Apapun sebabnya, menjadi sandwich generation tidaklah mudah. Satu sisi ingin berbakti pada orang tua, namun juga harus menafkahi keluarga. Setujukah?
Simak kisah Ari yang menjadi sandwich generation mendadak, mencoba untuk menyelesaikan masalah yang membuatnya stres dalam artikel berikut ini.
Ari, 35, Sandwich Generation Dadakan
Hai, kenalkan, nama saya Ari, usia 35 tahun dan baru saja dikaruniai anak setelah menikah selama tiga tahun.
Sebenarnya kehidupan keluarga saya bisa dibilang berkecukupan. Saya bekerja sebagai karyawan swasta, sedangkan istri saya seorang ibu rumah tangga.
Untuk orang tua pun tidak ada isu yang berarti.
Walaupun sudah memasuki usia pensiun, Ayah saya tetap dipercaya untuk bekerja dan menjabat sebagai direksi sebuah perusahaan swasta, dan sama seperti istri saya, ibu saya adalah ibu rumah tangga.
Saya dan istri pun tinggal bersama kedua orang tua, sehingga kebutuhan rumah tangga seperti listrik, air, hingga belanja bulanan semua di-cover oleh Ayah.
Bahkan biaya pernikahan dan lahiran anak pun semua dibiayai Ayah.
Sebagai anak tunggal, saya memang terbiasa menikmati hidup YOLO (you only live once). Sampai sini, saya tidak terpikir menjadi sandwich generation sama sekali.
Baca Juga YOLO! You Only Live Once, Bagaimana Cara Menikmati Hidup dan Menggunakan Uang
Sampai suatu ketika semuanya berubah. Ayah harus lebih dulu berpulang ke Yang Maha Kuasa secara mendadak. Kehidupan saya dan keluarga berubah 180 derajat. Saya menjadi satu-satunya tumpuan ibu, istri, dan anak saya.
Ayah pergi meninggalkan warisan berupa rumah berukuran cukup besar yang kami tinggali saat ini dan beberapa aset properti lainnya.
Sisa uang di rekening tabungan tidak banyak, mungkin masih cukup untuk pengeluaran kami enam bulan ke depan.
Tapi tidak hanya asetnya, Ayah juga ternyata mewariskan utang pajak yang belum dibayarkan untuk seluruh aset yang ia miliki.
Saya yang tidak pernah berdiskusi masalah keuangan dengan Ayah sontak saja panik. Bagaimana saya harus menangani hal ini?
Bagaimana saya harus menjalani hidup sebagai sandwich generation?
Apa itu Sandwich Generation?
Dorothy A. Miller, dalam jurnalnya yang berjudul The Sandwich’ generation: Adult children of the aging (1981) pertama kali memperkenalkan istilah sandwich generation.
Sandwich generation adalah orang dewasa yang terjepit di antara orang tua lansia dan anak yang semakin tumbuh dewasa.
Mereka yang berada pada posisi ini harus menanggung biaya hidup orang tua, anak, sekaligus diri mereka sendiri.
Baca Juga: Apa Itu Generasi Sandwich? Bagaimana Prioritas Keuangan Mereka?
Seperti kisah Ari, jelas kondisi ini memberikan tekanan yang besar dan tidak jarang membuat stres.
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS pada tahun 2020, tercatat rasio ketergantungan seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (lansia) adalah sebesar 15,54 yang artinya setiap 100 orang penduduk usia produktif (usia 15-59 tahun) harus menanggung 15 orang lansia.
Apa yang Harus Dilakukan?
Solusi terbaik dari kondisi sandwich generation adalah mengupayakan agar rantai ini bisa segera terputus dan tidak terulang di generasi selanjutnya. Tapi bagaimana jika saat ini Sobat Finansialku termasuk dalam sandwich generation?
Kita simak yuk bagaimana cara mengatur keuangan untuk kisah Ari.
#1 Buat Manajemen Keuangan
Pengaturan keuangan menjadi hal mendasar yang harus Sobat Finansialku lakukan. Pastikan kamu mengalokasikan dana yang dimiliki ke pos-pos yang tepat, seperti belanja bulanan, biaya listrik dan air, sampai dengan biaya kesehatan untuk orang tua.
Dalam manajemen keuangan yang terpenting adalah komitmen untuk menjalankannya. Jangan sampai ada bocor halus atau bahkan lebih besar pasak daripada tiang.
Baca Juga: Mengelola dan Merencanakan Keuangan dengan Aplikasi Finansialku
Contoh pengaturan keuangan untuk case Ari:
Penghasilan | |
Gaji Ari | Rp 10.000.000 |
Pengeluaran | |
Belanja Bulanan (Groceries) | Rp 5.000.000 |
Listrik, Air | Rp 1.000.000 |
Bantuan Keluarga (Ibu) | Rp 1.000.000 |
Kebutuhan Anak | Rp 1.500.000 |
Bensin | Rp 500.000 |
Hiburan | Rp 500.000 |
Sisa | Rp 500.000 |
#2 Perbesar Dana Darurat
Memiliki tanggungan finansial usia non-produktif tentu akan merubah perhitungan target dana darurat kita.
Terlebih jika tanggungan tersebut berusia balita dan lansia, dimana pada usia tersebut biasanya memiliki lebih banyak kebutuhan dari range usia lainnya.
Untuk itu, perlu adanya review rutin mengenai kebutuhan serta dana darurat yang sudah dimiliki saat ini. Simpan dana darurat ini dalam bentuk yang mudah untuk dicairkan sewaktu-waktu ya Sobat.
Untuk tahu lebih lengkap mengenai besaran dana darurat dan di mana menyimpannya, Sobat Finansialku bisa dengarkan audiobook di aplikasi Finansialku berikut ini.
#3 Miliki Asuransi
Pastikan Sobat memiliki asuransi kesehatan untuk seluruh anggota keluarga. Dengan memiliki asuransi, maka kita terhindar dari pembayaran dalam jumlah besar di waktu yang tak terduga, seperti saat sakit atau kecelakaan.
Khusus untuk biaya kesehatan orang tua, perlu diperhatikan juga apakah orang tua sudah memiliki asuransi atau membutuhkan asuransi dengan manfaat tambahan. Karena kesehatan lansia tentu memerlukan perhatian khusus.
Baca Juga Ketahui Jenis-jenis Asuransi Terbaik untuk Keluarga Anda di Sini!
#4 Mulai berinvestasi
Tentu kita tidak ingin anak kita nantinya mengalami hal yang serupa dan menjadi generasi sandwich berikutnya.
Mulailah investasi untuk mempersiapkan pensiun sedini mungkin, sehingga saat kita pensiun nanti tidak menjadi bergantung pada anak.
Tempatkan investasi pada instrumen yang cocok untuk jangka panjang dan lakukan review berkala terhadap investasi yang kita punya.
Baca Juga 10 Checklist Sebelum Investasi
#5 Terbuka Dengan Keluarga Mengenai Keuangan
Poin terpenting yang perlu dilakukan sebagai penanggung keuangan keluarga adalah perlunya sikap terbuka dengan keluarga terkait kondisi serta kemampuan keuangan saat ini.
Komunikasi yang baik dari masing-masing pihak mampu menyampaikan ekspektasi maupun masalah yang ada, sehingga beban bukan hanya berada di salah satu pihak saja.
Misalnya untuk kasus Ari, Ari bisa mengomunikasikan dengan baik ke Ibu dan istrinya mengenai kondisi dan kemampuan keuangan keluarga saat ini.
Mungkin saja saat ini Ari mampu membiayai kebutuhan sehari-hari keluarga, namun di kemudian hari bisa saja ada kebutuhan dana dalam jumlah besar, seperti pembayaran PBB maupun pajak kendaraan.
Menjual properti warisan Ayah bisa menjadi salah satu opsi yang dilakukan, mengingat walaupun nilai tanah cenderung naik namun memerlukan biaya perawatan yang cukup besar.
Sadari Kemampuan Diri Sendiri
Menjadi sandwich generation bukan semata ketidakmampuan orang tua dalam mempersiapkan masa pensiun.
Ada kalanya kita dihadapkan pada situasi ini pada saat yang tidak terduga, seperti salah satu orang tua meninggal dunia atau sakit mendadak.
Sebagai seorang anak, tentu kita ingin menunjukan bakti kita dengan cara merawat dan membiayai orang tua yang telah membesarkan kita.
Namun perlu diingat untuk tetap memperhatikan kondisi dan kemampuan yang dimiliki. Jangan sampai niat baik ingin berbakti, malah menjadi tekanan karena di luar dari kemampuan yang ada.
Jika Sobat Finansialku berada dalam posisi seperti Ari dan membutuhkan bantuan profesional untuk menangani masalah keuanganmu, jangan ragu hubungi tim CFP kami.
Kamu bisa kunjungi konsultasi.finansialku.com dan ikuti petunjuk pembuatan janjinya.
CFP kami akan dengan senang hati membantu kamu keluar dari masalah kamu.
Itulah beberapa cara mengatur keuangan sandwich generation. Bagikan artikel ini pada rekan-rekan lainnya agar keuangan kita semua bisa teratur dengan baik.
Sumber Referensi:
- BPS Statistik Penduduk Lanjut Usia 2020 – https://bit.ly/3g4dOXx
- Penelitian EQ. 6 Desember 2020. Sandwich Generation: Antara Bakti dan Derita. Wartaeq.com – https://bit.ly/3fqhzHn
- Mengenal Sandwich Generation – https://bit.ly/2QWFBAx
Sumber Gambar:
dilema besar