisnis yang menjalankan usahanya. Tentu dia juga tidak mau usaha yang telah menyita seluruh energi, waktu, pikiran, dan tenaga tidak memberikan keuntungan yang optimal.

Maka, pebisnis yang baik pun akan mencari segala cara, yang halal, untuk dapat menumbuhkan usahanya dan dapat memberikan keuntungan di akhir tahun berjalan.

Jadi, Sobat Finansialku sudah tidak bingung lagi kan dalam memahami akad murabahah dan mudharabah?

Jika masih ada pertanyaan atau opini, silakan tulis pada kolom komentar di bawah ini. Apabila Anda butuh untuk diskusi lebih dalam mengenai akad ini ataupun seputar keuangan syariah, Anda bisa konsultasikan bersama saya.

Hubungi saya di menu Konsultasi Keuangan di aplikasi Finansialku. Pastikan Anda sudah download aplikasi Finansialku di Play Store atau App Store. Anda juga bisa lakukan booking jadwal konsultasi lewat web konsultasi.finansialku.com.

 

Sobat Finansialku, apakah Anda sudah menerapkan kedua akad ini dalam kehidupan sehari-hari? Ceritakan pengalaman Anda pada kolom komentar di bawah ini. Jangan lupa untuk share artikel ini pada rekan-rekan lainnya. Semoga bermanfaat.

 

Editor: Ratna SH

dilema besar