Gaji Besar Belum Tentu Kaya, Gaji Kecil Belum Tentu Miskin

Gaji Besar Belum Tentu Kaya, Gaji Kecil Belum Tentu Miskin

Siapa nih yang sering insecure karena merasa gajinya terlalu kecil? Padahal, gaji besar belum tentu kaya. Pun gaji kecil belum tentu miskin.

Yuk, baca artikel kali ini sampai selesai biar dapat insight baru untuk kehidupanmu!

 

Summary:

  • Jumlah penghasilan atau gaji seseorang, tidak menentukan kekayaan orang tersebut karena dipengaruhi cara mengelola keuangannya.
  • Ada beberapa hal penting yang bisa dilakukan untuk membuat seseorang menjadi ‘kaya’.

 

Gaji Besar Belum Tentu Kaya, Gaji Kecil Belum Tentu Miskin

“Ah, mana bisa gue jadi orang kaya? Gaji aja kecil”.

Sobat Finansialku, pernah nggak kamu berpikir dan berkata seperti itu ke dirimu sendiri? Atau justru malah sering?

Kalau jawabannya iya, berarti kamu berada di artikel yang tepat. Karena kita akan membahas tentang “mungkin nggak sih orang yang gajinya kecil menjadi kaya?”.

Sebaliknya, apakah ada orang yang gajinya besar tapi ternyata miskin?

Sebelumnya, definisi “kaya” menurut setiap orang bisa saja berbeda. Nah, pada pembahasan kali ini, ayo kita samakan persepsi dalam memandang kekayaan.

Mari kita anggap orang yang kaya adalah orang yang berhasil membangun aset lebih besar daripada utangnya. Terlepas dari berapapun gaji atau pendapatannya. 

 

Contohnya, Ronald Read, seorang pria asal Vermont, Amerika, yang lahir dari sebuah keluarga petani miskin di sebuah pedesaan. Ronald adalah orang pertama yang lulus SMA di keluarganya.

Setelah lulus SMA, ia bekerja sebagai teknisi di Pom Bensin selama 25 tahun dan sebagai petugas kebersihan selama 17 tahun.

Tetapi luar biasanya, Ronald berhasil mewariskan US$ 2 juta untuk anak tirinya, US$ 1,2 juta untuk Perpustakaan Brooks Memorial, dan US$ 4,8 juta untuk Rumah Sakit Brattleboro Memorial.

Pada saat itu, di tahun 2014, ada sebanyak 2,8 juta orang Amerika yang meninggal.

Akan tetapi, yang berhasil mewariskan lebih dari US$ 8 juta setelah meninggal hanya kurang dari 4 ribu orang.

Ronald Read salah satunya. Padahal, dalam hidupnya, Ronald tidak pernah mendapatkan warisan atau menang lotere.

Lalu, bagaimana ia memperoleh semua kekayaan itu?

Ternyata, selama ia hidup, ia berhemat dan menginvestasikan uangnya di saham blue chips selama bertahun-tahun.

Saat ia tutup usia, diketahui Ronald memiliki 95 saham yang mayoritas ia miliki selama bertahun-tahun bahkan berdekade-dekade lamanya.

Nah, Sobat Finansialku. Apakah kamu tertarik untuk terjun ke dunia saham? Jangan khawatir meski masih pemula, sebab kamu bisa dapatkan panduan lengkapnya dengan membaca ebook Finansialku berikut ini.

Ebook GRATIS, Petunjuk Praktis Dapat Keuntungan di Saham

 

Sementara di sisi lain, seorang petinju kelas dunia, Mike Tyson, pernah mengalami kebangkrutan pada tahun 2003.

Mike Tyson merupakan petinju kelas dunia yang sudah merintis karirnya sejak muda.

Sehingga, tidak heran jika Mike Tyson mendapatkan bayaran yang fantastis. Sebelum kebangkrutannya pada tahun 2003, kekayaan bersih Mike Tyson diperkirakan mencapai $ 320 juta.

Mike Tyson mengajukan kebangkrutan setelah berutang ke sebuah bank dengan nominal $ 23 juta.

Kebangkrutan ini diketahui disebabkan oleh gaya hidup Mike Tyson yang sangat impulsif.

Ia berpesta setiap hari, membeli barang-barang mewah, membeli harimau untuk dipelihara, sampai kecanduan obat.

 

Bisakah Jadi Orang Kaya?

Dari kisah Ronald Read dan Mike Tyson, tentunya kita bisa memetik pelajaran bahwa berapa pun gaji atau penghasilan yang kita dapatkan.

Tidak sepenuhnya menjamin bahwa kita dapat mengumpulkan dan mewariskan aset.

Ini adalah 3 hal penting yang perlu kita miliki agar kita bisa menjadi orang kaya!

 

#1 Pola Pikir (Mindset)

Segala hal yang terjadi dalam hidup kita bermula dari pola pikir.

Karena pola pikir akan mempengaruhi bagaimana kita memandang diri sendiri, berbicara, bersikap, dan mengambil keputusan.

Misalnya, kita punya pemikiran bahwa orang dengan banyak uang adalah orang yang serakah, sombong, dan jahat.

Oleh karena itu, kita cenderung menghindar dari orang-orang kaya yang sebenarnya bisa saja baik dan mau memberikan banyak ilmu, untuk membantu hidup kita menjadi lebih baik.

Pola pikir biasanya terbentuk dari lingkungan dan cara kita dibesarkan.

Akan tetapi, pola pikir tetap bisa diubah selama kita mau berproses.

Untuk mengubah pola pikir menjadi baik, kita bisa mulai dengan mengevaluasi diri. Tanyakan pada diri kita sendiri:

  • Bagaimana cara kita memandang uang selama ini?
  • Mengapa kita memandang uang dengan cara demikian? Apa dampaknya?
  • Apakah cara kita memandang uang tersebut perlu diubah?

 

Setelah mengevaluasi diri, kita bisa menyadari apa yang salah dengan pola pikir kita, sehingga bisa mengubahnya.

Nah, untuk mengubah pola pikirmu menjadi lebih baik terutama dalam mengatur keuangan, kamu bisa membaca buku-buku ini:

  • Mindset- Carol S. Dweck
  • Think and Grow Rich-Napoleon Hill
  • The Psychology of Money-Morgan Housel
  • You Are A Badass At Making Money-Jen Sincero
  • Money Master The Game-Anthony Robbins

 

Tapi, kalau kamu kurang suka membaca buku atau tidak punya banyak waktu luang.

Kamu bisa mengubah pola pikir melalui konten yang kamu konsumsi. Misalnya mengikuti akun-akun Instagram atau kanal YouTube.

Nah, di kanal Youtube Finansialku ada ribuan video yang membahas tentang tips mengatur keuangan, investasi, dan kisah inspiratif yang bisa menambah motivasi.

Salah satunya video berikut yang membahas tentang mindset keuangan yang salah dan perlu diketahui.

 

Harapannya, sedikit perubahan terhadap apa yang kita lihat sehari-hari, akan memberikan dampak positif untuk ke depannya.

[Baca Juga: Mindset yang Harus Kita Miliki untuk Menjadi Lebih Sejahtera dan Sukses]

 

#2 Perilaku (Behavior)

Behavior memiliki arti cara orang bersikap terhadap seseorang, sebuah hal, dan sebuah kondisi.

Menurut buku The Success Principle yang ditulis oleh Jack Canfield, untuk menjadi sukses kita perlu mengendalikan hal yang berada di dalam diri kita sendiri, yaitu cara kita berpikir, merespon, dan berperilaku.

Hal ini karena kondisi eksternal akan terus berubah dan tidak bisa dikendalikan.

Tapi kita selalu bisa mengendalikan bagaimana cara berpikir, merespon, dan berperilaku, sehingga menghasilkan kondisi yang lebih baik.

Misalnya, Andi dan Budi sama-sama memiliki penghasilan Rp 5 juta per bulan.

Andi memiliki tanggungan seorang ibu, sedangkan Budi hanya menanggung biaya hidupnya sendiri.

Secara teori, Budi seharusnya dapat menabung lebih banyak daripada Andi. Tetapi, yang tidak jarang terjadi, orang seperti Andi justru menabung lebih banyak daripada Budi.

Hal ini bisa terjadi karena Budi memiliki pola pikir yang tepat dan memperlakukan uangnya dengan cermat.

Seperti selalu menyisihkan gajinya sebelum digunakan dan mencatat pemasukan serta pengeluarannya setiap hari. 

Tenang, ada cara mudah dan praktis untuk melakukan pencatatan keuangan yaitu dengan fitur ‘Catat Transaksi’ di Aplikasi Finansialku.

Selain mencatat cash flow keuangan, kamu juga bisa membuat anggaran sekaligus mengevaluasi laporan keuangan pribadimu secara rutin. Lengkap, kan?

 

#3 Kebiasaan (Habit)

Kebiasaan merupakan perilaku yang dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu.

Kebiasaan baik walaupun kecil, tetapi dilakukan secara rutin akan menghasilkan dampak yang besar dalam jangka panjang.

Hal ini berlaku untuk setiap aspek hidup, termasuk investasi.

Investasi yang dilakukan secara rutin akan menghasilkan bunga majemuk (compound interest).

Sehingga, uang yang kita investasikan terus menggulung dan membesar seperti bola salju.

Untuk membangun kebiasaan yang baik memang tidak mudah. Oleh karena itu, kita perlu mempelajari bagaimana sebuah kebiasaan dapat terbentuk.

Seperti yang ditulis oleh James Clear di buku The Atomic Habits, kebiasaan terbentuk melalui:

  • Cue (pemicu),
  • Cravings (motivasi yang menciptakan kebiasaan),
  • Response (respon atau aksi kita terhadap cue dan cravings),
  • Rewards (hadiah atas aksi atau kebiasaan yang dilakukan).

 

Contoh dari cara kerja cue, cravings, response, dan rewards adalah ketika kita melihat sebuah tas bermerek (cue), kita merasa ingin membelinya (cravings).

Lalu, kita benar-benar membeli tas itu (response), dan akhirnya kita merasa senang (rewards).

Rasa senang yang timbul sebagai rewards, akan mendorong kita untuk membeli tas bermerek lagi dan lagi.

Walaupun, ternyata rasa senang yang diberikan hanya sementara dan menghabiskan uang kita. 

Kabar baiknya, kita juga bisa menggunakan proses ini untuk membentuk kebiasaan yang baik, seperti misalnya melakukan investasi.

Ketika kita menerima gaji (cue), kita ingin melakukan investasi karena ada tujuan yang ingin dicapai (cravings).

Kemudian, kita membeli sejumlah reksa dana atau saham (response), dan kita merasa senang karena melihat pertambahan saldo portofolio kita.

Rasa senang yang timbul dari kebiasaan baik pun tidak hanya ada dalam jangka pendek, tetapi juga jangka panjang.

Sobat Finansialku ingin menggali informasi lebih banyak seputar investasi? Yuk, baca di ebook Finansialku Panduan Praktis Menuju Investasi yang Sukses.

Jika dalam praktiknya kamu menemukan kendala, jangan khawatir. Kamu bisa konsultasi dengan perencana keuangan Finansialku yang siap membantu.

Hubungi melalui Aplikasi Finansialku atau WhatsApp untuk buat janji, ya! Terima kasih.

 

Jadi, gimana Sobat Finansialku? Kamu siap untuk mengubah pola pikir, perilaku, dan kebiasaan menjadi lebih baik? Sharing jawabanmu lewat kolom komentar, ya!

 

Editor: Ismyuli Tri Retno

dilema besar