Utang Indonesia saat ini sentuh angka Rp 7.000 triliun dengan besaran bunga hampir Rp 1 triliun per hari.
Apakah utang Indonesia wajar? Cari tahu jawabannya di artikel Finansialku berikut ini!
Summary:
- Tahun 2022, Indonesia mengalami kenaikan jumlah utang sebesar 0,5%.
- Ada beberapa faktor penyebab kenaikan utang ini, dengan dominasi tertentu dari segi jenis ataupun mata uang.
Utang Indonesia 2022 Sentuh Rp 7.000 Triliun Lebih
Kementerian Keuangan mencatat jumlah utang pemerintah 2022 pada Maret 2022 ini bertambah 0,5% menjadi Rp 7.014,58 triliun.
Sementara itu, secara tahunan, utang pemerintah naik 9,4% dibandingkan Maret 2021 lalu. Dimana tahun lalu, besaran utang Indonesia adalah Rp 6.445 triliun.
Untuk rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga naik menjadi 40,39% per Maret 2022.
Peningkatan utang Indonesia ini, ikut dipengaruhi Surat Berharga Negara (SBN) dan penarikan pinjaman di bulan Maret 2022 untuk menutupi pembiayaan APBN.
Mengutip APBN Kita edisi April 2022 asli Article IV yang dirilis oleh IMF pada Maret 2022, tercatat bahwa kondisi utang pemerintah tergolong manageable.
Rasio utang diperkirakan stabil pada 41% PDB dalam jangka menengah, sepanjang aturan fiskal kembali normal di 2023, yaitu defisit 3% PDB di 2023 dan menurun rata-rata di kisaran 2,2% PDB pada jangka menengah.
“Sepanjang periode 2020-2021, Indonesia Sovereign Rating tetap stabil di tengah kondisi yang volatile. Lembaga Fitch Rating mengafirmasi peringkat pada level BBB (outlook stable) dan menyatakan kondisi fundamental ekonomi Indonesia masih kuat serta berprospek baik.” Ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani, mengutip laman yang sama, Senin (25/04).
Melansir laman inews.id, berdasarkan jenisnya, utang pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yang mencapai 88,24% dari seluruh komposisi utang akhir Maret 2022.
Kemudian, berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh instrumen SBN, mencapai 70,55%.
Sementara itu, kepemilikan SBN tradable oleh investor asing terus mengalami penurunan sejak tahun 2019 hingga 2021. Dimana pada 2019, mencapai 38,57%, kemudian pada 2021 mencapai 19,05%.
Kemudian, pada 12 April 2022 lalu, kepemilikan SBN tradable oleh investor asing mencapai 17,60%.
Mengenai hal ini, dikatakan bahwa pemerintah sudah melakukan beberapa langkah untuk menanggulangi permasalahan ini.
Seperti langkah strategis dan oportunistik, debt switch dan liability.
Hal-hal di atas dilakukan sebagai upaya untuk menjaga komposisi utang tetap optimal.
“Sementara transaksi liability management tanggal 29 Maret 2022 dengan skema tender offer, untuk membeli kembali sembilan seri Global Bond yang dimiliki investor, dengan tujuan lain yaitu penghematan biaya utang dari penurunan beban bunga.” Lanjut Sri Mulyani.
Sri Mulyani pun menuturkan, upaya lain yang dilakukan pemerintah guna menjaga rasio utang, seperti pembiayaan kreatif dan inovatif untuk pembiayaan infrastruktur.
Pemerintah juga mengedepankan kerja sama berdasarkan konsep pembagian risiko yang fair.
“Instrumen dari pembiayaan kreatif ini terdiri dari PPP atau KPBU, Blended Financing, serta SDG Indonesia One.” tuturnya.
Apakah Utang Indonesia Wajar?
Ekonom senior, Faisal Basri memberikan perbandingan yang cukup mencengangkan, bahwa utang Indonesia secara rasio Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product /GDP) masih lebih rendah dibandingkan negara-negara asia lainnya.
“Jepang itu utangnya 250% GDP, Singapura di atas 100% GDP, jadi dilihat dari situ, Indonesia rendah sekali.” Katanya, lewat segmen tele interaktif di salah satu program berita Kompas TV, Selasa (19/04).
Dia menambahkan bahwa Jepang hanya membayar bunga dengan besaran 9% dari belanja negara. Pun Singapura yang bahkan tidak sampai 1% dari belanja negara.
Jika dibandingkan dengan dua negara tetangga ini, maka Indonesia berada di urutan nomor 1, dengan bunga pinjaman mencapai 20%.
Maka, secara kasar, kita bisa mengatakan kalau utang Indonesia sudah kepalang besar untuk ditangani.
Terkait ini, Faisal menyampaikan bahwa alasan Indonesia mendapatkan bunga yang lebih tinggi, karena risiko Indonesia dianggap lebih besar.
“Ini terjadi karena risiko Indonesia dianggap lebih besar dibandingkan Singapura, seperti political risk, lalu risiko nilai tukar, dan sebagainya.” Terangnya, dikutip laman voi.id, Selasa (28/12/21).
Faisal mengatakan, ini yang kemudian menjadikannya seperti lingkaran setan. Bunga yang terlalu besar memaksa Indonesia untuk mencari utang tambahan, agar bisa menutupi beban bunga.
“…..karena kalau kita lihat peningkatan utang itu kan membiayai belanja pemerintah. Nah, belanja pemerintah yang meningkat paling tinggi adalah bayar bunga, jadi kita sudah gali lubang tutup lubang, bayar bunga pun tidak cukup kalau tidak berutang lagi.” Katanya, di kanal Youtube Kompas TV, Selasa (19/04).
Adapun, beban utang yang paling besar disebutkan ada pada SBN.
Sementara itu, dalam acara yang sama, Edi Priyono, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden mengatakan bahwa pemerintah harus cukup kompetitif dengan memberikan bunga besar untuk menarik perhatian investor.
Lalu, langkah apa yang harus diambil oleh pemerintah untuk mengurangi tumpukan utang ini?
Faisal Basri mengatakan, Indonesia memiliki beberapa pilihan yang bisa dilakukan.
Seperti melakukan privatisasi BUMN dan mengiringi belanja negara dengan kemampuan pemerintah untuk meningkatkan pembiayaan belanja pembangunan.
Selain itu, Faisal Basri mengatakan kalau pemerintah juga perlu mengurangi peningkatan utang.
“Kalau menguragi utang nggak bisa. Caranya, pajaknya dinaikkan, yang saya berulang kali berbusa-busa, batu bara itu impornya, ‘kan luar biasa. Kalau CPO dikenakan pajak ekspor, dan bea sawit. Batu bara nol, tidak ada yang berani menyentuh.” Ungkapnya.
Asal tahu saja, dalam kesempatan lain, Faisal Basri mengatakan pemerintah seharusnya mengenakan pajak ekspor batu bara yang selama ini belum pernah diterapkan.
Saat harga batu bara sedang melambung, negara seharusnya mampu memanfaatkan kesempatan itu untuk mendapatkan pendapatan tambahan.
Sementara itu, 21 April lalu, pemerintah baru saja menetapkan penerapan perubahan setoran royalti batu bara terbaru.
Hal ini tertuang dalam PP 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara.
Dalam penerapan perubahan terbaru ini, Presiden Joko Widodo menerbitkan aturan tambahan berupa pengenaan royalti berjenjang atau progresif.
Melalui aturan terbaru, royalti diberikan secara progresif berdasarkan harga batu bara acuan. Misalnya, jika HBA kurang dari US$ 70 per ton, maka tarif royalti yang dibebankan adalah 14%.
Sementara jika HBA lebih dari US$ 100 per ton, maka tarif royalti yang dibebankan menjadi 28%.
“Royalti ini konsepnya agak unik tapi seharusnya kembali ke daerah. Jadi harusnya yang dikenakan bukan royalti, tapi pajak ekspor.” Katanya, mengutip laman cnbcindonesia.com, Rabu (20/04).
Pajak ekspor, contohnya adalah pajak ekspor sawit. Faisal Basri mengatakan kalau pajak ekspor batu bara progresif ini bisa dikenakan sebesar 50%.
Nantinya, Pemerintah diperkirakan bakal mendapatkan tambahan penerimaan sebesar RP 200 triliun dari harga batu bara yang sedang tinggi ini.
Bagaimana pendapat Sobat Finansialku mengenai polemik berkepanjangan ini?
Tentunya jika kita berbicara tentang utang, maka diperlukan sikap bijak dalam mengatur keuangan.
Bukan hanya untuk pemerintah yang cakupannya besar, tapi perhatikan juga pengelolaan keuangan diri sendiri. Agar, kita tidak terjebak dalam jeratan utang yang membuat cash flow keuangan berantakan.
Mengantisipasi hal tersebut, Sobat Finansialku bisa memperluas literasi seputar keuangan dan cara terhindar dari utang melalui ebook gratis dari Finansialku Cara Terbebas dan Terhindar dari Utang.
Klik banner di bawah ini untuk download ebook-nya.
Yuk, tulis tanggapanmu tentang artikel ini di kolom komentar di bawah.
Kamu juga bisa mendiskusikannya bersama teman-teman sejawat dengan membagikan artikelnya lewat pilihan platform media sosial yang tersedia di samping. Terima kasih.
Editor: Ismyuli Tri Retno
Sumber Referensi:
- Verda Nano Setiawan. 21 April 2022. Faisal Basri Ungkap Pajak Ekspor Batu Bara Lebih Untungkan RI. Cnbcindonesia.com – https://bit.ly/3ERWLna
- Vika Azkiya Dihni. 25 April 2022. Hingga Maret 2022, Utang Pemerintah Tembus Rp7.052,5 Triliun. Databoks.katadata.co.id – https://bit.ly/3MwtalV
- Michelle Natalia. 25 April 2022. Utang Indonesia Capai Rp7.052,5 Triliun di Akhir Maret, Apa Saja Rinciannya?. Inews.id – https://bit.ly/3vNEdjU
- Andry Winanto. 28 Desember 2021. Faisal Basri Ungkap Perbedaan Utang RI dan Singapura meski Lebih Besar: Mereka Bayar Bunga 1 Persen, Kita 20 Persen. Vio.id – https://bit.ly/39jAovr
dilema besar