Mengapa investasi reksa dana mengalami penurunan di masa pandemi ini, apa yang menjadi penyebanya?
Ketahui selengkapnya dalam artikel Finansialku di bawah ini!
Artikel ini dipersembahkan oleh
Kompas.com
Kinerja Reksa Dana Menurun, Kok Bisa?
Kinerja industri reksa dana di awal tahun 2021 kurang mumpuni. Mengingat, sebagian besar jenis reksadana mengalami penurunan kinerja.
Berdasarkan data Infovesta Utama, hanya kinerja reksadana pasar uang yang mencetak kinerja positif di bulan Januari 2021. Bahkan, rata-rata kinerja reksa dana saham turun paling dalam di bulan lalu.
Tercatat rata-rata kinerja reksa dana saham di Januari 2021 menurun 4,20 persen year to date (ytd). Sementara, kinerja reksa dana campuran menurun 1,79 persen ytd.
Sedangkan, kinerja reksa dana pendapatan tetap menurun 0,53 persen ytd. Adapun kinerja reksa dana pasar uang masih berhasil tumbuh 0,30 persen ytd.
Investment Specialist Sucorinvest AM Toufan Yamin mengatakan, pasar saham tertekan karena imbas spekulasi investor ritel menyebabkan forced sell margin call membuat kinerja reksadana ikut terseret.
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menambahkan, pasar saham dan pasar obligasi cenderung belum bisa tumbuh signifikan.
Pengaruhnya, karena distribusi vaksin yang dapat meredakan jumlah kasus Covid-19 mulai memudar. Di saat yang sama kasus positif virus corona juga terus naik.
Selain itu, pemberlakuan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang lebih ketat juga membatasi aktivitas bisnis.
Hal ini bisa membuat ekspektasi pelaku pasar terhadap target pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2021 meleset.
“Pelaku pasar pesimistis pada pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2021 bisa memicu aksi profit taking, sehingga pasar saham terkoreksi,” jelas Wawan.
[Baca Juga: Apa Penyebab Return Reksadana Pasar Uang Turun?]
Di sisi lain, dia memandang penurunan kinerja rata-rata reksa dana saham lebih dalam dari penurunan IHSG yang sebesar 1,95 persen ytd.
Pengaruhnya, karena para manajer investasi mulai meracik portofolio reksa dananya dengan lebih agresif setelah kinerja IHSG membaik di akhir tahun lalu.
“MI mulai shifting mencari alfa dengan berani masuk ke saham second liner saat IHSG cenderung bullish di atas 6.000, tetapi setelah IHSG terpuruk kembali, akibatnya penurunan kinerja reksa dana saham jadi lebih dalam,” ungkap dia.
Sementara itu, Wawan juga menilai penurunan kinerja reksa dana pendapatan tetap di awal tahun ini minim dan tidak mengkhawatirkan.
Justru dengan kinerja pasar obligasi yang saat ini terkoreksi menjadi kesempatan yang baik bagi investor untuk masuk.
Wawan menyarankan, sebelum memasuki kuartal II-2021 investor baiknya mengalokasikan investasi 50 persen di reksa dana pendapatan tetap, 30 persen reksa dana saham dan 20 persen di reksa dana pasar uang.
Jika di kuartal II-2021 efektivitas vaksin sudah mulai terlihat maka investor dapat lebih agresif dengan menempatkan 40 persen dana di reksa dana saham, 40 persen di reksa dana pendapatan tetap dan 20 persen di reksa dana pasar uang.
Wawan memproyeksikan IHSG di tahun ini berpotensi naik ke 6.600-6.900 atau tumbuh sekitar 10 persen-15 persen. Sementara, Toufan menebak, IHSG berpotensi tumbuh ke 6.700-7.000 di tahun ini.
Bagaimana menurutmu, Sobat Finansialku apakah kamu juga merasakan investasi reksadana sedang lesu? Kalian bisa bertukar pendapat lewat kolom komentar di bawah ini.
Sebarkan informasi ini seluas-luasnya lewat berbagai platform yang tersedia, agar kawan atau sanak-saudaramu tahu apa yang kamu ketahui. Semoga bermanfaat, ya.
Artikel ini merupakan hasil kerja sama antara Finansialku dengan Kompas.com. Isi artikel menjadi tanggung jawab sepenuhnya Kompas.com.
Sumber Referensi:
Sumber Gambar:
- 01 – https://bit.ly/2ZHSxeb
- 02 – https://bit.ly/37HS3ZZ
dilema besar