Dalam Islam, sumber prinsip ekonomi dan keuangan adalah syariah. Lantas bagaimana mengatur keuangan keluarga muslim menurut syariah dengan mudah?
Cari tahu melalui TTS berikut ini yuk!
Rubrik Finansialku
Teka Teki Silang Seputar Mengatur Keuangan Keluarga Muslim
Sebelum membahas tentang cara mengatur keuangan keluarga muslim coba cek pengetahuanmu dengan menjawab soal TTS berikut ini!
Konsep Dasar Keuangan Islam
Dalam pandangan Islam, Allah SWT telah menciptakan alam semesta untuk kepentingan seluruh umat manusia.
Allah SWT telah membuat sumber daya alam ini bagi manusia dengan bertanggung jawab menggunakannya, membentuknya, dan merubahnya menurut kebutuhannya.
Segala usaha yang dilakukan oleh manusia pada prinsipnya adalah untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya di dunia.
Namun dalam hal pengelolaan ekonomi dan keuangan perlu adanya dasar-dasar yang sesuai dengan norma masyarakat dan agama. Dalam hal ini sesuai dengan prinsip dan tuntunan agama Islam.
[Baca Juga: Apa Sih Makna Kebebasan Finansial Islam? Simak di Sini!]
Di dalam Islam, sumber prinsip ekonomi dan keuangan Islam adalah syariah. Syariah adalah prinsip yang terungkap (revealed principles) dan ini menjadi acuan prinsip keuangan dalam Islam.
Sebagai contoh: prinsip atau teori permintaan yang menyatakan bahwa harga dan permintaan atas barang-barang tertentu adalah saling mempengaruhi.
Selain itu dalam upaya atau usaha dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dan keuangan perlu adanya prinsip-prinsip yang dijalankan sesuai tuntunan ajaran Islam (syariat), antara lain:
#1 Berusaha Hanya Untuk Mengambil yang Halal dan Baik
Pertama-tama, Islam mengajarkan agar dalam berusaha hanya mengambil yang halal dan baik (thayyib) karena Allah SWT. telah memerintahkan kepada seluruh manusia.
Selain itu, kita tidak boleh mengikuti langkah-langkah syaitan dengan mengambil yang tidak halal dan tidak baik. Sebagaimana Allah SWT. berfirman dalam QS. al-Baqarah (2): 168)
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
“Hai sekalian manusia, makanlah (ambillah) yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
Oleh karena itu dalam berusaha, Islam mengharuskan manusia untuk hanya mengambil hasil yang halal, meliputi halal dari segi materi, halal dari cara perolehannya, serta juga harus halal dalam cara pemanfaatan atau penggunaannya.
Banyak manusia yang memperdebatkan mengenai ketentuan halal ini. Padahal bagi umat Islam acuannya sudah jelas, yaitu sesuai dengan sabda Rasulullah saw. dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim:
عَنِ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: (( إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ، وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ، لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ، أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى، أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ، أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ )). رواه البخاري ومسلم، وهذا لفظ مسلم.
“Dari al-Nu’man bin Basyir berkata bahwasanya saya mendengarkannya berkata bahwa saya mendengar Rasulullah saw. berkata di sisi al-Nu’man dengan mendekatkan ke telinganya: Sesungguhnya perkara halal itu jelas dan perkara haram itupun jelas, dan diantara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (meragukan) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Oleh karena itu, barangsiapa menjaga diri dari perkara syubhat, ia telah terbebas (dari kecaman) untuk agamanya dan kehormatannya. Dan orang yang terjerumus ke dalam syubhat, berarti terjerumus ke dalam perkara haram, seperti penggembala yang menggembala di sekitar tempat terlarang, maka kemungkinan besar gembalaannya akan masuk ke tempat terlarang tadi. Ingat! Sesungguhnya di dalam tubuh itu ada sebuah gumpalan, apabila ia baik, maka baik pula seluruh tubuh, dan jika ia rusak, maka rusak pula seluruh tubuh, tidak lain ia adalah hati.” (HR. Muslim).
Jadi sesungguhnya yang halal dan yang haram itu jelas. Bila masih diragukan maka sebenarnya ukurannya berkaitan erat dengan hati manusia itu sendiri, bila hatinya jernih maka segala yang halal akan menjadi jelas.
Dan sesungguhnya segala sesuatu yang tidak halal, termasuk yang syubhat, tidak boleh menjadi objek usaha dan karenanya tidak mungkin menjadi bagian dari hasil usaha.
#2 Halal Cara Perolehan: Melalui Perniagaan yang Berlaku Secara Rela Sama Rela
Allah telah memerintahkan kepada orang yang beriman agar hanya memperoleh keuntungan dari sesamanya hanya dengan jalan perniagaan (baik perniagaan barang atau jasa) yang berlaku secara rela sama rela, sesuai QS. al-Nisa (4): 29.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu …”
Jalan perniagaan itu sendiri mungkin sudah cukup jelas, namun untuk lebih menjelaskan kaidah berlaku secara rela sama rela, bukan sekedar suka sama suka.
#3 Halal Cara Perolehan: Berlaku Adil dan Menghindari Keraguan
Kemudian dalam melakukan perniagaan, Islam mengharuskan untuk berbuat adil tanpa memandang bulu, termasuk kepada pihak yang tidak disukai. Karena orang yang adil akan lebih dekat dengan takwa, sesuai firman Allah dalam QS. al-Maidah (5): 8.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ لِلَّهِ شُهَدَآءَ بِٱلْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَـَٔانُ قَوْمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ ۚ ٱعْدِلُوا۟ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat dengan taqwa …”
Bahkan Islam mengharuskan untuk berlaku adil dan berbuat kebajikan, di mana berlaku adil harus didahulukan dari berbuat kebajikan. Dalam perniagaan, persyaratan adil yang paling mendasar adalah dalam menentukan mutu dan ukuran baik takaran maupun timbangan.
#4 Halal Cara Penggunaan: Saling Tolong Menolong Dan Menghindari Risiko Yang Berlebihan
Sebagai abdi dan khalifah Allah SWT di muka bumi, manusia diwajibkan untuk memanfaatkan sumber daya (alam, harta, dan sebagainya) yang telah dititipkan Allah SWT. untuk kemaslahatan manusia.
Untuk itu manusia harus bekerjasama, saling tolong menolong karena manusia memang ditakdirkan untuk diciptakan dengan perbedaan, di mana sebagian diantaranya diberi kelebihan dibandingkan sebagian yang lain, dengan tujuan agar manusia dapat bekerjasama untuk mencapai hasil yang lebih baik, sesuai dengan firman Allah dalam QS. al-Zukhruf (43): 32.
أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَتَ رَبِّكَ ۚ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۚ وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا ۗ وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
Atas sumber daya (alam, harta, dan sebagainya) yang dititipkan oleh Allah SWT. kepadanya, manusia dilarang untuk mengambil risiko yang melebihi kemampuan yang wajar untuk mengatasi risiko tersebut.
Walaupun risiko tersebut mempunyai probabilitas untuk membawa manfaat, namun bila probabilitas untuk membawa kerugian lebih besar dari kemampuan menanggung kerugian tersebut, maka tindakan usaha tersebut adalah sama dengan mengeluarkan yang lebih dari keperluan, sehingga harus dihindari.
[Baca Juga: Para Muslim, Sudah Tahu Cara Menyimpan Uang Menurut Islam?]
Mengatur Keuangan Keluarga Muslim
Dengan berlandaskan pada prinsip dasar diatas, maka dalam pengaturan keuangan keluarga muslim Anda dapat fokus pada tiga hal dibawah ini,
#1 Konsep Pemasukan
Anda harus memastikan kejelasan halal dan haram penghasilan yang diterima untuk keluarga. Bahkan untuk harta yang subhat pun tidak diperbolehkan.
Dalam proses pencarian nafkah, sesuai QS An Nisa 34, yang berkewajiban adalah seorang suami.
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Maka dari itu, perlu untuk dipahami bagi seorang suami yang memberikan nafkah keluarga sangat memperhatikan dengan baik sumber penghasilan yang ia peroleh sudah jelas ke-halalan-nya.
#2 Konsep Pengeluaran
Untuk membantu dalam mengatur pengeluaran agar tidak berlebihan, Anda perlu untuk mencatat apa saja kebutuhan prioritas keluarga. Mulailah memahami apa saja kebutuhan keluarga mulai dari tabungan, tagihan rumah, listrik, telepon, biaya servis, kesehatan, dan sebagainya.
Dalam mengatur pengeluaran dalam keluarga, penting untuk mengatur kemampuan belanja sesuai kondisi keluarga. Tidak boleh untuk terlalu berlebihan dan juga tidak boleh bersikap pelit. Upayakan untuk selalu merasa cukup (qana’ah).
[Baca Juga: Bagaimana Seharusnya Distribusi Kekayaan Dalam Islam?]
Secara bahasa qana’ah artinya ridha. Qana’ah artinya ridha dengan pemberian Allah. Adapun wujud qana’ah yaitu merasa cukup dengan pemberian Allah, tidak tamak terhadap apa yang dimiliki manusia, tidak iri melihat apa yang ada di tangan orang lain dan tidak rakus mencari harta benda dengan menghalalkan semua cara, sehingga dengan semua itu akan melahirkan rasa puas dengan apa yang sekedar dibutuhkan.
Tentang sikap qana’ah, Ibnu Qudamah dalam Minhajul Qashidin menyampaikan hadis dalam Shahih Muslim dan yang lainnya, dari Amr bin Al-Ash radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
قَدْ أفْلَحَ مَنْ أسْلَمَ وَرُزِقُ كَفَا فًا، وَ قَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ
“Beruntunglah orang yang memasrahkan diri, dilimpahi rizki yang sekedar mencukupi dan diberi kepuasan oleh Allah terhadap apa yang diberikan kepadanya.” (HR Muslim, At-Tirmidzi, Ahmad dan Al-Baghawy)
Sesungguhnya di dalam qana’ah itu ada kemuliaan dan ketentraman hati karena sudah merasa tercukupi, ada kesabaran dalam menghadapi hal-hal yang syubhat dan yang melebihi kebutuhan pokoknya, yang semua itu akan mendatangkan pahala di akhirat.
Dan sesungguhnya dalam kerakusan dan ketamakan itu ada kehinaan dan kesusahan karena dia tidak pernah merasa puas dan cukup terhadap pemberian Allah.
#3 Konsep Pengembangan Keuangan
Islam mengajarkan untuk mengelola keuangan dengan baik. Hal ini sebagaimana harta dalam Islam adalah alat untuk dapat melaksanakan kehidupan yang lebih baik dan juga memberikan manfaat yang banyak bagi umat.
Terlebih dalam Islam terdapat aturan zakat untuk membersihkan harta sekaligus menjaga keseimbangan ekonomi dalam islam.
Harta tidak boleh berputar pada orang-orang kaya saja. Haruslah rata dan dapat membangkitkan ekonomi umat. Untuk itulah konsep zakat ini ada.
Hukum zakat pendapatan dalam Islam adalah bernilai wajib, untuk itu zakat penghasilan adalah sesuatu yang tidak boleh ditinggalkan bagi mereka yang sudah mencapai nasabnya. Zakat dan sedekah ini adalah hal yang perlu dipertimbangkan dan masuk dalam rencana keuangan keluarga.
Zakat dalam Islam adalah tanggung jawab setiap orang dan keluarga yang memiliki harta lebih.
Tak boleh ada harta yang berlebihan dalam tiap keluarga, melainkan harus ada distribusi ekonomi dari zakat mal misalnya, untuk dapat menciptakan keadilan di masyarakat.
[Baca Juga: Serba-Serbi Zakat Penghasilan, Zakat Fitrah, dan Zakat Mal]
#4 Konsep Penyimpanan
Terakhir, kita dianjurkan untuk bisa menyimpan sebagai harta untuk keperluan masa depan. Yang jelas, tempat menyimpan ini juga harus sesuai syariat Islam dan tidak boleh riba.
Selain itu, tujuan keuangan yang dicapai dalam proses penyimpanan ini juga harus yang halal dan baik, misalnya untuk rumah tinggal, penyembelihan qurban, rencana ibadah haji, dll.
Ebook Panduan Sukses Atur Gaji Ala KARYAWAN
Download Sekarang, GRATISSS!!!
Anda kini sudah tahu bagaimana mengatur keuangan dalam ajaran Islam. Apa Anda mau mempraktikkannya?
Punya pendapat lain mengenai artikel ini? Anda bisa mengungkapkannya dalam kolom komentar di bawah.
Jika artikel ini bermanfaat, jangan lupa bagikan pada sanak saudara Anda supaya hidup lebih berkah.
Sumber Referensi:
- Khoiruddin Hasibuan, Lc, M.A. 1 Juli 2019. Konsep Dasar Ekonomi dan Keuangan Islam. Mahkamahagung.go.id – https://bit.ly/3rPIp01
Sumber Gambar:
- Islamic Financing – https://bit.ly/3s4BRuy, https://bit.ly/392H8tD, https://bit.ly/3pPeEuq, https://bit.ly/2L0UiiZ, https://bit.ly/3b61dlC
dilema besar