Apakah Sobat Finansialku pernah mendengar nama Lo Kheng Hong? Dia adalah Warren Buffett Indonesia. Berawal dari hidup susah dan kini menjadi salah satu investor terkaya.
Sobat Finansialku, setelah mempelajari semua tentang investasi saham, sekarang mari kita belajar kisah sukses dari seorang investor Lo Kheng Hong.
Ikuti kisah suksesnya dalam artikel panduan belajar investasi sahm ala Finansialku kali ini. Selamat membaca.
Sang Warren Buffett Indonesia, Lo Kheng Hong
“Warren Buffett Indonesia”, demikianlah julukan Lo Kheng Hong di bursa saham Indonesia. Julukan tersebut didapatkannya karena keberhasilannya di bursa saham dengan mempelajari strategi investasi ala Warren Buffett.
Seperti Warren Buffet, Lo Kheng Hong adalah orang yang sukses mencapai kebebasan keuangan (Financial Freedom) hanya dengan berinvestasi saham.
Sama halnya seperti Warren Buffett, Lo Kheng Hong lebih memilih menjadi investor jangka panjang dibandingkan menjadi investor jangka pendek atau trader.
Lo Kheng Hong adalah seorang value investor yang bisa dikatakan sukses. Bahkan di usianya yang sudah menginjak 58 tahun, dia masih aktif dalam berinvestasi saham dan tak terpikir sedikitpun olehnya untuk berhenti.
Bahkan hingga pada tahun 2012 pun, ia diketahui memiliki aset berupa saham bernilai Rp 2,5 triliun. Kisah keberhasilannya sebagai investor saham itu tentu bisa menjadi pembelajaran bagi orang lain yang ingin berinvestasi di saham.
Masa-Masa Awal Kehidupan
Lo Kheng Hong lahir di Jakarta, 20 Februari 1959. Dia terlahir sebagai anak sulung dari 3 bersaudara di keluarga yang sederhana. Ayahnya berasal dari Pontianak yang merantau ke Jakarta.
Pada masa-masa awal kehidupannya, ternyata Lo Kheng Hong tidaklah seberuntung kebanyakan orang. Keluarga tempat Lo Kheng Hong dibesarkan boleh terbilang pas-pasan atau bahkan kurang secara ekonomi.
Rumah yang ditinggalinya dulu hanya berukuran 4×10 meter, tanpa plafon dan hanya ada atap dan temboknya dibuat dari papan.
Rumahnya pun terletak setengah meter di bawah jalan raya dan selalu terkena banjir karena tidak mampu untuk renovasi rumah dan juga keterbatasan keuangan.
Mulai Mengenal Saham
Pada tahun 1989, Lo Kheng Hong mulai berkenalan dengan dunia investasi saham dan pasar modal. Dia memulai membeli saham pada usia 30 tahun.
Jika dibandingkan Warren Buffett, Lo Kheng Hong bisa dibilang kalah umur, karena Warren Buffett memulai saham sejak umur 11 tahun.
Modal investasinya pun terbatas dikarenakan saat itu masih bekerja sebagai pegawai tata usaha di bank, dan gajinya kecil.
Bagi Lo Kheng Hong, hal tersebut tidak menjadi masalah karena sejak awal niatnya bukan untuk menjadi persis seperti Warren Buffet.
Lo Kheng Hong pun sangat disiplin dengan uangnya sehingga dapat hidup berhemat dan masih memiliki sisa gaji untuk dibelikan saham.
Ini merupakan hal yang baru baginya karena dia sudah bekerja puluhan tahun tetapi dia tidak pernah naik gaji lantaran perusahaan tidak melakukan ekspansi signifikan.
Kelebihan Lo kheng Hong adalah dia mau hidup berhemat untuk berinvestasi. Uang dipunyai sedikit dia langsung belikan saham.
Kalau orang lain memiliki uang untuk membeli barang konsumsi dahulu, maka dia tabungkan lebih dulu, hanya saja bentuknya saham.
Pada waktu itu sebelumnya, dia tergiur membeli saham IPO karena Capital Gain saham IPO yang besar, dia contohkan waktu itu ada saham IPO yang dijual di harga Rp 7.250, tidak lama kemudian naik sampai Rp 35.000.
Saham pertama yang dia beli pun adalah saham PT Gajah Surya Multi Finance saat IPO (Initial Public Offering atau Penawaran Umum Perdana).
Lo Kheng Hong rela mengantre panjang untuk mendapatkan saham ini. Namun setelah listing bukannya naik, harga sahamnya malah turun dan Lo Kheng Hong terpaksa menjual rugi.
Hal itu ternyata tidak menyurutkan minat Lo Kheng Hong untuk tetap berinvestasi di saham.
Dia tidak kapok dan justru tergerak untuk lebih rajin mempelajari investasi saham secara otodidak, dan banyak membaca buku-buku tentang prinsip dan strategi investasi Warren Buffet.
Hingga kini, Lo Kheng Hong telah mengoleksi buku Warren Buffet hingga 40 buku atau lebih, yang mana bukunya sudah dibaca sampai 4- 5 kali.
Contoh Kesuksesan Lo Kheng Hong
Lo Kheng Hong dikenal hampir mengalokasikan seluruh asetnya di pasar modal, dan hanya menyisakan sebesar 15% saja sebagai dana darurat.
Diantara banyak kisah sukses berinvestasinya ada 2 saham yang tercatat memberinya keuntungan dalam jumlah yang fantastis, yaitu UNTR dan MBAI.
UNTR: Peluang Emas dari Krisis Finansial
Pada tahun 1998 terjadi krisis Finansial. Saat itu, nilai rupiah terjun bebas dari Rp 2.300 per dolar AS (Oktober 1997) menjadi Rp 15.000 per dolar AS (1998), menyulut inflasi hingga 78% dan banyak pengusaha yang terpuruk.
Begitu pula dengan IHSG yang juga jatuh dari 740 (8 Juli 1997) menjadi 274 (29 Juli 1998), membuat investor saham kehilangan sekitar 63% dari nilai sahamnya.
Lo Kheng Hong pun pernah dikabarkan rugi besar dalam krisis finansial ini hingga asetnya tinggal sebesar 15% saja (rugi 85%).
Pada waktu itu pun dia baru memutuskan berhenti bekerja dan fokus pada investasi saham di tahun 1996, sehingga boleh dikatakan dia tidak memiliki penghasilan apapun.
Namun dia tetap membeli saham meski telah mengalami kerugian besar, karena di sinilah krisis finansial menawarkan peluang baginya untuk bangkit.
Saat itu banyak perusahaan terbuka yang harganya jatuh secara drastis. Sebagian besar saham harganya sudah tinggal puluhan rupiah. Namun berkebalikan dengan mayoritas investor yang panik, Lo Kheng Hong justru mencari saham bagus.
Diantara saham-saham yang dibuang itu pun, terdapat saham bagus PT United Tractor Tbk (UNTR). UNTR adalah distributor utama alat-alat berat merek Komatsu di Indonesia.
Lo Kheng Hong membeli saham UNTR pada 1998 dengan seluruh modalnya, saat harganya Rp 250 per saham sebanyak 6 juta lembar saham. Hal ini berarti modalnya saat itu sebesar Rp 1,5 miliar seluruhnya diletakkan di saham UNTR saja.
Dia menjualnya sekitar enam hingga delapan tahun kemudian pada harga rata-rata sebesar Rp 15.000, dan menikmati keuntungan 5.900%. Dia memperoleh sebesar Rp 90 miliar dari penjualan saham tersebut.
Bagaimana Lo Kheng Hong menemukan UNTR? Apakah karena sekadar faktor keberuntungan, atau hasil dari sebuah analisis fundamental yang cerdas? Lo Kheng Hong pun juga menjelaskan alasannya membeli UNTR.
Total aset UNTR pada akhir 1998 adalah Rp 3,8 triliun dengan jumlah saham beredar sebanyak 138 juta. Pada harga pasar Rp 250 per saham, total kapitalisasi pasar UNTR hanya sebesar Rp 34,5 miliar saja.
Padahal selama 1998, pendapatan UNTR mencapai Rp 3,6 triliun, dan laba usahanya adalah Rp 1 triliun. Namun, akibat naiknya USD, UNTR menderita kerugian kurs Rp 1,7 triliun.
Ditambah beban bunga Rp 0,4 triliun, maka UNTR menderita kerugian sebelum pajak Rp 1,1 triliun.
Bagi Lo Kheng Hong, UNTR adalah perusahaan bagus karena secara operasional perusahaan ini masih membukukan laba yang sangat besar.
Kalaupun ada kerugian, ini akibat kenaikan drastis nilai USD yang terjadi tidak setiap tahun. Jika kondisi ekonomi pulih, pasti harga saham UNTR akan meroket.
MBAI: Keuntungan Super dari Bisnis yang Sederhana
Mungkin bagi sebagian orang masih berpikir bahwa keuntungan Lo Kheng Hong pada saham UNTR hanyalah keberuntungan belaka, namun apakah benar demikian?
Nyatanya, dia berhasil mengulangi kesuksesannya di saham lain. Hal ini terjadi ketika dia membeli Saham PT Multibreeder Adirama Indonesia Tbk (MBAI).
Pada kesempatan kali ini, Lo Kheng Hong membeli saham MBAI pada tahun 2005 saat harganya Rp 250 per saham sebanyak 6,2 juta lembar saham. Yaitu sekitar 8,28% dari total kepemilikan, yang berarti modalnya saat itu sebesar Rp 1,55 miliar.
Dia menjualnya sekitar tahun 2011 pada harga rata-rata sebesar Rp 31.500, dan menikmati keuntungan 12.500%. Dia memperoleh sebesar Rp 195,8 miliar dari penjualan saham tersebut.
PT Multibreeder Adirama Indonesia Tbk, merupakan perusahaan ternak ayam terbesar kedua di Indonesia (sekarang sudah merger dengan Japfa Comfeed).
Jumlah saham MBAI yang beredar di 2006 mencapai 75 juta lembar. Jadi, nilai perusahaannya adalah Rp 250 dikali 75 juta lembar, yaitu Rp 18,75 miliar. Padahal laba yang dihasilkan MBAI sebesar Rp 106 miliar.
Lo Kheng Hong berkata bahwa bisnis pakan ternak yang dipunyai MBAI ini sederhana dan tidak rumit.
Namun justru kesederhanaan bisnis ini yang akhirnya bisa mengantarkan perusahaan yang bergerak dalam subsektor pakan ternak bisa meraup pertumbuhan laba tiap tahunnya.
Tidak banyak investor yang mengetahui hal ini, sehingga tidak banyak yang beli, akibatnya harga MBAI terlalu murah. Perlahan tapi pasti, pasar pun mulai sadar akan nilai sebenarnya saham ini dan mulai mengereknya naik.
Hasilnya, setelah Lo Kheng Hong menyimpannya selama 6 tahun, harganya naik menjadi Rp 31.500 dan dia menjualnya di tahun 2011 serta memperoleh keuntungan sebesar 12.500%.
Kuncinya, dia memiliki kompetensi untuk menganalisis fundamental perusahaan serta berani mengambil risiko dengan membeli saham UNTR saat investor lain panik menjual saham mereka.
Saat membeli saham MBAI pun, karena likuiditasnya yang minimum, banyak investor yang menghindarinya, namun dia berani membelinya.
Selanjutnya, Sobat Finansialku dapat mempelajari dan membaca panduan belajar: Berkenalan dengan Tokoh Investasi Inspirasi Warren Buffett.
Jika Sobat Finansialku membutuhkan informasi lanjut terkait strategi dalam investasi saham dan ingin menjadi the next Lo Kheng Hong, serta membutuhkan konsultasi dengan ahlinya secara langsung, Anda dapat berkonsultasi dengan Financial Planner Finansialku.
Yuk download aplikasinya di Google Play Store maupun Apple Apps Store sekarang! Nikmati konsultasi dan cek kesehatan keuangan dengan akses premium gratis selama 30 hari.
Jika Anda merasa terbantu dengan aplikasi Finansialku premium, silakan gunakan kode voucher WEBTAHUNAN saat melakukan upgrade aplikasi premium dan dapatkan diskon langsung Rp 50 ribu.
Sebagai referensi tambahan bagi Sobat Finansialku, ada juga lho kisah sukses investasi saham dari seseorang bernama Vijay Kedia yang bisa mendapatkan untung 6x lipat. Seperti apa kisahnya? Yuk langsung saja simak video berikut ini.
Editor: Maria Christianti
Sumber Gambar:
- Cover – https://bit.ly/2VaJCms
dilema besar