Apakah kabar tidak jadi naiknya harga ESDM setelah sebelumnya dikabarkan naik membawa sentimen negatif untuk PGAS?
Artikel ini dipersembahkan oleh
Company Profile PGAS
PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. atau biasa dikenal dengan nama PGN (Persero) adalah sebuah perusahaan BUMN yang telah didirikan sejak 1859.
PGAS pertama kali didirikan dengan nama Firma L. J. N. Eindhoven & Co. Gravenhafe. PGAS akhirnya telah menjadi milik pemerintah Indonesia sejak tahun 1958 dengan nama Badan Pengambil Alih Perusahaan-Perusahaan Listrik dan Gas (BP3LG), yang kemudian nama ini diganti lagi menjadi BP-PLN pada tahun 1961.
PGAS pertama kali mencatatkan namanya di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 15 Desember 2019 silam dan sampai sekarang, Perseroan merupakan salah satu perusahaan dengan kapitalisasi pasar yang cukup baik pula.
PGAS dapat dikategorikan juga sebagai salah satu saham yang masuk ke kategori value stocks.
[Baca Juga: Core Stocks VS Value Stocks, Mana yang Lebih Baik Dikoleksi?]
PGAS adalah perusahaan nasional Indonesia yang bergerak di bidang transportasi dan distribusi gas bumi yang berperan besar dalam pemenuhan gas bumi domestik.
Pada tanggal 11 April 2018, Pemerintah Republik Indonesia telah mengalihkan seluruh kepemilikan Saham Seri B di PGN kepada Pertamina sebagai bagian dari proses pembentukan Holding Minyak dan Gas.
Berita akan Dinaikkannya Harga Gas Bumi
Rumor akan naiknya harga gas bumi telah didengar dari bulan September 2019 kemarin. Rumornya, harga gas akan naik 10% ke USD 10,2 per MMBTU pada November 2019.
Alasan-alasan yang mendasari mengapa harga gas bumi direncanakan untuk naik salah satunya adalah karena PGAS belum menaikkan harga gas sejak 6 tahun lalu sejak 2013.
Bahkan, ketika harga minyak dunia sempat naik, PGAS tetap tidak menaikkan harga gas bumi demi mendukung kebijakan pemerintah agar harga gas domestik tetap kompetitif.
Selain itu, Perseroan ingin meningkatkan layanan penyaluran gas bumi bagi pelanggan. Beberapa pelanggan ada yang meminta untuk mendapatkan tagihan riil tak hanya per bulan untuk mengontrol pemakaian gas bumi di industri mereka.
Untuk memenuhi permintaan pelanggan tadi, PGAS harus memasang alat tertentu, yang tentunya juga memakan biaya. Perseroan juga berencana untuk meningkatkan akurasi terhadap penyaluran gas yang dikirim dengan menggunakan sistem alat ukur yang baru setelah mengikuti aturan dan instruksi dari Kementrian Perdagangan.
Tentu, banyak pro-kontra terhadap isu naiknya harga gas bumi ini. Salah satu yang sedikit clash adalah terkait dengan Perpres No 40/2016 di mana pada pasal 3 ayat (1) di Perpres tersebut menyatakan bahwa harga gas bumi tidak lebih tinggi dari USD 6 per MMBTU.
Banyak juga pihak industri yang tidak setuju terkait akan dinaikkannya gas bumi ini. Alasannya adalah karena akan meningkatkan beban operasional industri dan dapat menjadikan industri domestik tidak kompetitif.
Di lain sisi, rumor kenaikan harga gas bumi ini justru direspon positif oleh market. Terlihat, ketika rumor ini menyeruak ke permukaan, harga saham PGAS langsung meningkat dari sekitar Rp 2.000,- per lembar pada 9 Oktober 2019 sampai ke Rp 2.440,- per lembar dalam kurang lebih 3 minggu.
Sayangnya, ketika rumor itu semua dibantah, market langsung merespon dengan negatif. Keluarnya berita bahwa rumor tadi tidak akan direalisasikan, membuat harga PGAS langsung jatuh dari Rp 2.440,- per lembar ke Rp 1.850,- per lembar hanya dalam waktu 2 hari perdagangan.
Tetapi, apakah harga gas yang tidak jadi naik ini memang menjadi sentimen negatif bagi PGAS dan dapat memperlambat kinerja perusahaan?
Ditolaknya Permohonan Untuk Menaikkan Harga Gas Bumi
Keluarnya rumor tentang akan naiknya harga gas, dan telah direspon oleh market dengan positif, tak lama berselang itu keluar pernyataan dari Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas ESDM, Djoko Siswanto, yang menyatakan bahwa rencana untuk menaikkan harga gas bumi tadi batal.
Alasannya cukup general, jika harga gas bumi naik, maka cost juga akan naik dan nantinya akan mempengaruhi harga jual. Bila pada akhirnya harga jual tinggi dikhawatirkan tidak dapat bersaing dengan negara-negara lain.
Tidak cukup untuk “hanya” disampaikan oleh PLT Dirjen, tak tanggung-tanggung, Presiden Joko Widodo juga memastikan bahwa tidak akan ada kenaikan harga gas untuk industri.
Jokowi meminta Menteri ESDM, Arifin Tasrif, untuk menghitung kembali komponen harga gas bagi kebutuhan industri. Tujuannya adalah agar para produsen yang memproduksi gas bumi ini dapat melakukan efisiensi cost juga dalam perusahaannya.
Tetapi satu hal yang perlu Anda ketahui, sebenarnya dalam menaikkan harga gas bumi, PGAS tidak membutuhkan persetujuan dari Kementrian ESDM. Hal ini dikarenakan adalah bisnis model dari PGAS berbentuk B2B, yang artinya bersumber dari kesepakatan antara dua pihak.
Di luar itu, pemegang mayoritas saham PGAS adalah Kementrian BUMN, bukan Kementrian ESDM. Dan perlu Anda ketahui juga bahwa dari Kementrian BUMN belum mengeluarkan pernyataan apapun terkait rencana kenaikan harga gas bumi.
Jadi, meskipun sekarang keluar berita terkait harga gas bumi tidak jadi dinaikkan, tidak menutup kemungkinan kenaikan harga gas bumi akan terjadi di masa yang akan datang.
Kinerja Operasional dan Prospek PGAS Ke Depannya
Kinerja terbaru PGAS di Q3 2019, bila kita hanya melihat output akhir saja, memang terlihat sedikit mengalami perlambatan. Di sisi bottom line, laba bersih PGAS turun -47,16% yoy.
Kinerja PGAS yang tertekan sekarang ini seiring dengan penurunan pada pos pemasukan, dan tingginya beban pokok perusahaan, penurunan laba dari entitas ventura bersama, dan juga beban penurunan nilai properti minyak dan gas.
Padahal di sisi topline, pendapatan PGAS “hanya” turun sebesar 2,69% YoY. Penurunan tadi bila kita lihat lebih detail, terlihat bahwa lini usaha PGAS yang mengalami penurunan paling dalam adalah penjualan minyak dan gas neto dari production sharing contract (PSC) yang turun sebesar -33,87%.
Berikutnya juga terjadi penurunan dari pendapatan sewa pembiayaan dari kerja pengangkutan gas GTA (Gas Transportation Agreement) Kalija Tahap I sebesar -47,77% yoy.
Perlu Anda ketahui bahwa segmen pasar PGAS mayoritas adalah ke Industri (distribusi gas bumi PGAS ke industri berkontribusi 99,74% dari total pendapatan). Sedangkan, pendapatan PGAS sendiri juga mayoritas berasal dari distribusi gas (berkontribusi sebesar 77,61% dari total pendapatan).
PGAS sendiri menguasai dan mengoperasikan kurang lebih sebesar 96% dari total infrastruktur gas di Indonesia. Tetapi, meskipun sudah terlihat besar cakupannya, ternyata PGN baru memenuhi 20% kebutuhan infrastruktur gas bumi.
Artinya, masih ada potensi pasar di Indonesia sebesar 80% yang dapat diincar oleh PGAS. Tetapi, tidak akan mudah karena harus banyak berurusan dengan regulasi dan peraturan yang mengikat.
Terbaru, PGAS juga baru saja menandatangani Nota Kesepahaman Kerja Sama dalam rangka Sinergi BUMN yang dilakukan oleh dan antara Bapak Andreas Widodo, Direktur Utama PT Energy Management Indonesia (Persero), dengan Direktur Infrastruktur dan Teknologi PGAS.
Tujuan dari penandatanganan nota kesepahaman ini adalah untuk para pihak akan melaksanakan kerja sama dengan ruang lingkup antara lain kegiatan-kegiatan konsultasi dan pendampingan guna meningkatkan peran PGAS sebagai pengelola Gas Bumi.
[Baca Juga: Prinsip Dasar Price vs Value: Mengapa Investor Saham Perlu Memahaminya?]
Naik turunnya harga gas bumi, sebenarnya tidak akan langsung mempengaruhi kinerja perusahaan. Rumor tadi malah membuat masyarakat awam berbondong-bondong untuk membeli saham PGAS, yang sebenarnya kinerjanya masih sama saja dalam jangka waktu itu.
Salah satu masalah yang mungkin dihadapi oleh PGAS adalah tentang rendahnya net profit margin perusahaan berpelat merah ini. Per tahun 2019, NPM PGAS telah jatuh cukup jauh dari tertingginya pada 2011 – 2012 silam di mana ketika itu NPM PGAS bisa mencapai di atas 30%.
Ke depannya, Perseoran masih memiliki beberapa proyek hasil kerja sama dengan beberapa pihak maupun institusi.
Salah satunya adalah proyek Masela yang diserahkan ke PGAS, pergantian pipa di blok Rokan, dengan tujuan untuk membuat distribusi gas menjadi lebih lancar di masa yang akan datang.
PGAS juga mulai masuk dan lebih serius menggarap segmen bisnis penyaluran gas CNG (compressed natural gas) dan LNG (liquefied natural gas) yang diharapkan dapat menjadi source of income yang baru bagi PGAS.
Kesimpulan
Batal naiknya harga gas bumi – yang dijelaskan oleh pihak yang bersangkutan tadi, sebenarnya tidak berpengaruh terlalu signifikan ke kinerja operasional PGAS.
Karena artinya, rumor pertama mengatakan harga gas akan naik, yang kemudian pupus karena munculnya rumor kedua yang menyatakan bahwa harga gas tidak akan naik.
Dari segi harga gas bumi maupun operasional PGAS tetap berjalan seperti biasa. Well, artinya, tidak ada yang berubah, bukan? Perseroan justru masih memiliki banyak proyek kerja sama dengan banyak pihak lain.
Salah satunya yang tadi telah Penulis bahas, terkait MoU dengan PT Energy Management Indonesia. Ada juga proyek-proyek lain yang dimiliki PGAS yang dapat menunjang kinerja perusahaan.
Mengingat PGAS menguasai 96% pasar distribusi gas di Indonesia, tentu saja PGAS sekarang berada di posisi yang cukup nyaman dari tantangan kompetitor. Tetapi, PGAS tidak boleh bersantai begitu saja menanggapi perubahan yang ada, harus tetap bersiap.
Ebook GRATIS, Panduan BERINVESTASI SAHAM Untuk PEMULA
Bagaimana menurut Anda mengenai artikel di atas? Yuk kemukakan pendapat di kolom komentar.
Bagikan juga artikelnya bila dirasa bermanfaat!
Sumber Referensi:
Sumber Referensi:
- PGAS – http://bit.ly/3635liK, http://bit.ly/3sNkgYf
dilema besar