Duh, Indonesia Alami Deflasi Dua Bulan Berturut-turut, Kok Bisa?

Duh, Indonesia Alami Deflasi Dua Bulan Berturut-turut, Kok Bisa?

BPS umumkan deflasi terjadi selama dua bulan berturut-turut, pada bulan Juli 2020 sebesar 0,10% sedangkan deflasi Agustus 2020 sebesar 0,05%.

Ketahui informasi selengkapnya dalam artikel Finansialku di bawah ini!

 

Rubrik Finansialku

 

Deflasi Agustus 2020

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan telah terjadi deflasi selama dua bulan berturut-turut, yaitu sebesar 0,10% pada Juli dan sebesar 0,05% pada Agustus 2020.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, terjadinya deflasi selama dua bulan berturut-turut menandakan daya beli masyarakat atau tingkat konsumsi rumah tangga melemah dan butuh waktu untuk kembali ke titik normal.

“Covid-19 ini menghantam semua lapisan masyarakat sehingga menurunkan daya beli. Kita berharap ke depan bisa dapat kembali, pemerintah sudah membuat kebijakan yang tertuang dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).” Jelasnya dikutip dari Detikcom, Selasa (02/08).

Menurutnya, tren penurunan daya beli masyarakat atau tingkat konsumsi rumah tangga terjadi di hampir seluruh negara yang terdampak pandemi virus corona. Tanda-tandanya adalah laju inflasi yang menurun bahkan mengarah ke deflasi.

Untuk diketahui, deflasi tertinggi terjadi di Kupang sebesar 0,92 persen, penyebabnya adalah adanya penurunan harga beberapa komoditas ikan, daging ayam ras, dan angkutan udara.

Sedangkan deflasi terendah terjadi di Sibolga, Bekasi, dan Banyuwangi masing-masing 0,01 persen.

Sementara inflasi tertinggi terjadi di Meulaboh sebesar 0,88 persen, penyebabnya adalah kenaikan harga emas perhiasan, minyak goreng, dan beberapa jenis ikan.

Sedangkan yang terendah terjadi di Batam dan Kediri masing-masing 0,02 persen.

[Baca Juga: Uang Beredar Bulan Juli Tumbuh 10,5 % Jadi Rp 6.567,7 Triliun]

 

Lebih lanjut Kecuk menjelaskan, deflasi disumbang oleh dua kelompok pengeluaran, yakni kelompok makanan, minuman, dan tembakau, serta kelompok transportasi.

Tercatat, kelompok makanan, minuman, dan tembakau terjadi deflasi sebesar 0,86 persen sehingga memberikan andil deflasi sebesar 0,22 persen.

Beberapa komoditas dominan yang menjadi penyumbang, antara lain penurunan harga daging ayam ras memberi andil 0,09 persen, penurunan harga bawang merah dengan andil 0,07 persen, tomat 0,02 persen, telur ayam ras.

Lalu, beberapa jenis buah-buahan seperti jeruk dan pisang masing-masing 0,01 persen.

Lebih rinci, penurunan harga daging ayam ras terjadi di 83 kota IHK, dengan penurunan tertinggi di Tanjung Pandan sebesar 27 persen dan Tanjung Selor 23 persen.

Penurunan harga bawang merah terjadi di 90 kota IHK, dengan yang tertinggi terjadi di Tasikmalaya 32 persen, dan Palangkaraya 30 persen.

Kemudian, kelompok lain yang menyumbang deflasi adalah kelompok transportasi dengan deflasi sebesar 0,14 persen. Kelompok ini memberikan andil terhadap deflasi sebesar 0,02 persen.

“Komoditas dominan adalah penurunan tarif angkutan udara, dengan andil 0,02 persen. Terjadi di 25 kota IHK, di mana penurunan terbesar di Ternate sebesar 20 persen, dan Sintang turun 17 persen,” tutur Kecuk dikutip dari Kompas.

Sedangkan kelompok yang menyumbang inflasi adalah kelompok pengeluaran pendidikan sebesar 0,57 persen, karena adanya kenaikan uang sekolah SD, SMA, dan uang kuliah.

 

Ebook Panduan Sukses Atur Gaji Ala KARYAWAN

Download Sekarang, GRATISSS!!!

 

Kelompok pengeluaran perawatan pribadi menjadi penyumbang inflasi paling tinggi sebesar 2,02 persen dan memberikan andil 0,13 persen. 

Namun, inflasi inti masih rendah dengan tingkat 0,29% (month on month/mom) dan 2,03% (year on year/yoy). Itu artinya daya beli masyarakat masih terganggu, sebagaimana melansir dari CNBC Indonesia.

Di sisi lain, inflasi yang rendah menguntungkan investor obligasi karena keuntungan riil (real return) mereka terjaga.

Hanya saja dalam horizon jangka panjang, kondisi tersebut menambah risiko investasi mereka, karena daya beli yang lemah bakal memperberat pertumbuhan ekonomi.

Hal ini juga menjelaskan kenapa obligasi jangka pendek diburu, yang tercermin dari kenaikan harga (dan yield-nya menurun), sedangkan obligasi jangka panjang cenderung dilepas sehingga harganya melemah (dan yield-nya meningkat).

Investor memilih mengejar obligasi jangka pendek untuk menikmati real return yang ada, dan menghindari risiko jangka panjang.

 

Bagikan setiap artikel Finansialku kepada rekan atau kenalan yang membutuhkan! Jika membutuhkan bantuan berupa solusi jitu tentang mengatur keuangan pribadi bisnis atau keluarga, kamu dapat menghubungi Konsultan Perencana Keuangan Finansialku.

 

Sumber Referensi:

  • Arif Gunawan. 01 September 2020. RI Deflasi, Investor Lebih Memilih Buru SBN Jangka Pendek. Cnbcindonesia.com – https://bit.ly/31OI8z8
  • Hidayat Setiaji. 01 September 2020. RI Deflasi Lagi, Mari Bersiap Hadapi Resesi! Cnbcindonesia.com – https://bit.ly/31NdCpy
  • Fika Nurul Ulya. 01 September 2020. Harga-harga Komoditas Ini Turun, Agustus Alami Deflasi 0,05 Persen. Kompas.com – https://bit.ly/2YUc4s4
  • Hendra Kusuma. 01 September 2020. RI Dua Bulan Berturut-turut Deflasi, Pertanda Apa? Detik.com – https://bit.ly/34XfJt0

 

dilema besar