Merambah Bisnis Non Batu Bara, Bagaimana Prospek INDY?

Merambah Bisnis Non Batu Bara, Bagaimana Prospek INDY?

Di tengah regulasi pemerintah terkait keran ekspor batu bara dan diversifikasi bisnis non-batu bara, bagaimana prospek Indika Energy? Yuk, kita bahas!

 

Business Profile PT Indika Energy Tbk

Indika Energy (INDY) merupakan perusahaan holding di sektor energi, batu bara adalah salah satunya. Bisnis Indika terdiri dari 4 portfolio bisnis, yaitu:

  • Sumber daya energi
  • Jasa energi
  • Infrastruktur energi
  • Bidang bisnis non-batu bara

New Portfolio Business INDY.
Sumber: Indikaenergy

 

Di tahun 2021, emiten ini telah melakukan proyek dengan ExxonMobil senilai US$ 115 juta. Di bisnis utilitites, emiten melakukan diversifikasi bisnis ke lini pabrik private untuk pembangunan infrastruktur Pelabuhan Patimban.

Pihak swasta turut berpartisipasi dalam bisnis ini. Pelabuhan Patimban ini nantinya akan menjadi salah satu solusi dari Pelabuhan Tanjung Priuk yang sudah overcapacity.

Indika Energy juga diketahui melebarkan sayap bisnis non-batu bara, khususnya bidang energi baru terbarukan (EBT) seperti PLTS dan kendaraan listrik.

Indika (INDY) juga merambah sektor panel surya hingga electric vehicle (EV), mulai dari pembuatan baterai listrik, hingga baterai daur ulang. Dengan masuknya sektor ini, INDY berharap dapat meningkatkan porsi pendapatan 50% di sektor non-batu bara pada 2025.

INDY sudah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan PT Indonesia Battery Corporation (IBC), Hon Hai Precision Industry Co. Ltd. (Foxconn), dan Gogoro Inc. (Gogoro) pada Jumat (21/1) lalu.

Kerja sama ini bertujuan untuk pengembangan ekosistem kendaraan listrik dan berbagai industri pendukungnya. Nantinya, kolaborasi ini akan dilakukan dengan skema Build, Operate & Localize (BOL) di Indonesia.

 

Kinerja Keuangan PT Indika Energy Tbk.

  • Cash INDY meningkat menjadi Rp 11,3 triliun pada 2021. Current ratio sebesar 1,78x dan Quick Ratio di level 1,75x.

Ratio ini menandakan risiko utang INDY dalam kondisi masih bisa diterima dan cukup aman karena menunjukan efesiensi siklus operasi perusahaan atau kemampuan mengubah produk menjadi uang tunai.

Selama penurunan harga batu bara, perusahaan memiliki strategi untuk menjaga kas dengan mengoptimisasi belanja barang barang modal.

  • Revenue INDY selama 2021 sebesar Rp 41,1 triliun, meningkat cukup signifikan dibandingkan pendapatan per 2020 yang hanya sebesar Rp 29,2 triliun.

Saat ini, sektor batu bara  menjadi tumpuan pendapatan INDY yang menopang lebih dari 80%. Sedangkan sisanya berasal dari sektor non-batu bara.

INDY masih mencatatkan Rugi bersih selama periode 2021, dengan NPM (Net Profit Margin) -113,5 miliar

Pertumbuhan Net profit INDY Selama 10 Tahun.
Sumber: RK Team

 

  • DER (Debt to Equity ratio) INDY pada 2021 sudah mencapai 2x, semakin besar ratio menandakan debt to equity ratio yang tidak baik.
  • ROE (Return On Equity) INDY masih mengalami minus, karena perusahaan belum bisa mencetak Laba bersih, ROE -10,0% pada 2021.

ROE (Return On Equity) INDY selama 10 tahun.
Sumber: RK Team

 

Jika melihat risiko bisnis batu bara milik INDY, dari Annual Report periode sebelumnya disampaikan bahwa pasokan batu bara dari seaborne mengalami pengetatan karena musim hujan yang lebat di Kalimantan.

Hal ini mengakibatkan banyak tambang batu bara mengalami banjir dan mempengaruhi kinerja perusahaan.

[Baca Juga: Bisnis Big Data, Apakah TLKM Cocok untuk Investasi Jangka Panjang?]

 

Outlook PT Indika Energy Tbk.

Harga Index Newcastle pada 26 Januari 2022 menunjukkan tanda penguatan dan tercatat di harga US$ 275,5 per ton.

Kenaikan harga batu bara yang melonjak dikarenakan tinggginya permintaan batu bara dan volume yang meningkat, namun cadangan yang semakin menipis.

Kenaikan batu bara sejak 2 bulan lalu pun tidak main-main, lebih dari 9%. Kenaikan ini disebabkan oleh supply terbatas, demand yang meningkat.

Pergerakan Harga Batu Bara Acuan Newcastle.
Sumber: Investing

 

Jika melihat outlook emiten batu bara ke depannya, dari sisi demand China dan negara maju lainnya, aktivitas impor negara musim dingin masih menjanjikan.

Prospek lainnya yang berasal dari kebutuhan dalam negeri, yaitu adanya peningkatan konsumsi batu bara signifikan pada sektor pembangkit listrik sebesar 56 Juta ton pada 2006 dan diperkirakan 123,2 ton pada 2025. Oleh karena itu, batu bara masih prospektif.

Batu bara  masih menjadi kontributor utama untuk pembangkit listrik domestik dalam jangka panjang. Pasokan listrik nasional diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,05% per tahun sepanjang 2020 – 2029, yang di mana setengah dari kapasitas baru berasal dari batu bara.

Sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Listrik (RUPTL) jangka panjang 2020 – 2029, pembangkit listrik berbahan bakar batu bara diperkirakan akan berkontribusi sebesar 60,7% dari bauran energi nasional di 2025 dan meningkat menjadi 65,0% di tahun 2029.

Trend pergerakan batu bara acuan harga domestik mengalami peningkatan selama 2021, dan berlanjut naik pada awal 2022.

Vaksin Covid-19 yang telah didistribusikan secara bertahap memberikan secercah harapan di tahun yang penuh dengan ketidakpastian.

Indika Energy akan mengurangi eksposur bisnis yang berkaitan dengan batu bara dan menambah porsi pendapatan 50% untuk non-batu bara pada 2025.

Emiten ini telah menandatangani scheme impementation deed untuk mengambil alih Nusantara Resources Limited (NUS). Nusantara Resources merupakan perusahaan yang mengelola tambang emas Awak Mas di Luwu, Sulawesi Selatan.

Awak Mas Gold Project.
Sumber: Nusantararesources

 

Bisnis energi terbarukan (renewable energy) menjadi prospek masa depan emiten ini, apalagi pemerintah juga sedang fokus pada hal ini.

Pemerintah juga sedang memberikan insentif berupa ekspor tarif untuk listrik yang dihasilkan pada Solar PV untuk investor yang masuk ke bisnis panel surya.

Selain itu, pemerintah juga mewajibkan bangunan-bangunan untuk menggunakan solar PV. Dengan latar belakang inilah prospek bisnis yang sedang dijajaki INDY semakin menarik.

Di tahun 2030 saja, sudah terwacana sebuah rencana tentang penggunaan EV untuk semua kendaraan dan tidak lagi diperbolehkan untuk menggunakan BBM oleh pemerintah.

 

Valuasi Saham

Harga saham sejumlah emiten energi, termasuk INDY, sempat berada dalam fase sideways panjang hingga akhir 2021.           

Rencana bisnis INDY yang menggaet IBC, Foxconn dan Gogoro dalam ekosistem EV juga sempat mendongkrak pergerakan saham INDY, yang melesat 24,92% pada 24 Januari 2022.

Pergerakan harga saham INDY (1 year).
Sumber: tradingviews

 

Hingga penutupan market saat tulisan ini ditulis (26 Januari 2022) saham PT Indika Energy berada di zona hijau setelah menguat 3,98% ke level 1.960/lembar.

Dengan indikator PER INDY -89,74xyang menandakan perusahaan masih mengalami rugi bersih (operasional perusahaan tidak menghasilkan laba).

Target rata-rata untuk emiten ini ada pada kisaran 2.295-2.300/lembar, dengan estimasi tertinggi mencapai 3.000/lembar.

Jika Sobat Finansialku ingin mengetahui informasi lebih mengenai investasi saham, Sobat Finansialku bisa mengikuti online course Value Investing Fundamental. Untuk info lengkapnya, klik gambar di bawah ini!

 

Kesimpulan

  • Bisnis INDY di sektor energi memang bergantung pada prospek batu bara, namun rencana emiten untuk diversifikasi di kemudian hari jadi menarik untuk dipantau.
  • Sentimen larangan ekspor batu bara tidak berdampak terlalu signifikan jika hanya berlaku beberapa minggu terakhir.
  • Yang perlu diwaspadai oleh investor pada emiten subsektor coal production adalah kondisi cuaca (curah hujan dan debit air di jalur perairan) sangat mempengaruhi kegiatan produksi Perusahaan.
  • Perusahaan ini menjadi salah satu yang memiliki peluang untuk memenuhi pasokan batu bara.
  • Harga batu bara memang tidak bisa diprediksi, namun jika melihat bagaimana krisis energi yang terjadi di China, maka harga batu bara bisa meningkat ke depannya seiring demand-supply.
  • Kinerja keuangan dari perusahaan ini belum memuaskan, emiten yang masih mencetak rugi bersih dan memang harus selalu berhati-hati dalam mengatur utang.
  • Pergerakan saham sektor batu bara juga umumnya relatif searah, untuk Anda yang ingin berinvestasi di sektor ini baiknya lebih memperhatikan perusahaan yang paling likuid. Timing di market sangat penting saat berinvestasi di sektor ini.
  • Risiko berinvestasi pada saham energi yang perlu diwaspadai ke depan antara lain potensi kemunculan varian baru Covid-19, isu disrupsi suplai dan volatilitas harga energi yang memberi ketidakpastian pada tingkat inflasi.
  • Risiko pada stabilitas keuangan emerging markets.
  • Selain itu, normalisasi kebijakan moneter negara maju dengan menaikkan suku bunga, tensi geopolitik yang masih tinggi, dan isu perubahan iklim juga menjadi risiko-risiko yang perlu diwaspadai ke depan.

 

Disclaimer-on: Tulisan ini untuk EDUKASI, bukan SARAN INVESTASI. Penulis memegang saham terkait. Penulis tidak terafliasi dengan perusahaan yang disebutkan atau anak usaha.

Penyebutan nama saham tidak bermaksud memberikan opsi buys/sell atau pun rekomendasi untuk saham tertentu. Artikel menunjukkan fakta dan analisa dari penulis.

Berdasar laporan keuangan dan diambil dari sumber dianggap terpercaya. Data dapat berubah tergantung kondisi. Seluruh tulisan dan tanggapan adalah opini pribadi.

 

Bagaimana pendapat Sobat Finansialku mengenai informasi di atas? Yuk, tulis opini Anda di kolom komentar dan jangan lupa share informasi ini pada Sobat Finansialku lainnya. Semoga bermanfaat.

 

Editor: Ratna SH

Sumber Referensi:

Kontan.co.id, Market.bisnis.com, CNN Indonesia, RTI, Indopremier (IPOT), Stockbit, Laporan Keuangan Kuartal III-2021(idx.co.id), www.indikaenergy.co.id

dilema besar