Bukan cuma bahas cinta segitiga antara pemeran utama, drakor start-up juga membahas pola asuh helikopter.
Apa itu pola asuh helikopter? Mari cari tahu selengkapnya di artikel Finansialku di bawah ini.
Artikel ini dipersembahkan oleh
Magdalene.co
Pola Asuh Helikopter di Drakor Start-Up
Drakor Start-Up baru saja berakhir. Selama dua bulan penayangannya sejak 17 Oktober 2020, serial ini telah berhasil membuat banyak orang tidak sabar menunggu akhir pekan untuk mengikuti ceritanya.
Sebagai penggemar drakor pemula yang baru menceburkan dir isejak pandemi dan kerja dari rumah, saya juga tidak luput larut dalam euforia Start-up.
Harus saya akui, drama Korea ini mampu meramu imajinasi komplet para milenial di dunia 4.0, seperti yang sering tertulis dalam poster webinar.
Tak hanya bicara soal cinta segitiga, ada kisah persahabatan, merintis bisnis berbasis teknologi, hingga relasi keluarga.
Yang terakhir ini yang terutama membuat saya terkesan dan memberi catatan, terutama soal helicopter parenting.
Kita mungkin banyak mendengar soal model pola asuh yang dianggap tipikal pengasuhan khas Asia ini.
Salah satu ciri khas model pengasuhan helikopter adalah orang tua yang selalu ingin melihat prestasi anak dalam bidang akademik, hingga terbiasa membuat keputusan tanpa mempertimbangkan pendapat anak, dengan asumsi bahwa pilihan orang tua akan mengantar anak menuju prestasi akademik.
Hal ini jelas terlihat dalam relasi karakter Nam Do San. Dia bisa dibilang paket lengkap sosok cowok geek yang jatuh cinta pada komputer, dingin, kaku, dan tidak menyadari ketampanannya.
Dalam satu episode, ayahnya bercerita bahwa Do San adalah anak jenius yang tidak punya ambisi, bahkan dijuluki Living Buddha.
Dosan memenangkan Olimpiade Matematika, tetapi ia kemudian memberiakn medali emasnya ke anak lain dan mengatakan bahwa dirinya lebih menikmati rasa kalah.
Saya teringat pada teman saya yang dahulu sering mengikuti Olimpiade Sains, dan bagaimana orang tuanya mengalokasikan tenaga dan materi yang tidak sedikit untuk membekali anak dalam kompetisi tersebut.
Hal itu juga dilakukan orang tua dalam drakor, termasuk orang tua Do San, dan betapa bangganya ketika mereka membuat acara syukuran atas kemenangan putra tunggalnya.
[Baca Juga: 3 Hal Positif yang Bisa Memotivasi Diri dari Drama ‘Start-Up’]
Saya sangat penasaran kenapa Do San yang terlihat hidup dalam kecukupan finansial dan kasih sayang, justru bersikap tidak ambisius di sepanjang kehidupannya.
Do San merasa lelah hidup dalam bayang-bayang untuk selalu tampil menjadi seorang juara, padahal dirinya adalah individu yang payah dan tidak sesuai dengan ekspektasi orang tuanya.
Selama bekerja dan mengamati isu perlindungan anak dalam beberapa tahun terakhir, saya melihat bahwa banyak orang yang masa lalunya berada dalam pola asuh penuh tekanan seperti yang dialami Nam Do San.
Contoh lain adalah overcontrolling yang dialami Do San ketika orang tuanya turut menentukan mimpi meraih hadiah Nobel saat dia bertemu dan meminta tanda tangan dari pemain bisbol favoritnya.
Beberapa di antara kita hidup dalam pola asuh demikian atau juga sedang mengimplementasikan kepada anak sendiri.
Kita mungkin terlalu fokus pada kemampuan akademik yang kemudian membawa kita pada pola asuh helikopter.
Kita kemudian melupakan bahwa anak pun perlu mendapatkan penguatan dari segi life skill.
Life skill atau keterampilan hidup menggambarkan kemampuan seseorang dalam menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari.
Termasuk di dalamnya adalah menjalin hubungan sosial, menyelesaikan masalah, mengelola risiko, membuat keputusan, dan bekerja sama dengan orang lain.
Untuk menguatkan keterampilan hidup, tentu butuh pengasuhan yang demokratis di dalam keluarga, dan mengingatkan bahwa kecerdasan seseorang bukan hanya diukur dari kemampuan akademik, namun ada banyak hal yang diperlukan dalam menjalani hidup.
Ebook Mommy & Money: Panduan Cara Mengatur Keuangan IBU RUMAH TANGGA
Download Sekarang, GRATISSS!!!
Beruntunglah Nam Do San bertemu Dal Mi dan dibuat insecure oleh Han Ji Pyeong.
Karena ia mendapatkan penguatan life skill secara ekspres di tengah quarter life crisis.
Tentu kita tidak perlu menunggu kehadiran Dal Mi dan Ji Pyeong dalam hidup anak-anak kita.
Marilah kita membiasakan diri untuk menghidupkan demokrasi dan memperhatikan keterampilan hidup anak bukan hanya kompetisi akademik.
Tidak perlu sampai twitwar tim Do San vs Ji Pyeong, karena faktanya setelah baku hantam hingga berdarah pun, mereka bisa kembali kerja sama.
Kalau Sobat Finansialku sendiri, apa pandangan Sobat Finansialku mengenai drakor yang sukses membelah pegiat drakor menjadi dua kubu ini? Yuk, diskusikan di kolom komentar!
Sobat Finansialku juga bisa mendiskusikan hal ini bersama dengan teman-teman pecinta drakor dengan membagikan artikel dari Finansialku lewat pilihan platform yang tersedia di bawah ini. Terima kasih!
Artikel ini merupakan hasil kerja sama Finansialku.com dengan Magdalene.co. Isi dan data yang tertera dalam artikel ini merupakan tanggung jawab Magdalene.co.
Sumber Referensi:
Sumber Gambar:
- 01 – https://bit.ly/2MXO9oe
- 02 – https://bit.ly/3oGHvkl
dilema besar