Pasar dikejutkan dengan keputusan AS yang mengubah status Indonesia dari negara berkembang jadi negara maju. Namun hal ini tak sepenuhnya positif.
Apa dampak dari perubahan status Indonesia ini? Simak dalam artikel Finansialku berikut ini.
Kronologi Indonesia Dikeluarkan dari Daftar Negara Berkembang
Pada 10 Februari 2020, pemerintah AS telah membuat kebijakan baru dengan menerbitkan pengumuman Federal Register Vol. 82 No. 27. melalui pengumuman tersebut, AS resmi mengeluarkan sejumlah negara dari daftar negara berkembang atau Developing and Least-Developed Countries.
Negara-negara yang dikeluarkan dari daftar negara berkembang ini, tersebar dari benua Asia, Eropa, Amerika, dan juga Afrika.
Di bawah ini, adalah daftar negara yang telah dikeluarkan dari daftar negara berkembang versi AS, beserta alasannya…
Negara-negara yang dikeluarkan dari daftar negara berkembang tersebut, sejalan dengan keputusan AS yang tengah mengurangi jumlah negara berkembang yang berhak mendapatkan fasilitas istimewa.
Fasilitas itu disebut sebagai fasilitas Special Differential Treatment (SDT). Dalam fasilitas Special Differential Treatment (SDT) itu, terdapat fasilitas de minimis thresholds untuk margin subsidi agar penyelidikan anti-subsidi bisa dihentikan berkurang menjadi 1%.
Sehingga ke depannya, batas minimum nilai barang impor AS dari negara maju yang dibebaskan dari penyelidikan bea masuk anti-subsidi berubah menjadi 1%. Lebih kecil dari batas de minimis negara berkembang sebesar 2%.
Selain itu, fasilitas negligible import volumes yang semula tersedia untuk negara berkembang, kini tidak bisa lagi digunakan oleh negara-negara yang sudah dihapus dari daftar negara berkembang.
Tak lama dari itu, pemerintahan Trump juga membuat perubahan dalam Undang-Undang Pemulihan Perdagangan atau yang disebut Trady Remedy Law. Nantinya peraturan tersebut, bisa memberikan penalti perdagangan bagi negara-negara yang sudah dinilai maju.
Tujuan AS Cabut Status Negara Berkembang
Berdasarkan informasi dari Perwakilan Perdagangan AS atau Office of The US Trade Representative (USTR).
Penghapusan negara dari daftar negara berkembang tersebut, tidak lepas dari tujuan AS yang ingin mengurangi ambang batas, dan lebih memudahkan AS dalam penyelidikan negara-negara yang menerima subsidi ekspor.
Penyelidikan yang dilakukan oleh AS ini dinilai penting, karena AS merasa banyak negara-negara yang sebenarnya tak lagi layak menerima subsidi ekspor itu. AS pun merasa diperlakukan tidak adil oleh WTO, dalam hal perdagangan antaranegara.
Pasalnya negara-negara berkembang versi WTO, bisa mendapatkan keistimewaan berupa bea masuk dan bantuan lainnya dalam aktivitas ekspor dan impor.
Definisi Negara Berkembang dan Negara Maju
Dari sejumlah kronologi di atas, setidaknya membuat kita ingin lebih tahu apa yang menjadi pembeda, antara negara berkembang dan juga negara maju. Jadi sebelum melanjutkan pembahasan, Penulis akan sedikit mengulas mengenai perbedaannya..
Negara maju, biasa ditandai dengan Pendapatan Nasional Bruto (PNB) per kapita yang tinggi. Diikuti dengan standar hidup yang relatif tinggi, melalui teknologi yang maju dan juga ekonomi yang merata.
Sementara negara berkembang, mengindikasi pertumbuhan suatu negara dengan tingkat kesejahteraan yang rendah.
Di sisi lain, indeks perkembangan manusia masih tercatat di bawah standar normal. Dan untuk pembangunan infrastruktur pun, juga belum maksimal.
Bahkan industri belum berkembang, dan daya saing di pasar internasional juga terbilang rendah.
Sampai di sini, setidaknya kita sudah bisa lebih memahami definisi dari masing-masing negara. Baik untuk negara maju dan negara berkembang. Lantas bagaimana dengan Indonesia, jika dilihat dari kacamata mata AS ?
[Baca Juga: Fokuskan Investasi Jangka Panjang! Cari Tahu Alasannya Di Sini]
Fakta Indonesia Dikeluarkan dari Daftar Negara Berkembang
Hal lain yang harus diperhatikan, negara-negara yang dikeluarkan dari daftar negara berkembang sebenarnya bukanlah keputusan dari Bank Dunia, melainkan versi AS melalui USTR. Bahkan AS juga menetapkan tiga kriteria baru, di mana sebuah negara tak lagi masuk daftar negara berkembang.
Kriteria pertama, negara-negara dengan GNI > US$ 12.375 per tahun. Kriteria kedua, negara dengan pangsa perdagangan dunia di atas 0.5%. Kriteria ketiga, negara berkembang yang merupakan anggota Uni Eropa, OECD, dan juga G-20.
Indonesia sendiri menjadi salah satu negara yang dicabut status negara berkembangnya, karena masuk dalam kategori kedua dan ketiga. Di mana Indonesia yang memiliki kontribusi lebih dari 0,9% pangsa total perdagangan dunia, dan juga tergabung dalam anggota organisasi ekonomi internasional.
Sehingga Indonesia dinilai tidak lagi diperbolehkan menerima preferensi khusus sebagai negara berkembang dalam WTO.
Dampak Bagi Indonesia
Dengan dihapusnya Indonesia dari negara berkembang, sebenarnya tidak serta merta membuat Indonesia menjadi negara maju secara utuh. Bahkan tidak ada jaminan, bahwa negara maju bisa terus menguntungkan.
Justru sebaliknya, Indonesia akan menghadapi tantangan baru. Di mana segala bentuk kemudahan negara berkembang tidak lagi didapatkan oleh Indonesia, karena dianggap sudah lebih mampu.
Dengan begitu, tentu akan berdampak terhadap fasilitas-fasilitas negara. Untuk itu, di bawah ini Penulis akan memaparkan sejumlah dampak yang mungkin timbul, pasca Indonesia dikeluarkan dari Daftar Negara Berkembang.
Dampak buruk yang mungkin akan diterima oleh Indonesia ke depannya, adalah :
Ke depannya, neraca perdagangan Indonesia berpotensi defisit. Sebagai negara maju, ekspor Indonesia justru bisa menurun. Hal ini dikarenakan barang-barang ekspor Indonesia nantinya akan dikenakan tarif lebih mahal, daripada negara berkembang lainnya.
Di mana AS sudah mengatur pajak-pajak impor atas barang ekspor Indonesia yang akan lebih tinggi, termasuk dengan bea masuknya pasca menjadi negara maju. Padahal sepanjang Januari 2020 kemarin, neraca perdagangan Indonesia sudah defisit sebesar US$ 864 juta.
Tingginya bea masuk atas barang ekspor Indonesia itu, diakibatkan oleh insentif GSP (Generalized System of Preferences) AS yang mungkin tidak lagi didapatkan Indonesia.
Fasilitas insentif GSP ini adalah kebijakan pemberian potongan bea masuk impor yang rendah. Sehingga, Indonesia yang kini menjadi negara maju, berpotensi membayar bea masuk dengan tarif normal.
Kondisi ini memungkinkan, produk Indonesia akan semakin sulit bersaing di pasar internasional. Beda halnya dengan saat Indonesia belum dicabut dari daftar negara berkembang. Di mana produk ekspor Indonesia masih dikenakan GSP.
Jadi ketika barang Indonesia masuk ke AS, harganya bisa lebih kompetitif dan bersaing dengan produk dari negara lain.
[Baca Juga: Gebrakan Erick Thohir dan Perusahaan BUMN Di Masa Depan]
Selain daripada itu, produk Indonesia juga bisa lebih rentan terkena tuduhan subsidi dalam kegiatan perdagangan dengan AS. Hal ini diakibatkan oleh fasilitas de minimis thresholds, untuk subsidi perdagangan Indonesia yang lebih rendah menjadi 1% saja.
Sebagai imbasnya, tuduhan subsidi ini bisa dengan mudah diperkarakan. Kemungkinan Indonesia akan semakin sulit untuk membela diri, apalagi untuk membuktikan bahwa Indonesia tidak mensubsidi produk-produk tersebut.
Sementara dari sektor keuangan, Indonesia berpotensi tidak mendapatkan fasilitas pendukung dalam hal pembiayaan. Sebut saja, fasilitas Official Development Assistance (ODA) yang menjadi alternatif pembiayaan dari pihak eksternal untuk melaksanakan pembangunan sosial dan ekonomi.
Fasilitas ini tidak hanya berperan sebagai pendanaan atau pinjaman bagi negara berkembang, namun juga membantu negara berkembang mendapatkan bunga yang rendah atau lebih ringan dalam berhutang. Dan juga kemudahan untuk melakukan angsuran, nampaknya Indonesia akan sedikit mengalami kesulitan.
Tidak hanya itu saja, untuk fasilitas lain seperti keistimewaan dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama mungkin tidak lagi didapatkan oleh Indonesia.
Nah, sebagai tambahan informasi yang perlu kita ingat, bahwa sumber pendanaan Indonesia selama ini, berasal dari lembaga internasioal seperti IMF dan juga/atau World Bank. Sedangkan untuk negara-negara lain seperti China dan Jepang.
Meski Indonesia akan menghadapi sejumlah kondisi yang kurang mendukung seperti di atas. Setidaknya hal itu masih akan terbantu dengan beberapa dampak positifnya.
Indonesia bisa meningkatkan kembali daya saing global melalui kualitas produk. Sebagai negara maju industri Indonesia sudah seharusnya bisa lebih kompetitif dan bisa bersaing tanpa fasilitas.
Bahkan sebenarnya, Indonesia masih bisa membuka peluang untuk mencari pasar di luar AS. Lantaran sampai saat ini, masih ada beberapa negara tujuan ekspor yang masih luput dari perhatian Indonesia. Seperti Afrika, Asia Selatan, atau bahkan kawasan Indo-Pasifik.
Atau dengan kata lain, status Indonesia yang sudah menjadi negara maju, sebenarnya adalah peluang yang memudahkan perluasan pasar ekspor Indonesia ke negara lain.
Di samping itu, dampak positif lainnya adalah keran investasi asing yang diprediksikan akan semakin lancar. Sehingga bisa menarik minat investasi asing masuk ke Indonesia.
Kesimpulan
Terhitung sejak Februari 2020 kemarin, Indonesia resmi naik status dari negara berkembang menjadi negara maju. Indonesia bukan satu-satunya negara yang dikeluarkan oleh AS, dari daftar negara berkembang. Melainkan masih ada sejumlah negara lainnya yang juga ‘naik level” menjadi negara maju.
Tujuan AS mengeluarkan Indonesia dan beberapa negara lain dari daftar negara berkembang, tidak lain adalah untuk memperkecil daftar negara-negara dengan kategori berkembang, dan kurang berkembang.
Agar AS bisa mengurangi ambang batas, dan mudah melakukan penyelidikan terhadap kegiatan subsidi ekspor. Hal ini terjadi, karena AS khawatir ada praktik perdagangan yang tidak benar. Di mana ada negara-negara yang sebenarnya tak lagi layak menerima subsidi ekspor itu.
Di samping itu, status Indonesia yang kini berubah menjadi negara maju pun tak sepenuhnya disambut positif.
Mengingat dengan Indonesia dikeluarkan dari daftar negara berkembang, justru menyebabkan Indonesia kehilangan segala bentuk kemudahan yang tersedia dalam fasilitas perdagangan internasional.
[Baca Juga: Investor Pemula, Gunakan Metode Ini Untuk Memvaluasi Saham]
Seperti subsidi perdagangan antarnegara, dan fasilitas Official Development Assistance (ODA) untuk pembiayaan pembangunan dan ekonomi. Bahkan Indonesia berpotensi tidak mendapatkan bunga yang rendah dalam berhutang, ataupun bantuan angsuran akan mengalami kesulitan.
Selain itu, Indonesia tidak lagi diistimewakan dalam pelaksanaan perjanjian kerja sama antarnegara lainnya.
Kendati demikian, kondisi ini masih menyimpan sisi positifnya. Di mana Indonesia yang resmi menjadi negara maju, tentu bisa lebih percaya diri untuk meningkatkan lagi daya saing globalnya.
Bahkan bisa mendorong, optimisme industri Indonesia agar bisa lebih kompetitif. Tidak hanya itu, Indonesia semakin memiliki peluang untuk menyasar pasar ekspor di luar AS.
Setidaknya dengan Indonesia dikeluarkan dari daftar negara berkembang, kita harus menyadari bahwa memang sebaiknya Indonesia tak lagi bergantung pada fasilitas kemudahan perdagangan internasioal.
Semata-mata, hanya untuk memajukan perindustrian dalam negeri. Apalagi dengan Indonesia menjadi negara maju di awal tahun 2020 ini, sudah lebih cepat dari target yang ditetapkan pemerintah bahwa Indonesia bisa menjadi negara maju di tahun 2045 mendatang.
Itu artinya Indonesia memiliki pekerjaan rumah yang sangat menantang, khususnya dari sisi perindustrian. Di mana Indonesia harus melakukan efisiensi, menurunkan biaya logistik dan produksi, hingga meningkatkan produktivitas.
Nah itu dia hal-hal yang menjadi dampak berubahnya status Indonesia dari negara berkembang menjadi negara maju.
Yuk share artikel ini agar semakin banyak orang yang terliterasi informasi.
Artikel ini merupakan hasil kerja sama Finansialku.com dengan Rivankurniawan.com.
Sumber Referensi:
Sumber Gambar:
- 01 – https://bit.ly/323nCdm
- 02 – https://bit.ly/3muViu6
- 03 – https://bit.ly/39Ws0iY
- 04 – https://bit.ly/3s53a6u
dilema besar