Prediksi ekonomi global mengarah pada resesi besar-besaran akibat Covid-19. Apa yang akan terjadi pada negara-negara di dunia?
Pandemi Covid-19 yang melanda dunia menyebabkan ekonomi global tertekan. Diramalkan bahwa krisis perekomian dunia akan mengalami depresi terbesar sepanjang sejarah. Berikut pemaparan lengkap prediksi ekonomi global pasca pandemi.
Rubrik Finansialku
Prediksi Terburuk Ekonomi Global
Saat ini, ekonomi global terpuruk akibat pandemi Covid-19. Seluruh sektor usaha mengalami kontraksi dan tumbuh minus hingga 3%. Diramalkan bahwa dunia akan mengalami resesi besar-besaran.
Pembatasan pergerakan manusia di seluruh negara guna memutus rantai penyebaran virus justru menjadi penyebab utama perekonomian semakin merosot.
Dana Moneter Internasional (IMF) pada April lalu menyebutkan bahwa kondisi yang dialami dunia saat ini jauh lebih buruk dibandingkan dengan “The Great Depression” atau depresi besar yang terjadi pada tahun 1930 dan krisis finansial global di tahun 2008-2009.
Apabila negara tidak mampu merespon pandemi yang terjadi dengan kebijakan yang tepat dan cepat, diperkirakan bahwa resiko resesi akan terus berkembang hingga tahun 2021.
Skenario dasar mengatakan bahwa ekonomi global dapat tumbuh hingga 5,8% atau lebih dari dua kali lipat proyeksi sebelumnya sebesar 2,4%.
Asumsi ini diambil dengan catatan bahwa penyebaran virus Covid-19 mereda pada semester kedua tahun ini dan tindakan karantina atau lockdown perlahan dihentikan.
Namun nyatanya, ketidakpastian ekstrem terjadi di seluruh dunia sehingga perkiraan pemulihan ekonomi menjadi sangat tidak pasti.
Menurut IMF, dampak ekonomi ke depan akan sangat tergantung pada faktor-faktor yang sulit diprediksi dengan mempertimbangkan jalur pandemi, intensitas dan keefektifan upaya pembatasan, luasnya gangguan pasokan, dampak pengetatan dramatis terhadap kondisi pasar keuangan global, pergeseran pola pengeluaran, serta perubahan perilaku.
Lalu apa yang terjadi di berbagai belahan dunia?
Krisis Melanda Berbagai Belahan Dunia
Dunia pasca Covid-19 tak lagi sama. Begitu banyak kantor yang akan tutup karena bangkrut dan tak lagi beroperasi karena modal sudah habis.
Jumlah pengangguran akan meningkat drastis dan pegawai yang terkena PHK semakin banyak.
Ekonomi semakin memburuk, bahkan negara maju dengan ekonomi terbesar seperti Amerika harus mem-PHK 26 juta orang pekerja hingga tingkat pengangguran naik 4,4%.
Tingkat pengangguran juga terjadi di Australia sebesar 5,2%, Korea Selatan 3,8%, Jerman 5%, dan Cina 5,9%.
Proyeksi terbaru Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada April ini mengungkapkan, volume perdagangan global akan turun 12,9%, bahkan terus anjlok ke angka 31,9% untuk prediksi terburuk.
Sekalipun pandemi berakhir, kerugian secara global dapat melebihi US$ 9 triliun atau lebih dari 10% dari Produk Domestik Bruto (PDB) global.
[Baca Juga: Ini Tips Mempertahankan Bisnis Dari Kerugian Imbas Covid-19!]
Parahnya, dengan keadaan rantai pasokan yang rusak saat pabrik tutup dan pekerja dikarantina, tingkat konsumsi dan belanja juga akan meredup.
Padahal di beberapa negara, konsumsi menjadi hal yang sangat penting bagi perekonomian negara. Salah satunya Indonesia, di mana konsumsi menopang lebih dari 50% pertumbuhan ekonomi.
Situasi ini mempersempit ruang stimulus fiskal, sementara kebijakan moneter terhalang kebijakan suku bunga rendah mendekati 0%.
Tekanan krisis berlapis turut terjadi di banyak negara karena pandemi yang terjadi. Tidak hanya gangguan kesehatan, namun juga ekonomi domestik, permintaan eksternal, pembalikan arus modal asing, hingga jatuhnya harga komoditas.
Berikut proyeksi IMF mengenai gambaran proyeksi ekonomi akibat Covid -19 di beberapa negara:
#1 Italia
Penurunan ekonomi paling tajam tahun ini akan terjadi di Italia dengan prediksi minus 9,1% dari tahun lalu yang masih tumbuh 0,3%.
Italia menjadi negara dengan jumlah kematian tertinggi akibat Covid-19 setelah Amerika Serikat. Hal ini tentunya memukul keras situasi perekonomian negara.
#2 Amerika Serikat
Dengan kasus kematian tertinggi di dunia akibat Covid-19, Amerika Serikat diperkirakan akan mengalami kemerosotan ekonomi hingga 5,9%. Hal ini berbanding terbalik dengan tahun lalu yang tumbuh sebesar 2,3%.
#3 Spanyol
Spanyol yang memiliki jumlah kematian terbesar ketiga di dunia juga akan mengalami penurunan ekonomi hingga minus 8%. Anjlok dari tahun lalu yang masih tumbuh 2%.
#4 Eropa
Secara keseluruhan, ekonomi Eropa pada tahun ini diperkirakan berkontraksi minus 7,5%, jatuh dari tahun lalu yang masih tumbuh 1,2%. Sementara ekonomi di negara-negara maju akan minus 6,1%.
#5 Cina
Ekonomi Cina diperkirakan akan berada di 1,2%. Hal ini jauh merosot dari tahun lalu yang tumbuh hingga 6,1%. Jika kondisi sesuai dengan skenario dasar pandemi, ekonomi Tiongkok tahun depan diprediksi naik 9,2%.
#6 India
Perekonomian di India akan menempati angka 1%, turun dari tahun lalu yang di angka 4,2%. Namun jika kondisi sesuai dengan skenario dasar pandemi, India akan berhasil di tumbuh hingga 7,4%.
#7 Asia Tenggara
Perekonomian negara-negara ASEAN diperkirakan turun 0,6%, anjlok dari tahun lalu yang tumbuh 4,8%. Namun diprediksi pulih tahun depan dengan pertumbuhan sebesar 7,8% dibantu oleh Cina dan India.
Dengan adanya kemungkinan tersebut, IMF mengatakan bahwa volume perdagangan turut berpotensi anjlok sebesar 11% dibanding tahun lalu.
Pada 2019, volume perdagangan dunia sudah tertekan akibat perang dagang AS dan Tiongkok dan hanya mampu tumbuh 0,9%.
Jika pandemi mereda sesuai skenario dasar, volume perdagangan dunia akan membaik dan naik 8,4% didorong oleh aktivitas ekspor dan impor oleh negara emerging dan berkembang.
[Baca Juga: Waduh! Korea Selatan Alami Gelombang Covid-19 Kedua!]
Bagaimana dengan Ekonomi Indonesia Pasca Covid-19?
Perekonomian Indonesia ikut terpukul keras. Walaupun tercatat sebagai negara yang masuk dalam G-20, namun Indonesia belum memiliki akar ekonomi yang kokoh dan masih bergantung pada impor.
Devisa Indonesia juga tertampar karena sektor pariwisata yang menjadi sumber pemasukan negara kini terpuruk.
Pada kuartal I di tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia turun ke angka 2,97% dari 4,97% di tahun sebelumnya.
Dilansir dari Sindo News, Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW), Ikhsan Abdullah, mengatakan bahwa pasca Covid-19, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya bisa mencapai angka 4% atau lebih rendah.
Hal ini bergantung pada seberapa lama dan seberapa parah penyebaran pandemi Covid-19 mempengaruhi kegiatan perekonomian.
Kekosongan aktivitas selama hampir 3 bulan diberlakukannya karantina masih memberikan peluang bagi beberapa perusahaan untuk bangkit.
Keuangan perusahaan diperkirakan masih bisa bertahan sampai tiga bulan.
Sementara aktivitas normal mulai diadakan pada bulan Agustus atau bahkan Desember, maka perusahaan perlu bertahan dan mencari pegawai baru untuk mulai kembali beroperasi.
Dengan penciptaan output, nilai tambah, dan pendapatan dalam perekonomian, stimulus fiskal yang diberikan oleh pemerintah juga dapat menyerap tambahan tenaga kerja sebesar 15 juta orang atau 11,84% dari total tenaga kerja.
Stimulus fiskal ini diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2020 sebesar 3,24%.
Prediksi Pemulihan Ekonomi Pasca Covid-19 dalam Gambaran Kurva
Perihal prediksi ekonomi pasca krisis, para ekonom memperdebatkan bentuk kurva yang akan dialami dunia.
Ada yang memprediksi bahwa ekonomi akan pulih dalam bentuk kurva menyerupai huruf V, U, L, W, bahkan menyerupai logo Nike dan huruf ba’ dalam bahasa Arab. Lantas, apakah maksud dari kurva tersebut?
#1 Kurva V atau V Shape
Kurva V digambarkan sebagai resesi ekonomi global yang terjadi dengan sangat dalam namun cepat kembali seperti semula dan kembali menguat.
Hal ini didasari oleh perubahan signifikan dalam peningkatan permintaan dan konsumsi.
Larry Hu, analis dari Macrique Group, berasumsi bahwa pandemi mulai mereda di Eropa dan AS pada April atau Mei sehingga kebijakan pembatasan sosial dilonggarkan. Dengan demikian, aktivitas ekonomi kembali bergerak.
Negara-negara Eropa seperti Jerman dan Denmark serta beberapa negara bagian di AS memang telah melonggarkan pembatasan sosial untuk pergerakan ekonomi sejak Mei lalu.
Di sisi lain, pergerakan ekonomi tersebut turut ditopang dengan banyaknya stimulus pemerintah dalam meredam gelombang pengangguran dan kebangkrutan usaha.
Prediksi ekonomi pun akan kembali normal pada tahun 2021. Data Bloomberg pada indeks manufaktur Tiongkok Maret lalu memberikan sinyal positif bahwa ekonomi dapat pulih dalam kurva V.
[Baca Juga: IMF Proyeksikan 10 Negara Ini Pulih Cepat Dari Covid-19, Indonesia?]
#2 Kurva U atau U Shape
Kurva U menggambarkan grafik pemulihan ekonomi yang berjalan lambat hingga nantinya melesat. Hal ini ditandai dengan lapangan kerja yang menurun tajam, hingga anjloknya PDB dan hasil industri akibat krisis.
Setelah hal itu terjadi, barulah dunia berangsur pulih dalam kurun waktu 1-2 tahun.
Morgan Stanley memprediksi bahwa pemulihan ekonomi setelah pandemi memiliki bentuk kurva U, khususnya di wilayah Asia ex Jepang (AxJ).
Dengan asumsi bahwa tekanan dari sisi supply dan permintaan yang terjadi di Tiongkok berlangsung sepanjang kuartal pertama tahun ini.
Sementara negara AxJ akan terus melambat hingga akhir kuartal kedua tahun ini karena pelemahan agregat permintaan secara global.
Hal itu terjadi karena akhir masa pandemi belum dapat diprediksi. Maka, banyak negara belum memberikan kelonggaran pembatasan pergerakan sehingga permintaan dan pergerakan supply global pun masih terbatas.
Analisis Bloomberg menyatakan, kemungkinan kurva U terjadi terlihat dari banyaknya pabrik dan tempat kerja yang masih belum mulai beroperasi hingga saat ini.
Ditambah, butuh waktu yang lebih lama untuk negara bangkit karena sebagian masih harus berkutat dengan pembayaran utang selama krisis.
#3 Kurva L atau L Shape
Kurva L menggambarkan ekonomi yang anjlok karena krisis dan pemulihannya lambat bahkan tak bisa kembali seperti semula.
Faktor terbesarnya ialah pengangguran yang masih sangat banyak dan permintaan yang tak kunjung pulih.
[Baca Juga: VIDEO: INI SOLUSINYA, Ketika Pemasukan Menurun Akibat Corona atau COVID 19]
Nouriel Roubini adalah ekonom yang melakukan prediksi ekonomi pasca Covid-19 dengan bentuk kurva L selama satu dekade ke depan.
Ia memprediksi bahwa dunia akan mengalami “The Greater Depression”. Sebab, arus pasok global kini menjadi negatif.
Hal ini terjadi karena banyak negara yang mulai berlaku egois dengan mengetatkan tarif, melakukan proteksi, dan memprioritaskan produknya untuk kebutuhan dalam negeri.
Belum lagi pengangguran yang akan bertahan lebih lama. Konsumsi masyarakat pun akan terbatas pada kebutuhan esensial saja, seperti makanan dan kesehatan. Sehingga sektor ekonomi lainnya dapat terancam.
#4 Kurva W atau W Shape
Kurva W atau double dip recession menggambarkan grafik di mana ekonomi mengalami resesi, lalu kemudian bangkit dengan cepat. Setelah itu, ekonomi kembali jatuh dan bangkit kembali.
Dalam kurva ini digambarkan bahwa ekonomi global akan mengalami penurunan ekonomi dua kali sebelum benar-benar pulih.
Jika dikaitkan dengan kondisi saat ini, kemungkinan pemulihan dalam kurva W dipengaruhi oleh isu gelombang kedua virus Covid-19.
Imperial College London mengatakan bahwa keputusan beberapa negara dalam melakukan pelonggaran pembatasan masih dinilai sangat prematur.
Sehingga pandemi berpotensi kembali menyerang dan pembatasan sosial kembali dilakukan. Dengan kata lain, krisis terjadi berulang.
[Baca Juga: 10 Negara Dengan Ekonomi Terparah Ini Masuk Proyeksi IMF]
#5 Kurva Logo Nike
Kurva menyerupai logo Nike menggambarkan pertumbuhan ekonomi yang membaik secara perlahan namun tidak bisa kembali seperti sebelum masa krisis.
Hal ini berawal dari asumsi bahwa bisnis sudah mulai dibuka dan perlahan bisa berlanjut.
Dikutip dari Bloomberg, dua ekonom dari Bank Berenberg, Holger Schmieding dan Kallum mengatakan bahwa penurunan tajam akan diikuti oleh kenaikan yang sedikit lebih datar yang pada akhirnya melampaui tingkat PDB pra-Corona.
Mereka memprediksi pertumbuhan PDB akan melampaui level di akhir 2019 dalam dua tahun setelah pandemi.
#6 Kurva Huruf Ba’ dalam Bahasa Arab
Kelompok Analis Robeco Insttitutional Asset Management menyatakan bahwa kurva pemulihan dalam bentuk V dan W akan lebih tepat untuk memprediksi pemulihan ekonomi di era 1945-2007.
Kini, kurva L lebih menggambarkan kondisi dunia.
Namun dalam sepuluh tahun ke belakang, pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah, demografi yang semakin menua, dan tingkat hutang yang tinggi, cenderung lebih membentuk grafik horizontal memanjang menyerupai huruf ba’ dalam bahasa Arab ketimbang Kurva L.
Pukulan Keras Untuk Dunia, Saatnya Berubah
Pandemi Covid-19 telah menghancurkan ekonomi dunia. Keadaan memaksa setiap orang untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang terjadi.
Pemerintah dan swasta harus bekerjasama untuk mengambil tindakan nyata. Setiap negara harus saling bahu-membahu untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi yang melanda.
Tidak ada kepastian, tidak ada negara yang aman, Semua berpotensi mengalami guncangan krisis berlapis akibat pandemi.
Saatnya penduduk dunia beradaptasi dalam mengubah pola pikir, pola kerja, pola konsumsi, hingga pola hidup yang efektif sebelum vaksin ditemukan.
Yuk, tonton video ini agar kita semua siap menghadapi wabah pandemi ini dengan perencanaan keuangan.
Semoga ulasan seputar prediksi ekonomi global pada artikel ini dapat bermanfaat. Apakah kamu memiliki pendapat mengenai keadaan dunia saat ini?
Tuliskan tanggapanmu di kolom komentar dan bagikan informasi ini kepada rekan-rekanmu. Terima kasih!
Sumber Referensi:
- Agustiyanti. 14 April 2020. Terburuk sejak “Depresi Besar”, IMF Ramal Ekonomi Tahun Ini Minus 3%. Katadata – https://bit.ly/2A7TBPB
- Muhammad Ahsan Ridhoi. 15 Mei 2020. Prediksi Pemulihan Ekonomi Pasca-Corona, dari Kurva V sampai Logo Nike. Katadata – https://bit.ly/3hddbL0
- Nufransa Wira Sakti. 10 Mei 2020. Perekonomian Indonesia Pasca-Pandemi Covid-19. Kompas.com – https://bit.ly/3hchC8z
Sumber Gambar:
- Prediksi Ekonomi 1 – https://bit.ly/2UrOH6N
- Prediksi Ekonomi 2 – https://bit.ly/2MG5a2O
- Prediksi Ekonomi 3 – https://bit.ly/30s9jQ7
- Prediksi Ekonomi 4 – https://bit.ly/2VuZY6T
- Prediksi Ekonomi 5 – https://bit.ly/38c3tnO
dilema besar