Dari mana uang berasal? Siapa yang menciptakan uang? Simak penuturan Joseph Pangaribuan melalui bukunya ‘Delusi Moneter’ berikut.
Buku Delusi Moneter banyak mengungkap fakta menarik yang lumayan membuka mata mengenai utang dan krisis moneter.
Tak hanya itu, sistem barter di Indonesia ternyata masih kurang kuat buktinya bahwa pernah ada sistem ekonomi seperti ini di Indonesia, lho!
Simak yuk dari penulisnya langsung, Joseph Pangaribuan pada artikel di bawah ini!
Rubrik Finansialku
Joseph Pangaribuan
Joseph Pangaribuan adalah seorang penulis buku Delusi Moneter, dimana sehari-harinya dia bekerja sebagai investment analyst di PT Samuel Asset Management.
Pekerjaanya menganalisis perusahaan industri dan juga ekonomi. Kemudian hasilnya diberikan rekomendasi ke fund manager sebagai bahan pertimbangan investasi buat mereka nantinya.
Hal yang melatarbelakangi terciptanya buku ini adalah waktu Joseph mencoba untuk mempelajari kembali ekonomi secara filosofis dan menemukan banyak kejanggalan-kejanggalan dalam ilmu ekonomi mainstream yang ada saat ini.
Joseph melihat ini ada suatu kesalahan dari apa yang kita pelajari di text book yang sering kita pakai. Oleh karena itu, Joseph merasa terbeban untuk menulis sebuah buku yang anti mainstream.
Nah, lebih jelasnya, yuk simak perbincangan Finansialku bersama Joseph Pangaribuan dalam video Founder & Money berikut ini:
Buku berjudul Delusi Moneter dengan sub judul Paradigma yang Berbeda tentang Uang, Sistem Keuangan dan Permasalahannya.
Delusi sendiri merupakan apa kita yakini tetapi sebenarnya secara fakta akurasinya lemah. Sedangkan moneter berhubungan dengan uang dan sistem keuangan.
Dengan pengertian tersebut, maka buku Delusi Moneter ini banyak membahas sesuatu yang kita yakini dalam hal uang dan sistem keuangan tetapi sebenarnya hal itu tidak nyata.
Buku: Delusi Moneter dari Joseph Pangaribuan
Delusi yang paling menarik dibahas dalam buku ini adalah tentang uang. Pertanyaannya adalah dari mana uang itu pertama kali berasal?
Pada umumnya praktisi keuangan menjawab bahwa uang berasal dari Bank Sentral atau pemerintah. Menurut Joseph, uang berasal dari Bank umum yang diperkuat dengan beberapa fakta temuannya.
Tahun 2014 ada sebuah laporan dari Bank Sentral Inggris yang cukup menarik berjudul Money in Modern Economy. Buletin ini mendiskripsikan dari mana uang berasal.
Sebelum buletin ini keluar, terjadi perdebatan antara ekonom mainstream (ortodoks) dengan anti-mainstream (heterodoks) tentang dari mana uang berasal.
Dari sisi mainstream, yakni Bank Sentral, uang itu di lipat gandakan namun bagi heterodoks uang diciptakan oleh Bank.
Laporan tersebut mendukung dari sisi heterodoks yang menyatakan bahwa uang berasal dari Bank dimana Bank Sentral Inggris mengatakan bahwa uang yang mayoritas beredar tersebut berasal dari Bank.
Cara utama Bank menciptakan uang adalah melalui kredit; sehingga uang adalah utang. Jadi pengertian Bank sebagai lembaga intermediasi yang kita yakini selama ini itu merupakan kesalahan.
Namun utang tidak selamanya seperti utang yang diterbitkan melalui Bank bayangan atau obligasi perusahaan.
[Baca Juga: Prinsip Ekonomi: Pengertian, Ciri-ciri, Jenis, Manfaat dan Tujuan]
Dijelaskan juga di dalam buku ini, pertumbuhan uang dan utang sulit dikendalikan oleh otoritas moneter atau pemerintah sehingga menjadi akar sejumlah permasalahan terutama ketimpangan dan krisis ekonomi.
Belakangan muncul pernyataan lainnya dari Mervyn King, yakni Gubernur Bank of England tahun 2003-2013 yang belum lama menulis buku berjudul The End of Alchemy: Money, Banking and the Future of the Global Economy, menyatakan bahwa konsep yang yang berkembang selama ini terkait penciptaan uang itu salah. Sebenarnya yang menciptakan uang adalah bank melalui kredit.
Argumen lainnya adalah dari akutansinya sendiri. Jika kita mengatakan Bank sebagai lembaga intermediasi, maka kita harusnya melihat ketika Bank menyalurkan kredit ia mengambilnya dari reserve yang ada di aset Bank.
Ketika orang datang ke Bank menaruh simpanan di liabilities-nya Bank maka menjadi reserve di asetnya Bank.
Ketika Bank menyalurkannya, maka reserve diambil di aset disalurkan sebagai kredit juga di aset. Sehingga reserve berkurang dan kredit bertambah.
Kenyataannya pada akutansi tidak seperti itu. Bank tidak mengambil reserve. Jadi, muncul secara simultan kredit di sisi aset dan simpanan di sisi liabilities.
Berikutnya, pembuktian investigasi selanjutnya Joseph mengambil dari Richard Werner, seorang Professor di University of Southampton yang melakukan simulasi mengambil kredit di sebuah Bank kecil di Jerman.
Ketika Bank tutup, dia mengajukan pengambilan kredit dan menemukan bahwa uang tidak berasal dari reserve tetapi muncul di kredit Bank di sisi aset dan simpanan di sisi liabilities.
Dengan bukti seperti itu, Joseph menyimpulkan bahwa uang mayoritas dalam sistem berasal dari Bank ketika dia memberikan kredit.
Kembali menjadi pertanyaan bagi kita apakah text book masih relevan untuk kita sedang disana mereka menjelaskan sebaliknya.
Lalu, Bagaimana Bank Memenuhi Reservenya?
Selain memberikan kredit dan menciptakan uang, sebenarya ketika Bank membeli aset lain, misal surat berharga, dia menciptakan uang (aset lagi).
Akan muncul obligasi di sisi aset dan bagi penjual obligasi akan mendapatkan uang di simpanannya. Sehingga aset dan liabilities sudah balance.
Maka, obligasi ini yang nantinya dijual ke Bank Sentral sebagai cadangan. Nah, cadangan inilah yang nantinya akan digunakan untuk clearing.
Namun pada akhirnya, delusi tadi banyak yang membuat berbeda dengan sisi mainstream.
Lembaga keuangan diluar Bank tidak menciptakan uang. Mereka hanya menggunakan uang yang telah beredar di sistem yang diciptakan oleh Bank. Begitu pun dengan obligasi.
Ketika obligasi diterbitkan, Bank tidak mencetak uang. Mereka hanya mengambil uang yang ada di sistem yang sudah diciptakan Bank.
Membahas Cryptocurrency dan Masa Depan
Uang yang kita bahas tadi merupakan uang fiat yang merupakan uang dengan asal nilainya dari regulasi atau hukum pemerintah.
Uang fiat diakui secara legal karena negara mengakui ketika kita membayar pajak dengan uang tersebut negara mengakuinya.
Itulah yang membedakan denga cryptocurrency. Sampai saat ini uang cryptocurrency belum diakui sebagai alat pembayaran pajak.
Yang berikutnya, cryptocurrency tidak termasuk dalam money supply. Justru yang terjadi kita membeli cryptocurrency dengan uang dari Bank.
Jika dilihat, uang bisa diakui sebagai alat pembayaran yang sah jika masyarakat mengakui dan government pun juga mengakui.
Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan crypto nantinya akan dipakai sebagai mata uang yang sah. Hal itu mungkin terjadi jika crypto bisa diterima sebagai alat pembayaran pajak.
[Baca Juga: Sifat Cryptocurrency: Sifat Transaksional dan Sifat Moneter]
Selain membahas cryptocurrency, di dalam bukunya Joseph juga menjelaskan tentang sejarah uang, salah satunya sistem barter yang umum diketahui.
Nyatanya, sistem barter sebenarnya tidak ada. Arkeolog dan sejarawan tidak menemukan bukti adanya transaksi barter. Yang ada adalah gift ekonomi (ekonomi hadiah).
Sederhananya, “ketika saya memberikan sesuatu kepada orang lain, maka orang tersebut berhutang kepada saya. Ketika nantinya saya meminta hal lain kepada yang bersangkutan, maka orang tersebut akan mengingat bahwa dia dulu telah memberikan sesuatu kepada saya”.
Lebih lanjut, Joseph Pangaribuan dalam Founder & Money juga berbagi terkait sistem keuangan baru yang berkembang tentang e-money dan P2P Lending.
Menurut Joseph, dalam pengelompokan uang, e-money termasuk dalam uang kartal. Seperti kita tahu uang kartal adalah uang logam dan kertas.
E-money setara dengan dua jenis uang tersebut. E-money berasal dari reserve Bank yang ditukarkan sebagian menjadi uang logam dan kertas.
Hal sama terjadi di e-money. Bank menukarkan reserve-nya dalam bentuk e-money.
Sedangkan P2P Lending pada dasarnya merupakan shadow Bank, meneruskan uang yang ada dalam sistem. Jika kita belajar krisis di masing-masing negara, salah satu indikatornya adalah kenaikan kredit dari shadow Bank ini.
Biasanya shadow Bank memberikan kredit dengan cara lebih banyak spekulasinya.
Padahal sebenarnya kalau kita lihat kembali funding mereka besar sekali. Krisis di tahun 2008 pun juga salah satu indikatornya kenaikan kredit dari shadow Bank.
“Terlalu banyak kredit dilakukan dengan salah yaitu menggunakan spekulasi. Seharunya, kita menerbitkan utang/kredit untuk sesuatu hal yang berguna, misalnya, untuk working capital sehingga menaikkan ekonomi. Bukan malah menaikkan kredit untuk stock buyback atau spekulasi di properti, kita harus menghindari tersebut. Indonesia masih jauh dari hal tersebut.”
Ungkap Joseph dalam wawancara bersama Finansialku.
Jadi, bagaimana pendapatmu tentang artikel di atas? Kamu bisa ungkapkan pesan dan kesanmu melalui kolom komentar di bawah ini.
Bagikan juga artikel ini pada rekan-rekanmu ya!
Sumber Gambar:
- Joseph Pangaribuan 01 – https://bit.ly/3g7olj1
- Joseph Pangaribuan 02 – https://bit.ly/31npTB2
- Buku Delusi Moneter – https://bit.ly/2ZdhIop
dilema besar