Dalam industri property, ternyata ada satu emiten yang diam-diam telah menjadi kuda hitam yakni MTLA. Bagaimana kinerja emiten ini?
Artikel ini dipersembahkan oleh
Sepak Terjang MTLA
Apakah Anda familiar melihat logo berikut ini? Jika, ya, kira-kira di mana Anda pernah melihat logo tersebut?
Kata “Metland” ini didefinisikan sebagai logo dari PT Metropolitan Land Tbk. (MTLA) yang secara khusus menjalankan bisnis pengembangan properti dan real estate yang menyasar segmen kelas menengah.
MTLA merupakan perusahaan properti yang berdiri pada Februari 1994 dan resmi melantai di BEI pada Juni 2011.
Berdasarkan wilayah bisnis, MTLA adalah emiten properti yang fokus mengembangkan sejumlah proyek di kawasan pinggiran Jakarta, sebut saja beberapa wilayah di Bogor, Tangerang, Bekasi, dan satu proyek yang berada di wilayah Cakung – Jakarta Timur.
Kendati berada di pinggiran Jakarta, namun proyek MTLA dengan kisaran harga mulai dari Rp 500 juta – Rp 2 miliar telah berkontribusi besar sekitar 60% – 70% terhadap penjualan MTLA.
Oleh karenanya, fokus MTLA akan tetap berusaha mengembangkan properti di wilayah pinggiran Jakarta.
Proyek Metland ini terbagi menjadi dua proyek yakni:
1) Proyek Residensial;
2) Proyek Komersial.
[Baca juga: IPCM vs IPCC, Mana yang Akan Diuntungkan Pelindo?]
Di mana berdasarkan produk, MTLA menghasilkan lima segmen produk seperti :
- Real Estate, sebut saja kawasan real estate yang barangkali sudah pernah kita lihat dan dengar
- Hotel, Metland Hotel ini lebih mengarah pada penyediaan fasilitas akomodasi untuk keperluan bisnis, salah satunya untuk Meeting, Incentives, Convention, and Exhibition (MICE) di daerah-daerah penunjang
- Proyek pengembangan bersama, serta jasa usaha lainnya (mulai dari fasilitas rekreasi, peribadatan, sekolah, rumah sakit, prasarana jalan raya, hingga fasilitas olahraga).
Dari produk-produk tersebut, MTLA memiliki sumber pendapatan penjualan yang berasal dari penjualan properti residensial.
Sementara untuk pendapatan berulangnya (recurring income) berasal dari properti komersial seperti pusat perbelanjaan, hotel, dan proyek pengembangan bersama untuk menghadirkan sejumlah fasilitas umum.
Nah kira-kira gimana ya dengan fundamental keuangannya?
[Baca juga: BSDE Rambah Bisnis Data Center, Apakah Ini Jadi Peluang?]
Sebelum berlanjut, saya mau ajak Anda untuk bergabung dengan komunitas belajar saham Finansialku yang di dalamnya Anda bisa diskusi dan sharing dengan ratusan investor berpengalaman.
Komunitas ini juga dilengkapi dengan webinar aktif setiap bulan yang akan dipandu oleh saya Rivan Kurniawan, sebagai pakar Value Investing, juga Melvin Mumpuni, CFP®, CEO dan Founder Finansialku.com.
Kami berdua akan memandu Anda untuk update informasi terbaru mengenai saham dan emiten juga berdiskusi mengenai cara investasi saham yang menguntungkan.
Yuk gabung! Klik banner berikut ya.
Review Kinerja Fundamental MTLA
Berdasarkan Laporan Keuangan MTLA kuartal II-2021, total pendapatan yang diraih MTLA sebesar Rp 362,4 miliar per kuartal II-2021, turun -7,67% dari Rp 390,2 miliar pada kuartal II-2020.
Lebih rincinya bisa dilihat pada catatan kaki no.19 berikut:
Dengan pendapatan yang menurun itu, MTLA pun mencatatkan laba yang diatribusikan kepada Pemilik Entitas Induk sebesar Rp 84,5 miliar per kuartal II-2021, turun – 4,19% dari Rp 88,2 miliar pada kuartal II-2020.
Sebenarnya penurunan kinerja pendapatan dan laba MTLA wajar terjadi di tengah pandemi Covid19 yang berkepanjangan dari 2020 – 2021 sekarang ini, sehingga masih dapat kita maklumi.
Dengan beberapa sumber pendapatan MTLA yang mencatatkan penurunan karena banyak konsumen yang menahan pembeliannya.
Bukan hanya itu, MTLA juga memberikan keringanan harga sewa dan program promosi kepada tenant-tenant mall agar dapat bertahan di tengah pandemi.
Sayangnya dari sisi okupansi, MTLA mau tak mau harus mencatatkan okupansi yang turun 2%, lantaran adanya tenant yang tidak memperpanjang sewa setelah kontrak sewa berakhir.
Tak ayal, hal itu membuat porsi kontribusi terhadap pendapatan MTLA menurun.
Bahkan di tengah kondisi seperti itu, MTLA pun terpaksa menahan kenaikan harga properti, sehingga baru direncanakan kembali adanya kenaikan harga properti pada semester II-2021 ini.
Tentunya ini dengan mempertimbangkan kondisi yang ada saat ini.
[Baca Juga: Cara Mudah Membaca Laporan Keuangan Perusahaan]
Kinerja MTLA Pre-Pandemi
Sebenarnya jika dilihat dari sisi historikal, kinerja MTLA ini cukup menarik karena di setiap tahunnya selalu berhasil mencatatkan peningkatan kinerja.
Berikut ini bisa kita lihat dari data Cheat Sheet Kuartal II-2021 by RK Team.
Terlihat kinerja MTLA ini cenderung meningkat dari awal mula berkiprah dalam bisnis properti.
Meski sempat tumbuh melambat di tahun 2015, perlu digaris bawahi perlambatan itu tidak lepas dari pengaruh gejolak ekonomi yang terjadi akibat depresiasi Rupiah terhadap dolar AS hingga sekitar 10,59% sepanjang tahun 2015.
Namun setelah fase itu lewat, MTLA kembali mencatatkan peningkatan pada kinerja penjualannya yang juga tercermin pada pertumbuhan laba.
[Baca juga: Apakah Hybrid Event Mampu Dongkrak Bisnis DYAN?]
Kesehatan Keuangan
Sampai di kuartal II-2021, MTLA mencatatkan total liabilitas senilai Rp 1,91 triliun, dengan total ekuitas senilai Rp 4,11 triliun sudah jauh lebih besar sekitar 4x lipat dari liabilitasnya.
Mencerminkan posisi Debt to Equity Ratio (DER) MTLA berada di level 0,50, artinya hanya dengan menggunakan ekuitasnya saja MTLA ini dapat mengatasi liabilitasnya.
Tentu ini menjadi indikator bahwa kinerja keuangannya tergolong sangat sehat.
Sementara dari sisi utang jangka pendeknya, total aset lancar MTLA tercatat sebesar Rp 3,25 triliun per kuartal II-2021, dibandingkan dengan total liabilitas pendek MTLA sebesar Rp 1,26 triliun.
Artinya hanya dengan mengandalkan total aset lancar saja, MTLA ini sudah bisa meng-cover total liabilitas jangka pendek perusahaan. Kemampuan ini tercermin dalam Liquidity Ratio MTLA yang berada di level 1,2x.
[Baca Juga: Rasio Likuiditas Dalam Laporan Keuangan dan Implementasinya]
Hal Menarik dari Metland
Nah satu poin lagi yang perlu kita ketahui dari Metland (MTLA), si kuda hitam dalam bisnis properti ini adalah status perusahaannya yang sama sekali belum pernah menerbitkan surat utang dalam bentuk apapun.
Apabila mengacu pada Laporan Tahunan MTLA 2019, kita akan menemukan pernyataan berikut ini:
Sepanjang kiprah bisnisnya, bisa diperhatikan bahwa MTLA ini lebih memilih dana yang berasal dari kas internal dan juga pinjaman bank.
Selain itu, MTLA juga lebih mengedepankan inovasi pemasaran produk misalnya saja menyelenggarakan pameran virtual ‘BelanjaProperti21’ yang dilaksanakan di tahun ini.
MTLA juga lebih memilih untuk bekerja sama dengan para pengembang asing dalam upaya meningkatkan nilai produknya, sekaligus pangsa pasarnya di Indonesia.
Pasalnya dengan kerja sama dengan asing, secara tidak langsung MTLA ini bisa meningkatkan teknologi dan inovasi khususnya, terutama dalam menciptakan desain pembangunan.
Salah satu relasi bisnis properti MTLA adalah Keppel Land asal Singapura.
[Baca juga: Jadi Untung 14,25 M Semester I 2021, AISA Mulai Ekspansif?]
Prospek MTLA
Adapun untuk prospek yang dimiliki Metland ke depannya adalah gencar melakukan proyek investasi melalui hotel-hotelnya sebut saja di antaranya: Hotel Horison Kertajati dan Hotel Royal Venya Ubud.
Proyek investasi tersebut sejalan dengan pematangan konsep digital marketing dalam memasarkan hotel tadi dengan penawaran promo yang bisa diakses dengan mudah lewat akun Metland yang tersedia di e-commerce seperti Tokopedia.
Di waktu yang sama, MTLA ini juga tengah masif mengembangkan kawasan hunian terintegrasi dengan konektivitas publik (Transit Oriented Development/TOD) yang berada melalui Metland Cibitung – Bekasi terhubung ke stasiun commuterline Telaga Murni, dan terhubung ke akses LRT – MRT.
Terlepas dari itu, di 2021 ini juga MTLA kembali melakukan akuisisi lahan yang berdasarkan pada nilainya karena akuisisi lahan ini tidak dilakukan MTLA di satu proyek saja. Tetapi di beberapa banyak proyek yang harga lahannya berbeda-beda.
Melihat prospeknya, apa Anda tertarik untuk mengoleksi emiten satu ini?
Yuk share pendapat Anda dalam kolom komentar.
Bagikan juga artikel ini jika bermanfaat bagi Anda.
Editor: Eunice
dilema besar