Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Rilis 3 Aturan Baru, Ini Rinciannya

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Rilis 3 Aturan Baru, Ini Rinciannya

Peraturan OJK (POJK) terbaru ditujukan untuk Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (LJKNB), pasar modal syariah, dan perusahaan efek (sekuritas) di BEI.

Simak selengkapnya dalam artikel Finansialku berikut.

 

Tiga Peraturan OJK (POJK) Terbaru

Di bulan Maret 2021 ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan tiga Peraturan OJK (POJK) terbaru secara sekaligus.

POJK dengan Nomor 4, 5, dan 6 ini ditujukan untuk Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (LJKNB), pasar modal syariah, dan perusahaan efek (sekuritas) di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Tiga POJK terbaru ini telah diteken bersamaan pada 12 Maret lalu oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dengan tujuan untuk lebih mengatur kembali ketiga sektor tersebut.

Secara rinci, tiga POJK tersebut yakni POJK Nomor 4/POJK.05/2021 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh LJKNB (MRTI LJKNB).

Lalu Peraturan OJK Nomor 5/POJK.04/2021 tentang Ahli Syariah Pasar Modal, dan POJK Nomor 6/POJK.04/2021 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Perusahaan yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek yang Merupakan Anggota Bursa Efek.

Melansir dari Cnbcindonesia.com, berikut rincian anyar dari POJK Nomor 4, 5, dan 6 terbaru;

 

POJK 4

Latar belakang dan tujuan penyusunan POJK MRTI LJKNB ini ialah demi meningkatkan produktivitas dan bisnis Lembaga Jasa Keuangan Nonbank (LJKNB).

Hal ini terjadi seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat dan bersifat disruptif yang mendorong peningkatan penggunaan teknologi informasi di sektor IKNB.

Kemudian, penggunaan teknologi informasi memiliki potensi risiko yang dapat merugikan LJKNB dan konsumen penggunaan teknologi informasi memiliki potensi risiko yang dapat merugikan LJKNB dan konsumen.

Dengan demikian, LJKNB dituntut untuk dapat menerapkan manajemen risiko yang memadai dalam penggunaan teknologi informasi agar dapat melindungi kepentingan LJKNB dan konsumen.

“Hingga saat ini belum seluruh jenis LJKNB memiliki pengaturan mengenai manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi (MRTI), sementara pengaturan yang ada bagi beberapa jenis LJKNB memiliki cakupan pengaturan yang terbatas. Oleh sebab itu perlu adanya pengaturan mengenai penerapan MRTI bagi LJKNB secara komprehensif untuk seluruh LJKNB dalam 1POJK,” tulis OJK dalam aturan tersebut.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Rilis 3 Aturan Baru, Ini Rinciannya 02

[Baca Juga: Masih Sering Terjadi, Ini Daftar Investasi Bodong 2021 dari OJK]

 

Adapun subjek pengaturan dalam POJK MRTI LJKNB adalah perusahaan perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, lembaga jasa keuangan lainnya (perusahaan pergadaian, PT PNM, lembaga pembiayaan ekspor, lembaga pembiayaan sekunder perumahan).

Beberapa aturan yakni LJKNB yang memiliki total aset lebih dari Rp 1 triliun wajib memiliki komite pengarah teknologi informasi, yang beranggotakan paling sedikit direktur yang membawahkan satuan kerja penyelenggara Teknologi Informasi.

Lalu direktur atau pejabat yang membawahkan fungsi manajemen risiko, dan pejabat tertinggi yang membawahkan satuan kerja penyelenggara Teknologi Informasi. Kemudian, pejabat tertinggi yang membawahkan satuan kerja pengguna Teknologi Informasi.

Tak hanya itu, LJKNB wajib memiliki rencana pemulihan bencana dan melakukan uji coba atas rencana pemulihan bencana terhadap seluruh aplikasi inti dan infrastruktur yang kritikal sesuai hasil analisis dampak secara berkala dengan melibatkan satuan kerja pengguna teknologi informasi.

Adapun penyelenggaraan teknologi informasi oleh LJKNB dapat dilakukan secara sendiri dan/atau menggunakan pihak penyedia jasa teknologi informasi.

 

POJK 5

OJK menjelaskan latar belakang dirilisnya POJK 5 soal Ahli Syariah Pasar Modal (ASPM) yakni dalam rangka mengakomodasi perkembangan industri pasar modal syariah saat ini dan meningkatkan mekanisme pengawasan terhadap ASPM.

“[Sebab itu] perlu melakukan penyempurnaan pengaturan mengenai ASPM antara lain penyempurnaan persyaratan kompetensi menjadi ASPM, di mana ASPN perlu diwajibkan untuk memiliki sertifikasi kompetensi yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) di bidang Pasar Modal,” tulis POJK 5.

ASPM wajib memenuhi persyaratan integritas dan kompetensi, antara lain:

  1. cakap melakukan perbuatan hukum;
  2. dalam 5 (lima) tahun terakhir sebelum mengajukan permohonan izin ASPM tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan/atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan;
  3. dalam 3 tahun terakhir sebelum mengajukan permohonan izin ASPM tidak pernah dikenakan sanksi dalam menjalankan kegiatan syariah di sektor jasa keuangan karena tidak sesuai dengan prinsip syariah;
  4. memiliki pendidikan paling rendah strata 1 (satu) atau sederajat;
  5. memiliki sertifikat kompetensi ASPM yang masih berlaku yang diterbitkan oleh LSP yang terdaftar di OJK.

 

Ketentuan mengenai rangkap jabatan ASPM, yang mengatur bahwa:

  1. ASPM yang melakukan kegiatan sebagai anggota DPS dilarang merangkap jabatan sebagai anggota Dewan Pengawas Syariah pada lebih dari 4 (empat) lembaga atau pihak lainnya yang diawasi oleh OJK;
  2. ASPM dilarang merangkap jabatan sebagai anggota direksi atau organ lain yang setara, pejabat, dan pegawai pada pihak yang melakukan Kegiatan Syariah di Pasar Modal dimana ASPM melakukan kegiatan sebagai DPS dan/atau Tim Ahli Syariah (TAS).

 

POJK 6

Adapun objek pengaturan dalam POJK 6 tentang Manajemen Risiko Perusahaan Efek adalah perusahaan efek atau sekuritas yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek dan perantara pedagang efek yang merupakan Anggota Bursa (AB) Efek.

Penerapan manajemen risiko wajib diterapkan oleh Perusahaan Efek untuk:

  1. Risiko Operasional;
  2. Risiko Kredit;
  3. Risiko Pasar;
  4. Risiko Likuiditas;
  5. Risiko Kepatuhan;
  6. Risiko Hukum;
  7. Risiko Reputasi;
  8. Risiko Strategis.

 

Pengaturan dalam aspek organisasi dan fungsi manajemen risiko, antara lain:

  1. Kewajiban Perusahaan Efek untuk membentuk unit kerja yang melakukan fungsi manajemen risiko. Selain kewajiban tersebut, Perusahaan Efek juga dapat membentuk komite manajemen risiko.
  2. Komite manajemen risiko paling sedikit terdiri atas:

    • Anggota Direksi;
    • Pejabat di bawah Direksi yang membawahkan fungsi di Perusahaan Efek.
  3. Kewajiban penanggung jawab unit kerja manajemen risiko untuk memiliki sertifikat manajemen risiko.

 

banner_pebisnis,_ini_cara_mengatur_keuangan_bisnis_yang_benar

 

Bagaimana menurutmu, Sobat Finansialku tentang artikel di atas? Kamu bisa berbagi pendapat lewat kolom komentar di bawah ini.

Bagikan informasi ini lewat berbagai platform yang tersedia, kepada kawan atau sanak-saudara mu, agar mereka juga tahu apa yang kamu ketahui.

 

Sumber Referensi:

  • Wibi Pangestu Pratama. 22 Maret 2021. OJK Rilis Aturan Penerapan Manajemen Risiko Penggunaan TI bagi IKNB. Finansial.bisnis.com – https://bit.ly/3rbTNl4
  • Monica Wareza. 22 Maret 2021. Catat! OJK Rilis 3 Aturan Baru buat IKNB, Syariah & Sekuritas. Cnbcindonesia.com – https://bit.ly/3cQeyxE

 

Sumber Gambar:

  • 01 – https://bit.ly/3f4pri6
  • 02 – https://bit.ly/3vO0NIw

 

dilema besar