Harga Besi Naik, Apa Efeknya Bagi Emiten Besi?

Harga Besi Naik, Apa Efeknya Bagi Emiten Besi?

Kenaikan harga besi menjadi salah satu dampak negatif dari perang. Apa kabar emiten besi di bursa saham?

Mari cari tahu jawabannya bersama-sama lewat artikel Finansialku berikut ini!

 

Kenaikan Harga Besi Capai 60% Apa Kabar Emiten Besi di Bursa Saham?

Adanya perang antara Rusia dan Ukraina tentu memberikan dampak negatif bukan cuma untuk sector politik saja, tapi sektor ekonomi yang juga kena imbasnya.

Salah satu yang jadi perbincangan hangat adalah kenaikan harga besi yang mencapai 60% dari harga sebelumnya.

Hal ini terjadi karena mayoritas palladium diekspor oleh Ukraina, di mana negara tersebut memberikan kontribusi sebesar 15,6% perdagangan besi di dunia.

Bukan Cuma Ukraina, negara Rusia juga menyumbang cukup banyak persentase ekspor baja global, yaitu 10%.

 

Sementara itu, untuk mengisi kekosongan ini, dikatakan bahwa hanya negara China yang bisa melakukannya, maka tak heran kalau harga besi di China pun ikut naik.

Melansir laman market.bisnis.com, pada Jumat (04/03/22), harga bijih besi terpantau naik sebanyak 5,9% menjadi 764 yuan per ton di China.

Di Shanghai Futures Exchange, kontrak Mei teraktif untuk baja jenis hot rolled coil naik sebesar 2,5% menjadi 5.158 yuan per ton.

Maryadi Santana, salah satu perencana keuangan dari Finansialku, mengatakan kalau sebenarnya, kenaikan harga besi ini sudah mulai terlihat dari tahun lalu.

“Kalau ditarik ke tahun 2021, sebenarnya harga besi sudah naik karena beberapa faktor.” Katanya.

 

Faktor-faktor tersebut antara lain:

  • Kenaikan harga dasar biji besi, yang disebabkan oleh kenaikan jumlah permintaan.
  • Permintaan yang besar, karena adanya perbaikan ekonomi setelah awal pandemi, di mana banyak negara yang memulai kembali proyek infrastrukturnya.
  • Persediaan yang tidak sepadan. Permintaan yang banyak ini tidak sepadan dengan persediaan dari biji besi itu sendiri, akhirnya menimbulkan kenaikan harga besi.
  • Denda dari pemerintah China terhadap industri besi karena dianggap telah menyumbang polusi terbesar saat itu, yang akhirnya membuat produsen mau tidak mau menaikkan harga besi.

 

Bicara soal kenaikan biji besi, yang menjadi salah satu komponen penting untuk pembuatan barang otomotif, maka kita tidak bisa menghiraukan kemungkinan adanya perubahan harga dari perusahaan-perusahaan besi dan otomotif yang melantai di Bursa Efek Indonesia.

Berikut adalah analisis yang dilakukan oleh Maryadi:

 

#1 KRAS (Krakatau Steel)

Maryadi mengatakan kalau perusahaan ini akan merasakan dampak yang paling dalam dari fenomena kenaikan harga besi saat ini.

Kenaikan bahan baku tentu mau tidak mau akan menaikkan harga jual juga. Tetapi, Maryadi mengatakan kalau biasanya kenaikan harga jual ini tidak akan terjadi secara langsung, karena perusahaan terkait tentu masih punya cadangan stok.

“Harga jual akan ada delay karena mereka masih punya stok, namun nantinya pun mereka masih punya pilihan jika tidak menaikkan harga, yaitu memperkecil margin keuntungan. Kalau mereka menaikkan harga jual, risikonya permintaan menurun.” Katanya.

 

Dia mengatakan kalau kedua hal ini sangat berpengaruh pada pendapatan dan laporan keuangannya.

Saat ini sepertinya akan menunggu perkembangan kondisi di sana (Rusia & Ukrania), karena kalau kondisi berangsur baik, maka harga besi akan kembali normal.” Lanjutnya.

Sementara itu, per tanggal 10 Maret 2022 hari ini, pukul 11:28, harga emiten KRAS terlihat mengalami penurunan sejak pembukaan, sekitar 0,56% menjadi Rp 356,00.

[Baca Juga: Harga Komoditas Naik, Saham Energi Juga Ikut Meroket!]

 

#2 ASII (PT Astra Internasional)

Berbeda dengan KRAS, ASII atau Astra Internasional, salah satu produsen otomotif terbesar di Indonesia malah dinilai tidak akan mendapatkan dampak secara langsung.

“Dalam satu bulan terakhir saja sudah naik 14%-an, dampaknya akan delay lebih lama, karena pasti stok kendaraan mereka masih ada untuk saat ini, tapi tunuk yang sedang produksi beberapa bulan ke depan yang akan terganggu.” Katanya.

 

Menurut Maryadi, ada dua langkah alternatif yang bisa diambil oleh perusahaan ini, yaitu:

  • Tetap produksi dengan harga yang mahal
  • Menahan produksi sehingga aka nada penurunan penjualan karena produksi indent

 

#3 ISSP

Maryadi mengatakan kalau perusahaan penghasilan baja ini tidak mengalami pengaruh atau dampak yang signifikan.

“Sebenarnya sejak kenaikan harga saham tertingginya di November 2021 hingga akhir Januari 2022 mengalami tren penurunan. Setelah itu kembali menguat dan ada koreksi di akhir Februari 2022 hingga awal Maret 2022, artinya tetap ada pengaruh dari kenaikan harga besi, tapi tidak signifikan.” Tuturnya.

 

Secara fundamental, perusahaan ini berhasil melakukan efisiensi di tahun 2021, sehingga menghasilkan kenaikan profit yang tinggi.

“Kalau ditarik dari 2019, net profit 185,7 triliun, tahun 202, 175,8 triliun, sedangkan 2021 594,1 triliun. Katanya.

Efisien ini yang kemudian bisa diteruskan ke tahun 2022. Ditambah, perusahaan satu ini sudah menguasai pasar pipa besi dengan produksi yang juga besar. 

“Jadi kayak nggak punya saingan untuk saat ini.” Pungkasnya.

 

Nah, seperti itulah dampak kenaikan harga besi terhadap beberapa emiten besi. Jika kamu tertarik untuk mendapatkan keuntungan dari berinvestasi saham, yuk ketahui caranya lewat ebook gratis berikut ini.

 

Apakah kamu punya pendapat yang berbeda terkait dampak dari kenaikan harga besi pada tiga emiten di atas? Yuk, diskusikan bersama-sama di kolom komentar!

Kamu juga bisa mendiskusikan hal ini bersama dengan teman-teman investor lainnya dengan membagikan artikel dari Finansialku ini melalui pilihan  platform yang ada di samping. Sampai jumpa di artikel lainnya!

 

Editor: Ratna SH

Sumber Referensi:

  • Faustina Prima Martha. 05 Maret 2022. Konflik Rusia-Ukraina Mengganas, Harga Bijih Besi Naik. Market.bisnis.com – https://bit.ly/3MGgtWP

dilema besar